Ahmad Fauzan Sazli
Tiga mahasiswa pengembang ekstrak limbah kulit meranti sebagai pengawet kayu. FOTO : ITS
SURABAYA, KabarKampus – Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (Surabaya) mengembangkan ekstrak limbah kulit meranti sebagai pengawet kayu. Kulit meranti tersebut digunakan sebagai biofungisida untuk mengendalikan cendawan Schizohyllum Common Fries pada kayu.
“Cendawan Schizohyllum Common Fries adalah Jamur jamur terganas yang tumbuh di kayu sehingga kayu menjadi lapuk dan mudah patah,” ujar Toto Iswanto menjelaskan penelitiannya.
Menurut Toto, ide penelitian ini terilhami dari sifat kayu meranti merah yang sangat kuat dan tahan lama dibanding yang lain. Setelah diteliti, ternyata kayu meranti merah mengandung zat aktif yang mampu menekan angka pertumbuhan jamur untuk berkembang biak.
”Zat aktif tersebut banyak batang tumbuhan. Sedangkan zat yang paling berpengaruh itu poilifenol dan terpanoid,” jelasnya.
Setelah melalui uji lab, menurut Toto, ekstrak kulit kayu tersebut dijadikan serbuk. Kemudian ekstrak dicampur dengan pelarut alami seperti alkohol dengan perbandingan 1 : 24. Selanjutnya, campuran tersebut disemprotkan ke bagian kayu yang berjamur atau seluruh bagian kayu yang ingin diawetkan.
Hasilnya adalah, tak hanya jamur yang mati atau tidak dapat tumbuh dalam kayu, namun larutan yang diberinama Shoven ini mampu membuat rayap tidak betah untuk singgah di kayu.
Penelitian ini pun berhasil menjadi juara dalam Pekan Inovasi Mahasiswa Pertanian Indonesia (PIMPI) 2013. Dalam melakukan penelitian ini Toto tak sendiri, ia dibantu ketiga temannya yakni, Meireza Ajeng P dan Anggita Nur D
Mereka bertiga berharap produknya tersebut akan mampu diproduksi secara massal. Rencanaya, mereka akan menawarkan shoven ke perusahan terkait, seperti perusahan cat kayu ataupun deterjen. Sebab, serbuk Shoven juga dapat digunakan untuk bahan kain seperti karpet agar tidak mudah berjamur.[]