Mega Dwi Anggraeni
BANDUNG, KabarKampus – Apa yang terbayangkan ketika menyebutkan kata salon? Jajaran cermin besar, ruangan dipenuhi perempuan yang melakukan perawatan rambut, dengungan mesin pengering rambut, juga lantai yang dipenuhi rambut. Tetapi kondisi tersebut tidak akan ditemukan di salon yang satu ini.
Salon yang terletak di Jalan Bahureksa, Bandung ini memang berbeda dengan salon biasa. Selain terlihat lengang, salon kecil itu juga terkesan tenang. Dengung mesin pengering rambut diganti dengan suara musik dengan berbagai ganre. Sesekali musik reggae pun mengalun lembut dari balik speaker.
Salon tersebut adalah Dreadock Studio. Tamu yang datang ke tempat ini pun bukan untuk memotong atau creambath. Melainkan untuk menyasak, menjahit rambut, merapikan jahitan, serta mencuci rambut gimbal.
Dicky Alfarizy sang pemilik studio mengatakan, meskipun bisnis yang ditekuninya adalah perawatan rambut, tetapi dia tidak ingin tempatnya sama dengan salon lain. Apalagi jasa yang dia tawarkan tidak sama dengan kebanyakan salon.
“Saya menggunakan kata studio untuk mengganti kata salon. Karena kalau salon kesannya tempat untuk gunting rambut, creambath, spa,” kata pemuda yang kerap disapa Docko ini.
Menurut Docko, tidak banyak tempat khusus yang menawarkan jasa untuk menggimbal rambut. Umumnya, orang-orang yang bisa menggimbal tidak membuka tempat. Mereka menggunakan keahliannya di berbagai tempat, sesuai dengan permintaan pelanggan.
“Setahu saya, yang bisa menggimbal banyak. Tapi studio khusus yang menawarkan jasa menggimbal tidak banyak. Karena menggimbal rambut kan memang bisa dilakukan di mana saja. Sama kayak tato yang bisa dilakukan di mana saja, tetapi tempat khususnya kan sedikit,” jelasnya.
Pemuda kelahiran 2 September 1989 ini mengaku membuka usaha gimbalnya untuk mengubah stigma tentang gimbal selama ini. Ganja, bau, kucel, jorok kerap melekat dengan orang-orang yang berambut gimbal. Bukan itu saja, gimbal juga kerap dikaitkan dengan musik reggae.
“Dulu, kalau pergi ke suatu tempat dengan kondisi rambut gimbal sering menjadi pusat perhatian. Bahkan tidak sedikit yang menjauh karena kesannya bau dan jorok. Saya ingin mengubah pandangan tentang itu. Buat saya, gimbal sudah menjadi bagian dari gaya hidup,” ujarnya.
Sementara untuk mengubah pandangan bahwa gimbal identik dengan musik reggae, Docko sengaja menawarkan berbagai merchandise dan aksesoris yang jauh dari musik reggae. Kaos, tas, celana boxer, sticker sampai sepatu juga dia tawarkan dengan desain yang universal.
“Kebanyakan yang berambut gimbal menyukai musik reggae, apalagi bapak gimbalnya reggae kan Bob Marley. Ngga salah juga sama hal itu, tapi di sini semua orang bisa datang ke sini meskipun mereka tidak gimbal, tidak suka reggae. Bahkan buat mereka yang sekadar ingin foto di sini pun bisa,” imbuhnya.[]