Mega Dwi Anggraeni
BANDUNG, KabarKampus – Bagi anak-anak dan remaja, belajar di luar ruangan adalah hal yang menyenangkan. Apalagi proses belajar tersebut dilakukan dengan berpetualang ke luar kota.
Konsep belajar seperti ini diusung oleh, Rumah Belajar Semi Palar (Smipa) di kota Bandung. Salah satu kegiatan belajar yang pernah mereka lakukan adalah melakukan perjalanan besar ke dua kota di Jawa Tengah pada Febuari 2014 lalu.
Ketika itu Jawa menjadi tema belajar mereka. Perjalanan perjalanan ini diikuti oleh oleh siswa dan siswi kelas delapan.
Menurut Andy Sutioso, Koordinator Utama Rumah Belajar Smipa, kegiatan berpetualang di Smipa selalu berganti tema setiap tahunnya. Terkhir tema yang mereka angkat adalah tema Jawa yakni Petualangan Bima Sakti dan Rorompok Kadeudeuh.
“Untuk tema Jawa, sejak awal kami sudah merancang untuk perjalanan petualangan. Dan kalau ditarik secara filosofi, hidup adalah sebuah perjalanan dan hidup juga sebuah petualangan,” katanya kepada Kabar Kampus, saat ditemui di Roemah Seni Sarasvati, Bandung, Minggu (15/6/2014).
Andy menambahkan, perjalanan besar yang dilakukan oleh siswa dan siswi kelas delapan ini juga dikaitkan dengan kehidupan ke-14 remaja tersebut. Menurut Andy, umumnya remaja-remaja berusia 13 tahun selalu ingin sendiri.
“Mereka kan anak-anak usia ABG, biasanya sudah tidak mau didampingi orang tua. Kemana-mana selalu inginnya sendiri atau bersama teman-temannya, kemudian jadilah petualangan ini,” imbuhnya.
Meskipun memberikan tantangan kepada siswa dan siswinya, untuk melakukan perjalanan selama lima hari lima malam di dua kota, Solo dan Jogja, Andy mengaku tidak melepaskan mereka begitu saja. Pihaknya bahkan melakukan kontak dengan beberapa komunitas yang ada di Jogja.
Selama delapan tahun sejak kelas pertama dimulai pada 2006, Rumah Belajar Smipa sudah melakukan kerjasama dan komunikasi dengan beberapa komunitas. Sebut saja Tobucil, Forum Harimau Kita, Kamera Lubang Jarum, Sahabat Kota, serta beberapa koumitas lainnya. Menurut Andy, koumitas-komunitas itu juga pada akhirnya menjadi guru para siswa dan siswi Smipa.
“Bukan hanya itu, semua orang bisa menjadi guru dari siswa dan siswi Smipa. Misalkan saja Pak Iwan, pekerjaannya di sekolah sebagai tukang kebun di sekolah. Tapi dia banyak berinteraksi dengan anak-anak, dia juga menjadi guru bagi mereka,” katanya.
Komunitas juga menjadi salah satu alasan kenapa area belajar mengajar tidak banyak dilakukan di dalam kelas. Selain itu, menurut Andy, kelas juga membuat batasan antara siswa dan guru menjadi sangat terlihat. Dengan melakukan banyak kegiatan di luar kelas, Andy dan seluruh pendamping Smipar berharap kreatifitas para siswanya bisa lebih tergali.
Meskipun begitu, bukan berarti Rumah Belajar Smipar tidak memiliki bangunan sekolah. Wujud bangunan tersebut ada dan berlokasi di daerah Pasteur, Bandung. Belajar di Smipar menuntut siswa dan siswinya belajar kurikulum holistik.[]