Apa hubungan antara pelaut Makassar, penunggang unta Afghanistan dan aktifis HAM AS Malcolm X? Ketiga faktor ini adalah bagian dari sejarah Islam di kalangan warga Aborigin Australia.
Banyak yang tidak mengetahui bahwa penganut Islam pertama yang hadir di Australia datang sebelum koloni Inggris pada tahun 1788.
- Advertisement -
Pada sekitar tahun 1650an, nelayan beragama Islam dari Makassar sudah melakukan perjalanan rutin ke bagian utara Australia untuk mencari teripang guna membuat obat obatan dan memasak. Penduduk asli Ausralia juga sering berkelana ke Indonesia untuk bertukar tempurung kura kura, tembakau, dan barang lainnya.
Menurut Dr John Bradlet dariMonash University di Melbourne, hubungan dengan Makassar ini melambangkan hubungan internasional pertama yang dilakukan oleh Australia. “Mereka saling bertukar secara adil tanpa adanya diskriminasi rasial ataupun hukum berdasarkan ras,” katanya.
Warga Muslim dari Makassar dan Suku aborigin di Australia bertukar tidak hanya dalam bentuk barang, namun juga konsep religi.
“Di bagian timur laut Arnhem Land kita dapat mendapati kehadiran budaya Islam dalam bentuk lagu, lukisan, tarian, dan bahkan ritual pemakaman,” jelasnya.
Ahli bahasa juga mengatakan bahwa seruan ‘Allah’ atau beberapa doa yang ditujukan kepada ‘Allah’ juga terdengar dalam nyanyian warga Aborigin.
Pertukaran teripang antara orang Makassar dan Aborigin ini terus berjalan hingga abad ke 20 hingga peraturan pajak yang berat muncul pada tahun 1901. Terlepas dari itu, hubungan antara kedua pihak masih sering dirayakan di bagian utara Australia.
Selain itu, industri mutiara di daerah pesisir utara Australia juga melibatkan kontak antara penduduk asli Australia dengan penganut agama Islam. Pada penghujung abad ke 19, beberapa penduduk Melayu dari Asia Tenggara datang ke Australia untuk bekerja sebagai pekerja paksa pada usaha jual beli kerang mutiara. Kebanyakan dari orang Melayu ini juga menganut agama Islam yang kemudian saling bertukar budaya dengan penduduk lokal Australia.
Penunggang Unta Afghanistan
Di antara tahun 1860 dan 1930, lebih dari 4000 penunggang unta datang ke Australia. Kebanyakan berasal dari Afghanistan, India, dan Pakistan.
Kebanyakan orang ini memiliki peran penting dalam membuka jalan di daerah gurun dan menyalurkan berbagai macam suplai ke daerah terpencil untuk membantu pembangunan infrastruktur seperti jalur telegram.
Para penunggang unta ini membangun beberapa Masjid di bagian tengah Australia, dan banyak dari mereka melewati proses akulturasi budaya dengan suku lokal aborigin.
Raymound Satour, keturunan jauh dari penunggang unta Afghanistan ini kini hidup di Alice Springs.
“Ayah dari kakek saya adalah penunggang unta,” kata pria berumur 62 tahun ini. “Mereka memiliki unta mereka sendiri, lebih dari 40 unta. Di kereta unta inilah mereka bertemu dengan para penduduk aborigin yang ketika itu berkemah di semak semak.”
Industri ini sendiri berakhir pada tahun 1930an, ketika kendaraan bermotor mulai bermunculan. Dewasa ini, warisan dari penunggang Afghanistan ini adalah ratusan ribu unta liar yang berkeliaran di daerah gurun di Australia.
Warisan lainnya, tentunya, adalah komunitas keturunan Aborigin dan Afghanistan yang meskipun tidak selalu menganut agama Islam namun bangga akan budaya Islam yang mereka miliki.
Saudara Malcolm
Berdasarkan sejarah, orang Makassar, Melayu, dan Afghanistan memang menjadi penghubung utama warga Aborigin dengan Islam, namun di masa yang lebih modern ini banyak yang mengenal budaya Islam melalui inspirasi dari aktivis AS Malcolm X.
“Kamu tidak akan bisa menemukan orang Aborigin beragama islam yang tidak pernah membaca autobiografi milik Malcolm X,” kata Mohammed (namanya telah diganti), seorang Aborigin yang menjadi mualaf enam tahun lalu.
Malcom X adalah pemimpin gerakan HAM di AS dan seorang pemuka agama Islam. Setelah beberapa tahun dipenjara, dia menjadi anggota dari Nation of Islam dan menjadi salah satu pemimpin paling berpengaruh. Pada akhirnya, dia menentang ajaran dari Nation of Islam dan memilih aliran Sunni. Malcolm dibunuh pada tahun 1965.
“Perjalanan Malcolm sangatlah luar biasa,” kata Justin Agale, seorang warga Aborigin yang menjadi mualaf 15 tahun lalu. “Dia adalah seseorang yang amat tertarik pada keadilan sosial, namun juga sangat tertarik pada perjalanan spiritual menuju kebenaran.”
Mantan juara dunia Tinju Anthony Mundine adalah penganut Islam Aborigin paling terkenal di Australia. Mundine, 38, adalah anggota dari komunitas Aborigin Bundjalung dan berpindah ke Islam pada tahun 1999.
“Kami memiliki keyakinan, kami memiliki keyakinan pada yang mahakuasa, yang maha besar,” katanya. “Manusia bisa membuat rencana, namun hanya Tuhanlah yang dapat membuat rencana paling baik. Apabila Tuhan telah menakdirkanku untuk menjadi apa yang saya inginkan, maka tidak ada satu halpun yang bisa menghentikan rencana Allah.”
Hari ini, terdapat sekitar 1000 warga Aborigin yang mengaku menganut agama Islam, meningkat dari angka 600 pada sensus tahun 2001.
Mohammed, yang dulunya tuna wisma dan kecanduan alcohol, tertarik pada budaya Islam yang kemudian merubah hidupnya menjadi lebih baik. Kini dia telah bebas dari Alkohol selama enak tahun dan memiliki pekerjaan yang stabil.
“Ketika saya menemukan ajaran Islam, saat itu adalah pertama kalinya saya merasakan indahnya menjadi manusia,” katanya. “Sebelumnya saya merasa hidup saya hanya setengah setengah dan tidak pernah lengkap.”
Seperti banyak warga Aborigin yang hidup di kota, Mohammed merasa dipisahkan dari budaya aslinya. Dia menolak kritik yang mengatakan bahwa dia meninggalkan budaya aslinya dan cara hidup Aborigin.
“Dimana budaya saya?” katanya. “Budaya saya telah dipisahkan dari saya dua generasi yang lalu. Di New South Walesini, dimana budaya Aborigin berasal, saya tidak lagi memiliki praktik budaya.”
Bagi Mohammed, Justin Agale, Anthony Mundine, dan banyak warga Aborigin lainnya yang menjadi mualaf, Islam menjadi lambang positif dari perjalanan spiritual mereka.[]