YOGYAKARTA, KabarKampus – Kampus dinilai memiliki peluang mencegah tindak pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Yogyakarta. Caranya adalah membangun perspektif masyarakat.
“Kampus adalah lembaga yang memiliki tugas mendidik masyarakat, bukan hanya pada mahasiswa saja. Salah satunya soal kebebasan beragama, hidup toleransi, dan mendorong perdamaian,” ujar Agnes Dwi Rusjiyati, Koordinator Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), dalam diskusi di Yogayakarta, Kamis (27/04/2017).
Ia menyebutkan, ada beberapa kampus di Yogyakarta memiliki program studi pengembangan perdamaian. Misalnya di UGM yang memiliki program pascasarjana studi Agama dan Lintas Budaya. Kemudian di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terdapat Studi Agama dan Resolusi Konflik dan di Universitas Sanata Dharma terdapat jurusan S2 ilmu Religi dan Budaya.
“Akademisi memiliki tugas memperbaiki perspektif di masyarakat. Jadi keilmuannya selama di perkuliahan dipublikasikan untuk mencerdaskan masyarakat,” ujarnya.
Terkait kebebasan berkreasi, Agnes menambahkan, selama ini kelompok intoleran sering mengebiri kegiatan akademik. Sejumlah kegiatan kampus pernah dibubarkan karena desakan ormas, misalnya pemutaran film dan diskusi hasil penelitian ilmiah.
Berdasarkan catatan ANBTI, sejak tahun 2011 hingga 2016 tingkat pelanggaran Kebebasan Beragama dan berkeyakinan di Provinsi Yogyakarta terus meningkat. Catatan terakhir, pada 2016 terjadi 21 kasus pelanggaran Kebebasan Beragama dan berkeyakinan di Provinsi Yogyakarta
“Kasus kekerasan atas nama agama yang berkaitan dengan Kebebasan Beragama dan berkeyakinan terus mengalami peningkatan jumlahnya,” ujar
Agnes menjelaskan, kasus tindak pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan terjadi di Kabupaten Gunungkidul, Bantul, Sleman, dan kota Yogyakarta. Pelanggaran yang terjadi di Gunungkidul, seperti pengusiran Pendeta Agustinus, penutupan Gereja Pantekosta di Indonesia (GpdI) Semanu dan Gereja Pantekosta di Indonesia (GpdI) Playen, penutupan atas Gereja Kemah Injili Indonesia (GKII) Widoro, dan lain-lain.
Di Kabupaten Bantul terdapat beberapa kasus tindak pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan antara lain penutupan pondok pesantren Waria Al-Fattah di Dusun Celenan, Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Bantul. Sedangkan di kota Yogyakarta pernah terjadi pembubaran pemutaran film sejarah yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta.
Berdasarkan data milik The Wahid Institute (kini Wahid Foundation) pada 2014, yang menyebutkan Yogyakarta menjadi provinsi intoleran kedua setelahJawa Barat. Dari total 154 kasus intoleransi serta pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia, tercatat sepanjang tahun 2014 ada 21 kasus terjadi di Yogyakarta.[]