NATALIA OETAMA
Buku setebal 276 halaman ini berisi cerita-cerita pendek yang diramu dengan begitu memikat oleh Agus Noor. Judul “Cerita Buat Para Kekasih” yang terdengar sensual dan penuh misteri dirasa pas dengan isu-isu yang ingin diangkat. Ada 31 kisah penuh fantasi, dibungkus dengan satir dan mampu membuatmu terusik atau bergidik
Salah satu cerita yang sampai sekarang tak mampu hilang dari kepala saya, cerita tukang pijat yang berkeliling kampung setiap jumat malam. Dikisahkan tukang pijat ini memotong sendiri tangannya yang pernah dipaksa memakan tahi di Pulau Buruh. Dengan cara itu pula jari-jarinya menjadi bermata dan mampu memijat dengan hebat.
Cerita tentang kunang-kunang yang berasal dari kuku orang mati juga mau tak mau akan membuat saya bertanya-tanya. Apa benar binatang kecil yang berbinar itu sebenarnya memendarkan sebagian arwah?
Diselipkan juga sentilan tentang politik, matinya seorang demonstran. Cerita tentang aktivis yang dibiarkan mengantung, seorang pecundang yang namanya diabadikan menjadi nama jalan lalu ditutup dengan kalimat satir, memang pecundang sering kali lebih beruntung.
Ada juga cerita manis tentang iring-iringan pengantin kecil yang membuat malaikat terbuai. Kisah cinta dua insan yang dipisahkan oleh keyakinan namun disatukan oleh cinta. Isu sensitif tentang agama ini dibungkus rapi menjadi beberapa cerita pendek yang sambung menyambung. Ringan namun punya pesan yang ingin disampaikan.
Perempuan berkuteks merah dengan segala rahasia kecilnya, seorang suami yang mengawetkan istrinya di dalam akuarium, seorang penyair yang jatuh hati dengan telepon gengamnya. Membaca buku ini seperti mendengar dogeng. Sebagian mampu kamu mengerti langsung, sebagian lainnya membuatmu terpukau tanpa mengerti maksud aslinya.
Kisah-kisah tersebut seperti akar-akar kecil yang menjalar di kepala tanpa kamu sadar. Membawamu jauh terpekur dengan permainan kata dan alur cerita yang memukau dan sering kali penuh kejutan di tiap tikungan.
Jika boleh saya menyimpulkan, buku ini berisi semua keprihatinan dan isu-isu yang membuat penulis merasa terusik lalu menenunnya menjadi cerita-cerita pendek yang lebih mudah dinikmati tanpa kehilangan esensi dan kepedulian asalnya.
“Jadi menurutmu siapa yang lebih berbahaya? Penipu atau penyair?”
“Entahlah..” kau menatapku. “Aku hanya merasa, diantara spesies penulis, penyair adalah makhluk yang paling berbahaya, karena menguasai kata-kata. Aku percaya, kata-kata memang senjata paling berbahaya”
Semoga setelah membaca buku ini kamu bisa mendapatkan jawabnya, tapi tentu tak ada kepastian untuk itu. Seperti halnya dogeng, hanya penulis dan Tuhan yang tau keaslian dari cerita-cerita berbahaya ini. Saya janji kisah yang ditawarkan akan membuatmu penuh dengan fantasi. Liar? Silahkan jawab sendiri. []