BANDUNG, KabarKampus – Setelah tidak aktif lagi bekerja di pemerintahan di era Presiden Susilo Bambang Yudoyono, Dino Patti Djalal, saat ini tengah sibuk mengkampanyekan internasionalisme. Hal itu dilakukannya agar orang Indonesia tidak memiliki nasionalisme yang sempit.
Menurutnya, kampanye internasionalisme itu penting, agar apa yang menjadi mimpi dan cita-cita bangsa Indonesia menjadi negara raksasa di Asia dan negara ekonomi kelima besar dunia tercapai. Karena untuk mencapai hal tersebut tidak cukup hanya dengan nasionalisme.
“Kita merasa nasionalisme saja sudah cukup. Nasionalisme saja baru setengah dari harapan. Ngga akan lengkap tanpa digabung dengan internationalisme,” kata Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika 2010 – 2013 ini dihadapan mahasiswa dalam diskusi Sumpah Pemuda yang digelar BEM Unpar di Aula Pemkot Bandung, Senin, (26/10/2015).
Menurut Dino Patti Djalal, internasionalisme bukanlah pengertian ideologis. Namun sebuah kemampuan suatu bangsa untuk secara cerdik membaca peta dunia dan memanfaatnya untuk kepentingannya sendiri. Hal itu karena setiap negara punya sumber daya yang besar.
“Dan kita mengetahui hanya dua, yaitu Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam. Dan yang belum diketahui adalah adalah sumberdaya global, yaitu sumber daya yang ada di luar Indonesia,” kata lulusan Universitas Carleton, Amerika ini.
Ia menuturkan, sumber daya tersebut memang bukan milik kita, namun bisa membuat kita kuat. Seperti diasporanya, pasarnya, teknologinya, pendidikan, pengetahuan, goodwill dan lain sebagainya.
“Inilah sumber daya global yang kalau kita tahu petanya. Bisa membuat Indonesia benar-benar maju. Perbedaannya bukan saja membua ekonomi Indonesia tumbuh empat persen tapi tumbuh hingga delapan persen.
Jadi menurut Dino Patti Djalal, musuh kita saat ini adalah semangat anti asing dan nasionalime yang sempit. Karena yang bisa memajukan Indonesia selain nasionalisme juga smart internasionalisme.[]
