Willy Mukti

BANDUNG, KabarKampus – Perkembangan Teknologi Informasi dewasa ini, seharusnya memberi kemudahan kepada kaum perempuan untuk mendapatkan pengetahun yang lebih baik. Namun kenyataannya, kekerasan terhadap perempuan justru banyak terjadi melalui teknologi informasi.
Hal ini diungkapkan Sarah Dwi Julianti, Alumni Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Prodi Pendidikan Sosiologi dan juga Pengurus Korps Puteri PMII Kota Bandung. Pernyataan Sarah ini merespon 113 tahun perjuangan Kartini di era teknologi Informasi.
Menurut Sarah, saat ini kekerasan terhadap perempuan semakin kompleks. Tingkat kekerasannya pun beragam, bahkan perkembangannya lebih cepat dari kemampuan Negara merespons hal tersebut.
“Persoalan perempuan saat ini tidak hanya perempuan yang masih tidak mendapatkan pendidikan, diskriminasi, kekerasan seksual, poligami, rendahnya upah perempuan yang bekerja di luar negeri namun di era milenium ini telah berkembang kekerasan terhadap perempuan dengan memanfaatkan akses teknologi atau yang kerap dikenal sebagai cyber crime,” kata Sarah, Jumat, (21/04/2017)
Sarah menjelaskan, kekerasan melalui dunia maya tersebut beragam, mulai dari pembunuhan karakter, prostitusi online hingga pelecahan seksual. Hal tersebut memiliki dampak trauma jangka panjang terhadap korban.
“Sementara aspek perlindungan hukum yang belum cukup memadai,” ungkapnya.
Sarah membagi pelaku kekerasan terhadap perempuan dalam dunia maya ini menjadi tiga. Pertama, pelaku ranah personal adalah orang yang memiliki hubungan darah (ayah, kakak, adik, paman, kakek), kekerabatan, perkawinan (suami) maupun relasi intim (pacar) dengan korban. Kedua, ranah komunitas jika pelaku dan korban tidak memiliki hubungan kerabat, darah ataupun perkawinan.
“Bisa jadi pelakunya adalah majikan, tetangga, guru, teman sekerja, tokoh masyarakat, ataupun orang yang tidak dikenal,” ungkapnya.
Kemudian, ketiga adalah ranah negara, artinya pelaku kekerasan adalah aparatur negara dalam kapasitas tugas. Termasuk di dalam kasus di ranah negara adalah ketika pada peristiwa kekerasan, aparat negara mengakses teknologi namun tidak berupaya untuk menghentikan atau justru membiarkan tindak kekerasan tersebut berlanjut.
Oleh karena itu, dalam memperingati Hari Kartini ini, Sarah pun mengajak kepada seluruh perempuan Indonesia untuk meminimalisir cyber crime terhadap perempuan tersebut. Caranya adalah dengan mengoptimalisasi perkembangan teknologi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bukan untuk mengumbar hal – hal yang bersifat pribadi.
“Dengan itu dirasa mampu akan mencegah seseorang berbuat kurang baik terhadap perempuan,” tegasnya.[]