More

    Ketika Ojek Jadi Tumpuan

    ABC AUSTRALIA NETWORK
    Savitri Judiono

    Bahkan sepeda motor pun bisa mengalami kemacetan di Jakarta.
    Bahkan sepeda motor pun bisa mengalami kemacetan di Jakarta.

    Jutaan warga Jakarta yang harus keluar rumah setiap harinya semakin menggantungkan diri pada moda transportasi ojek, yang sama pentingnya dengan moda lain seperti kereta, bis dan mobil pribadi. Savitri Judiono seorang pengacara muda yang berasal dari Melbourne, Australia, dan sekarang bekerja di Jakarta adalah salah satunya. Berikut pengalamannya.

    Ojek sepeda motor yang mungkin bisa ditemui di seluruh wilayah Indonesia, barangkali dimulai dari Jakarta dan sekarang merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan ibukota, dimana jutaan warganya tiap hari harus berjuang mengatasi semakin padatnya jalan-jalan.

    - Advertisement -

    Ketergantungan pada ojek semakin tinggi karena ongkos mengendarainya relatif murah, cepat sampai ke tujuan, dan banyak pengendaranya bisa menjadi pemandu perjalanan yang menyenangkan.

    Pengendaranya bisa anak muda berusia 16 tahun sampai kakek berusia 60 tahun ke atas. Mereka setia menunggu penumpang 24 jam sehari, 7 hari seminggu di pinggir-pinggir jalan.

    Di Jakarta, biasanya kita tidak akan mudah untuk naik kendaraan bareng dengan orang yang tidak kita kenal. Dalam mencari taksi misalnya kita kadang juga mencari perusahaan yang sudah dikenal.

    Namun hal itu berbeda dengan tukang ojek. Walaupun ketika dibawa meliu-liuk, menerobos mobil yang berderet macet, jantung kita terasa hendak copot, banyak di antara warga Jakarta yang mau menyerahkan nasibnya di tangan para pengendara ojek ini.

    Dengan berbekal sebuah helm, ditambah jaminan bahwa tujuan anda akan dicapai dengan cepat, ojek memberi jaminan bahwa kemana pun, dan kapan pun anda mau, mereka tidak akan menolak.

    Dengan bayaran beberapa ribu atau bahkan belasan ribu untuk perjalanan dalam bilangan menit, ojek ini bisa mengalahkan perjalanan yang mungkin harus dilakukan mobil selama satu jam atau lebih. Bagi turis atau warga dari negara lain yang berkunjung atau bekerja di Jakarta, fenomena ojek ini menarik dan unik karena di tempat-tempat lain, ojek ini bukan bagian dari sistem transportasi mahal yang sudah ada.

    Bagi pengendara mobi mewah, ojek ini mungkin akan dianggap sebagai “tikus” jalanan. Mereka yang menyalip, meliuk di antara celah sempit yang kadang bahkan kelihatan tidak mungkin dilakukan, membuat iri para pengendara mobil yang frustrasi karena jalanan di depan mereka tidak memiliki ruang untuk dilalui.

    Di Australia, kita tidak akan pernah akan menemukan hal seperti ini karena ojek adalah simbol dari ekonomi informal, dan pemerintah tidak akan memberi jalan ke arah itu.

    Namun, para tukang ojek ini memiliki nilai ekonomi yang membuat ekonomi Jakarta bisa tetap berdetak setiap hari.

    Para pengendaranya memang berpengasilan rendah, namun paling tidak, sektor ini sudah menciptakan lapangan kerja, memberi penghasilan dan membantu roda tranportasi yang vital bagi warga ibukota. Mereka juga bagian dari roda ekonomi membawa sebagian warga Indonesia keluar dari jurang kemiskinan.

    Jadi ojek disukai atau tidak merupakan moda terbaik untuk memutari Jakarta dan banyak yang harus berjalan di tempat tanpa kehadiran mereka.

    Jadi kalau anda bangun kesiangan, sudah terlambat dengan janji penting, atau terjebak di kemacetan tak terduga, atau hanya sekedar perlu penunjuk jalan atau bahkan pemandu turis, carilah pengendara sepeda motor yang di punggung mereka bertuliskan kata “OJEK.

    Mereka bisa menjadi juru selamat anda hari itu dalam menaklukkan belantara lalu lintas Jakarta.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here