Permainan tradisional anak-anak saat ini sudah jarang ditemui. Sebut saja permainan pletokan khas betawi.
Pletokan merupakan senjata mainan yang terbuat dari bambu yang pelurunya terbuat dari kertas. Bila ditembakkan akan berbunyi “pletok”.
Nah, permainan tradisional ini hadir dalam film “Mak Cepluk” garapan Wahyu Agung Prasetyo, mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Film pendek “Mak Cepluk” menceritakan sekelompok anak Sekolah Dasar yang sedang bermain pletokan di tanah kosong. Kemudian dalam cerita film, anak-anak yang bermain pletok juga menggunakan gadget sebagai alat komunikasi mereka.
Permainan pletokan biasanya dimainkan oleh anak laki-laki berusia 6 – 13 tahun. Permainan ini seperti permainan tembak-tembakan atau perang-perangan.
Menurut Wahyu, latar belakang ide film ini karena keprihatinannya terhadap permainan tradisional, khususnya pletokan. Karena perkembangan teknologi gadget, pletokan semakin ditinggalkan oleh anak-anak.
“Miris ketika permainan tradisional terkikis dengan adanya perkembangan gadget yang saat ini semakin berkembang dengan pesat di Indonesia. Sekalipun bukan menolak perkembangan teknologi tersebut,” katanya.
Namun, kata Wahyu, permainan tradisional juga tak selayaknya hilang karena terkikis oleh perkembangan teknologi. Justru dengan adanya perkembangan teknologi itulah, permainan tradisional seharusnya bisa tetap terjaga dan bisa tetap dikenal hingga generasi berikutnya.
Wahyu menambahkan, mereka memilih untuk memproduki film dengan mengkolaborasikan permainan tradisional pletokan dengan gadget, karena menurutnya penggunaan permainan tradisional dan gadget itu sendiri dapat menjadikan anak-anak tidak akan lupa dengan budaya tradisionalnya. Selain itu, mereka juga akan tetap mengikuti perkembangan zaman.
“Cara kami mengkolaborasikan permainan tradisional pletokan dengan gedget ini dengan cara menjadikan gadget tersebut sebagai alat komunikasi mereka. Jadi, anak-anak yang sedang bermain pletokan itu bisa saling memberikan informasi pada teman satu timnya yang lain,” kata Wahyu.
Dengan demikian, lanjut Wahyu, kalau ada teman timnya yang semisal diikuti oleh lawan mainnya atau sudah terkena tembak oleh lawan mainnya. Maka mereka akan memberitahu temannya tersebut melalui gadget itu, baik itu dengan cara mengirimkan pesan di aplikasi BBM atau Line,” paparnya.
Film yang diproduksi bulan Mei 2014 ini telah diluncurkan pada Oktober 2014 lalu dan berhasil mendapatkan berbagai penghargaan, seperti Nominasi Film pendek terbaik Pekan Film Yogyakarta 2014, meraih Best Picture Winner Algorythem UGM 2014, Official Selection Psychofest 2014, Out of Competition XXI Short Film Festival 2015, Official Selection Malang Film Festival 2015, Ide Cerita Terbaik Festival Film Indie Lampung 2015, dan saat ini masuk nominasi dalam Festival Taman Film Bandung yang diselenggarakan pada tanggal 10 – 16 Mei 2015.
Wahyu juga mengatakan bahwa keberhasilan film Mak Cepluk tersebut tidak terlepas dari kerja keras rekan-rekan Cinema Komunikasi UMY (CIKO), yang merupakan salah satu Badan Semi Otonom (BSO) di Jurusan Ilmu Komunikasi UMY.
“Kerja keras teman-teman dalam memproduksi Film ini sangatlah besar, tanpa kerja keras mereka mungkin film ini tidak akan berhasil seperti saat ini. Kedepannya, kami berharap bisa mengikuti Festival Film Internasional, sekaligus memperkenalkan permainan tradisional yang dimiliki oleh Indonesia kepada dunia,” tutupnya.[]