Ahmad Fauzan Sazli
YOGYAKARTA, KabarKampus – Jelang pelaksaaan Pemilihan Presiden 2014, black campaign aliaskampanye hitamramai membanjiri media sosial. Hal-hal yang mengarah kepada fitnah kepada dua pasang Capres dan Cawapres pun menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari.
Dr. Zuly Qodir, dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengatakan, black campaign dapat mempengaruhi psikologi masyarakat Indonesia dalam menentukan pilihannya nanti. Biasanya jika ada salah satu kandidat yang dijelek-jelekkan di media massa atau media sosial, kemudian kandidat tersebut tidak membalasnya, maka akan membuat masyarakat merasa simpati terhadap kandidat tersebut.
“Black campaign juga akan mempengaruhi pemilih pemula. Merekalah yang lebih sering menggunakan media sosial untuk melakukan interaksi,” kata Zuly.
Zuly menegaskan, keterpengaruhan pemilih pemula lebih cenderung dalam bentuk hasutan dari teman-temannya. “Misalnya, ketika ada kandidat yang dijelekkan kemudian orang tersebut akan merasa simpati, nah dari hasil simpatinya, mereka akan membagi informasi kepada teman-temannya,” ujarnya, seperti dilasir dari laman UNY, (12/06/2014).
Karena itu, Zuly menyarankan agar para pemilih bisa lebih selektif dalam membaca informasi atau berita dari masing-masing kandidat. Apalagi informasi dari Black campaign itu tidak terdidik dan akan membuat sistem demokrasi tidak beradap dan bermartabat.
Di sisi lain, Zuly menerangkan, kesiapan masyarakat untuk memilih calon presidennya ini sudah terlihat. Ia melihat antusiasme masyarakat dalam mencari informasi kandidat Capres dan Cawapres tahun ini sangat tinggi.
“Masyarakat saat ini sudah memiliki kesiapan dalam mengahadapi pesta demokrasi di bulan Juli mendatang. Namun, pilihan masyarakat lebih cenderung kepada emosional dari pada rasional. Mereka lebih melihat kepada ketertarikan atau merasa simpati kepada para kandidat yang menurut mereka bagus untuk dijadikan pemimpin 5 tahun kedepan,” ungkapnya.[]