More

    Seni Foto Kontemporer Asal China Dipamerkan di Melbourne

    ABC AUSTRALIA NETWORK
    Ning Pan

    Karya foto berjudul 'Yejiang', karya Yang Fudong. FOTO : ACMI
    Karya foto berjudul ‘Yejiang’, karya Yang Fudong. FOTO : ACMI

    Yan Fudong adalah salah satu seniman foto asal China yang paling berpengaruh dan produktif. Pameran hasil karyanya kini tengah digelar di gedung ‘Australian Centre for the Moving Image’ (ACMI), di Melbourne.

    Yang Fudong, yang berbasis di Shanghai, terkenal akan karya fotonya yang surealis, seperti dunia mimpi, dan seringkali bernuansa hitam-putih. Ia masuk ke panggung seni internasional di tahun 2002 dan membuat debut-nya di ajang ‘Venice Biennale’ setahun kemudian. Sejak saat itu, karya Yang diakui dunia.

    - Advertisement -

    Ulanda Blair, kurator pameran seni Yang Fudong: Filmscapes di gedung ACMI, mengatakan, karya Yang sangat mengena di hati para pengunjung.

    “Ia mengangkat isu universal seperti keterasingan, identitas, dan kebebasan dari keyakinan yang salah. Ia seniman yang sangat bertalenta,” pujinya.

    Yang dilahirkan di Beijing pada tahun 1971, ketika Revolusi Budaya di China tengah berlangsung. Ia adalah putra dari seorang tentara, sehingga sebagian besar masa kecilnya dihabiskan di balik dinding markas militer.

    “Saat itu, buatku, adalah surga kebebasan yang terisolasi. Anak-anak bermain bersama-sama tiap hari, seperti halnya tentara…kami bermimpi menjadi tentara ketika dewasa nanti. Itu adalah saat yang paling membahagiakan dalam hidup saya,” cerita Yang.

    Setelah lulus SMA, Yang belajar melukis dengan cat minyak di Hangzhou, sebuah kota yang terkenal akan keindahan alamnya dan tempat berkumpulnya para penulis, pujangga dan intelektual China. Hangzhou-lah tempat di mana Yang Fudong menemukan ‘surga kebebasan’ keduanya – yang kali ini berbentuk seni.

    “Saya meninggalkan Beijing dan belajar di Akademi Seni China, yang jauh dari rumah. Saya mulai belajar hidup dan berpikir secara mandiri. Hidup saya tak lagi terisolasi. Saya memutuskan untuk menjalani alur hidup saya begitu saja, tak berpikir seperti apa masa depan saya nanti. Bagi saya, ‘surga kebebasan’ seperti ini, perasaan ini, masa depan yang tak menentu ini sungguh menarik,” ungkapnya.

    Karya Yang Fudong tak asing bagi Australia. Ia telah memamerkan instalasi seni tunggal di ajang ‘Asia Pacific Triennial’ di Brisbane pada tahun 2006; di ‘Sydney Biennale’ tahun 2010 dan di ‘Sherman Contemporary’ di Sydney pada tahun 2011. Meski demikian, pameran terbarunya di ACMI pertama kalinya menandakan karya beragam Yang Fudong yang dipamerkan di Australia, termasuk karyanya yang populer ‘7 Intelektual di Hutan Bambu, Ye Jiang, Malam Kelima dan Timur Desa Que’.
    Kurator Ulanda Blair mengatakan, karya Yang benar-benar memiliki simbol yang tajam.

    “Karya Yang Fudong sangat misterius, sangat penuh teka-teki. Bagi banyak pengunjung asal negara Barat, karya Yang mungkin saja tak bisa dipahami. Tapi beberapa simbol yang digunakan Yang dalam karyanya bersinggungan dengan pengunjung dari manapun – bahkan jika mereka memiliki makna yang berbeda atau lebih spesifik ketimbang pengunjung asal China,” jelasnya.

    Bagi Yang Fudong, bukan bagaimana karyanya akan diinterpretasi namun pemikiran terbuka para pengunjung adalah yang terpenting.

    “Pengunjung adalah sutradara kedua. Mereka bisa memilih dan menilai karya saya semau mereka dan menggunakan mata serta hari mereka untuk mengkaji dan menyunting ulang karya itu,” ujarnya.

    Yang menambahkan, “Karya seni dari Timur tak hanya tentang sesuatu yang indah, cantik…di Barat, banyak orang memiliki penilaian stereotip terhadap selera estetik dari karya oriental. Mereka memiliki standar yang baku. Kemudian menerapkannya ke setiap karya. Saya tak sepaham. Ada banyak perubahan dalam karya seni kontemporer di China. Saya pikir, para pengunjung dari berbagai negara seharusnya lebih toleran.”

    Berlawanan dengan karya fotonya yang bernuansa lembut, karir Yang justru berjalan cepat. Ia telah menggelar 28 pameran tunggal di seluruh dunia serta belasan pameran bersama sejak tahun 2003. Mulai dari karyanya yang berjudul An Estranged Paradise hingga No Snow on the Broken Bridge, karya Yang Fudong mengeksplorasi psikologi generasi muda yang tengah mencari arti di dunia moderen ini. Menyebut dirinya ‘masih muda’, Yang memiliki nasehat bagi para seniman baru yang berbakat.

    “Menjadi muda itu memiliki sebuah kekuatan spritual, yang sangat saya hargai. Kini, banyak seniman muda China muncul ke panggung internasional dengan sangat cepat, dan mereka juga membuat karya yang sangat luar biasa. saya yakin, seniman muda China akan lebih baik, tapi sangat penting bagi mereka untuk menghargai pemikiran, kepribadian dan perilaku mereka sendiri di tengah-tengah kehidupan dan dunia ini,” sarannya.

    Pameran Yang Fudong: Filmscapes adalah bagian dari ‘China Up-Close’, sebuah program 3 bulan yang fokus pada budaya China kontemporer seperti film, dialog, perkuliahan dan workshop di ACMI. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here