
IMAN HERDIANA
BANDUNG, KabarKampus-Pembangunan di Kawasan Bandung Utara (KBU) kian
gencar. Kawasan zona hijau ini pun rusak atas nama pembangunan. Apa yang harus dilakukan mahasiswa?
Hal itu terungkap dalam diskusi berjudul “Problem dan Solusi Untuk Masa Depan Kawasan Bandung Utara (KBU), KBU: Berkah atau Malapetaka?” Diskusi digelar oleh Badan Pengurus Pusat Ikatan Mahasiswa Angkatan Muda Siliwangi (AMS) di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Rabu (18/01/2017).
Aceng, peserta diskusi yang juga Ketua Aliansi Masyarakat Bandung Utara (Ambu), mengatakan peran pemerintah dalam mengurus KBU sangat lemah.
KBU berada di bawah empat pemerintahan, yakni Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pemberi rekomendasi terhadap pembangunan. Sedangkan perizinan ada di bawah Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, dan Pemerintah Kabupaten Bandung.
Meski ada empat pemerintahan, Aceng menilai, peran mereka lemah dalam mengendalikan KBU. “Peran pemerintah hanya memberi izin saja,” ujarnya.
Bagi pengusaha atau investor, izin sama dengan penjarahan. KBU sebagai penyangga lingkungan cekungan Bandung, antara lain sebagai resapan air, dibabat. Malapetaka banjir yang terjadi di Jalan Pasteur dan Pagarsih yang menghanyutkan mobil-mobil, diduga kuat penyebabnya masifnya pembangunan di KBU.
Aceng mengatakan, pemberian izin maupun rekomendasi seharusnya diikuti dengan kontrol pemerintah di lapangan. “Ternyata tak ada kontrolnya. Saya yakin ada oknum yang bermain,” katanya.
Ia juga melihat peranan DPRD Jabar maupun DPRD Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan KBB sepi-sepi saja. “Dewan belum hadir di KBU.”
Kalaupun ada Peraturan Daerah (Perda) No 1/2008 tentang KBU yang baru
direvisi, dinilai tak berdaya di lapangan.
Peran masyarakat, kata dia, sebenarnya sudah kompak. Ambu sendiri organisasi yang didirikan di Desa Mekarsaluyu, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, rajin melakukan demonstrasi. Organisasi ini didirikan Acil Bimbo, tokoh Sunda yang juga biduan band religi Bimbo.
“Tapi kami hanya bisa berteriak-teriak,” ucap Aceng. Ia menyambut baik diskusi yang digelar Ikatan Mahasiswa AMS.
Menurutnya, semua elemen masyarakat harus bersatu dalam menyikapi persoalan KBU. Mahasiswa dan masyarakat harus solid. Masalah KBU harus disikapi secara keroyokan, tak bisa sendiri-sendiri.
“Mari bergandengan. Cuma masalahnya belum gayung bersambut dengan di atasnya,” katanya.
Ia berharap, bersatunya elemen masyarakat dan mahasiswa mampu menekan pemerintah daerah maupun DPRD-nya. Sehingga ada visi yang sama soal penyelamatan KBU.
Langkah pertama untuk visi tersebut, kata dia, pebangunan di KBU harus dimoratorium, lalu dilanjutkan dengan audit lingkungan. Audit lingkungan penting untuk mengetahui daerah mana saja di KBU yang masih bisa dibangun dan sudah tidak boleh dibangun.
Tanpa persatuan elemen masyarakat, KBU yang sebenarnya berkah alam akan berubah menjadi malapetaka seperti banjir yang menimpa Pasteur dan Pagarsih 2016 lalu. []






