Besarnya sampah plastik yang dihasilkan kota Surabaya, mendorong mahasiswa teknik lingkungan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) meneliti cara pengolahan sampah lewat metode pirolisis.
Metode ini merupakan cara mengolah sampah ramah lingkungan dengan menentukan pengaruh jenis bahan dan suhu, serta kemampuannya mereduksi sampah dengan melakukan pemanasan tanpa adanya oksigen. Melalui cara ini material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas.
Adalah Rizka Fauzia Putri, Eka Kristilia, Intan Rahmawati, Nalurika Muji, dan Fauziah Raya Shinta yang meneliti cara pengolahan sampah dengan metode ramah lingkungan pirolisis. Pada penelitiannya, mereka menggunakan sampel sampah biomassa yang terdiri dari sabut kelapa, ranting kayu, dan batok kelapa. Sementara untuk sampah plastik sendiri, mereka memilih jenis yang banyak ditemukan di masyarakat yakni PET, PP, dan HDPE.
“Mengolah sampah dengan metode pirolisis ini sama sekali tidak menghasilkan limbah. Justru lebih dari lima puluh persen berupa energi dalam bentuk gas, arang, dan minyak,” ujar Rizka.
Menurutnya, energi yang didapatkan dari hasil metode pirolisis ini dapat dijadikan sebagai bahan bakar. Hal tersebut tergantung dengan berapa nilai kalor dari setiap gas, arang, dan minyak sehingga memenuhi karakteristik sebagai bahan bakar.
“Contohnya arang, nilai kalornya harus lebih dari 4500 kilo kalori per kilogram, sehingga bisa digunakan sebagai bahan bakar. Namun kami belum menganalisa potensi bahan bakar tersebut lebih jauh,” tambah wanita asal Depok ini.
Dalam prosesnya selajutnya, metode ini menggunakan reaktor listrik tanpa oksigen untuk pemanasan. Pada setiap sampel yang akan diuji dalam reaktor, masing-masing memiliki perlakuan suhu yang berbeda.
Rizka menjelaskan, suhu yang cocok akan mempengaruhi banyaknya sampah yang nantinya tereduksi. Suhu optimum yang cocok dari setiap jenis sampah diperoleh dengan cara menentukan hasil volatil karbon padatnya.
Kemudian Rizka menambahkan, proses penelitian yang dilakukan selama dua bulan tersebut diakuinya tidak berjalan mulus. Reaktor yang digunakan sempat mengalami kebocoran, sehingga dirinya kesulitan mengatur waktu agar tidak ada orang lain yang masuk ke dalam laboratorium.
“Sempat bingung, akhirnya ganti silk yang baru. Dan keadaan laboratorium harus kosong, takutnya banyak orang terpapar akibat dioksin dari kebocoran reaktor,” ceritanya.
Namun Rizka dan rekan-rekannya sangat bersyukur, karena dengan melakukan kegiatan ini dapat meningkatkan semangat penelitan yang kini mulai pudar di kalangan mahasiswa. Ia berharap, semoga teknik pirolisis ini dapat digunakan dalam skala besar di Surabaya, terutama sampah plastik yang sulit diuraikan.
“Hal ini tentunya terbukti dengan potensi reduksi 92 persen dalam mengurangi sampah,” pungkasnya.[]