RIZKI IRWANSYAH
Warung makan kerap menjadi sasaran aksi anarkis yang dilakukan oleh organisasi massa maupun pemerintah kota pada saat bulan Ramadan.
Ini terjadi ketika aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemerintah Kota Serang-Banten melakukan razia warteg milik Ibu Eni. Alasan Satpol PP, membuka warung makan pada siang hari pada bulan Ramadhan telah melanggar aturan larangan. Sehingga dengan gagah berani dan menegakkan amar maaruf nahi mungkar, semua makanan itu akhirnya disita Satpol PP.
Kejadian itu mendapatkan respon luar biasa dari publik. Tentu saja responnya menyayangkan tindakan Satpol PP Pemkot Serang-Banten. Tindakan itu mengatakan, Ibu Eni sebagai penjual makanan telah menganggu kekhusyukan umat Islam menjalankan ibadah shaum Ramadan.
Pemerintah & MUI Kota Serang Harus Cerdas!
Bersikap toleran atau menghargai merupakan suatu tindakan yang sudah seharusnya menjadi dasar pemikiran masyarakat Indonesia. Mengingat Indonesia merupakan negara pluralis. Selain itu menegakkan toleransi sebagai wujud nyata dari semboyan bangsa Indonesia yakni Bhineka Tunggal Ika.
Tanpa adanya sikap toleransi bangsa Indonesia dengan masyarakatnya yang dari berbagai macam suku dan budaya, akan sulit untuk menjadi masyarakat yang satu, kuat dan rukun.
Mengingat pentingnya sikap toleransi itu maka Pemkot Serang kurang arif dengan menerbitkan aturan larangan membuka warung makan pada siang hari di bulan ramadhan dengan alasan “menghargai orang yang berpuasa”.
Alangkah sempitnya pemahaman toleransi yang dipahami Pemkot Serang dan MUI kota Serang. Disini saya meminta maaf atas kelancangannya menulis sempitnya pemahaman Pemkot dan MUI mengenai toleransi.
Hanya saja, saya ingin menekankan kepada yang bersangkutan bahwa, untuk menghormati orang yang sedang puasa, tidak harus dengan melarang warung makan buka di siang hari. Penulis menilai tidak hanya orang berpuasa yang harus diperhatikan dan dihormati. Orang yang tak berkewajiban atau lagi tidak berpuasa pun harus tetap dihormati.
Mereka yang tidak beragama Islam tentu membutuhkan makan pada siang hari. Andai saja warung makan dipaksa tutup karena aturan Pemkot, betapa kesulitannya mereka yang tidak berpuasa mencari makanan.
Tentu bukan mereka yang tidak beragama Islam saja yang tidak menjalankan ibadah puasa, bisa saja orang Islam yang memang tidak diwajibkan untuk berpuasa seperti saat sakit, ibu menyusui, anak-anak, orang yang terganggu jiwanya.
Selain itu, warung makan yang buka disiang hari juga memberikan hal yang positif bagi mereka yang berpuasa, yakni dapat menguji kekuatan iman mereka dalam menjalankan ibadah puasa, menjadi berkah tersendiri bagi umat muslim yang dapat melewati cobaan dalam melaksanakan ibadahnya.
Tindakan yang cenderung represif tanpa memperhatikan pentingnya menghormati satu sama lain mengambarkan bahwa Pemerintah Kota Serang kurang memaknai makna toleransi yang baik.
Adanya sikap toleransi karena semua tak selalu sama, kita tak selalu seirama, Indonesia adalah negara plural. Sehingga pahamilah perbedaan ini dengan keindahan, yang diisi oleh limpahan kasih sayang.[]
Penulis adalah Mahasiswa UIN Syarif Hidayatulllah Jakarta