BANDUNG, KabarKampus – Komite Perangi Korupsi (KPK) mempertanyakan tekad pemerintahan Jokowi dalam memberantas korupsi di Indonesia. Mereka menilai hingga 100 hari pertama pemerintahan Jokowi saat ini, belum terlihat statement yang jelas, kerangka program maupun arah kebijakan Jokowi dalam memberantas korupsi.
Furqan AMC, aktivis KPK mengatakan, ada beberapa catatan penting yang menjadi dasar evaluasi publik atas keseriusan Jokowi memerangi korupsi. Alasan tersebut antara lain, masih belum terpenuhinya harapan publik pada pembentukan Tim Anti Mafia Sektor Migas, yang masih terkesan pencitraan dan lemah secara institusi, peran maupun kelembagaan
Selain itu, kata Furqan, pengangkatan Jaksa Agung dari kalangan partai, meningkatkan sinyalemen di mata publik bahwa penguasa masih mengunakan aspek hukum untuk menghantam lawan lawan politik. Begitu juga dengan masih tingginya jumlah pejabat publik, baik di pusat maupun daerah yang terlibat dalam berbagai skandal korupsi.
“Ini menunjukan masih lemahnya aspek pencegahan, rendahnya efek jera dan ringannya ancaman hukuman bagi para pelaku korupsi,” jelas Furqan, Selasa, (09/12/2014).
Selanjutnya menurut Furqan, alasan lainnya adalah masih banyaknya aparat penegak hukum baik dari kejaksaan, kepolisian maupun kehakiman yang terlibat dalam berbagai kasus korupsi maupun pelanggaran susila. Ini menunjukan masih perlu dibenahinya dan diperkuatnya kelembagaan penegak hukum tersebut dalam sistem Integritas yang lebih terukur.
Oleh karena itu, terang Furqan, melihat begitu kompleksnya masalah korupsi di Indoensia serta ancaman kerusakan yang ditimbulkannya. Sudah sewajarnya jika publik menagih keseriusan pemerintahan dalam pemberantasan korupsi, sebagai bagian dari komitmen pemerintah untuk mensejahterakan rakyat, meningkatkan pelayanan publik, dan mencukupi hajat hidup orang banyak.
“Untuk itu kami, Komite Perangi korupsi (KPK) pada hari ANTI KORUPSI sedunia Ini, mendesak kepada pemerintahan Jokowi untuk menyatakan perang secara terbuka kepada seluruh jaringan Mafia. Terutama di sektor Mineral dan Gas, Kelautan dan Perikanan, Tanah dan Property, Perbankan dan Pajak, Kehutanan dan Pertanian, Pangan dan Tranportasi,” tegas Furqan.
Selain itu, kata Furqan , mereka juga mendesak kepada pemerintahan Jokowi untuk memberi tenggat waktu kepada jaksa Agung untuk membongkar dan membuka seluas-luasnya akses bagi publik dalam penyelesaian Skandal BLBI, Bis Tras Jakarta, Sonangol, E-KTP dan Petral dalam 6 (enam) bulan dari hari ini. Selain itu, mereka juga menolak dengan tegas digunakannya “politik hukum” yang berpihak pada kekuasaan.
Tak hanya itu, menurut Furqan, mereka juga mendesak Jokowi untuk memperkuat sistem rekrutmen dan pengawasan internal yang ketat pada institusi penegak hukum seperti: Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman guna membangun aparat Negara yg lebih professional, trasparan dan akuntabel. Dan mendesak disegerakannya program revolusi birokrasi dan revolusi prosedural serta sistem integritas nasional secara lebih terukur dan menyeluruh.[]