BANDUNG, KabarKampus – Persaudaraan Korban Napza (PKN) Bandung melihat kasus kepemilikan ganja penyanyi rap Iwa K memenuhi syarat rehabilitasi.
Iwa K yang ditangkap karena membawa tiga linting ganja dinilai sebagai pengguna, bukan pengedar.
Berat ganja yang dibawa Iwa K sesuai dengan aturan rehabilitasi yang ada pada Surat Edaran MA (Sema) No.3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.
Koordinator PKN Bandung, Wan Traga Duvan Baros, mengatakan pihaknya terus memantau kasus Iwa K, khusunya metode rehabilitasi yang nantinya akan diberikan.
Rehabilitasi terdiri dari dua metode rawatan, yaitu rawat inap atau rawat jalan. Menurutnya, bagi masyarakat awam, rehabilitasi rawat inap dinilai sebagai kurungan.
“Metode rawatan apakah yang akan di berikan jika seseorang yang memiliki pekerjaan seperti Iwa K, rawat inap ataukah rawat jalan,” katanya, kepada KabarKampus, Minggu (30/04/2017).
Maka, PKN Bandung menyarankan, tim assessment untuk mempertimbangkan agar Iwa K cukup mendapat rawat jalan saja.
“Nah, bagaimana dengan orang yang menggunakan hanya pada situasi tertentu seperti Iwa K, mungkin saat mencari inspirasi atau just for fun saja,” katanya.
Jangan sampai, kata dia, seseorang yang kreatif seperti Iwa K dirugikan dengan aturan yang ada dalam rehab itu sendiri. “Karena masih ada metode perawatan yang lain selain rawat inap,” kata dia.
Ia lebih setuju jika pengguna narkotika jenis ganja seperti Iwa K mendapat hukuman berupa kerja sosial.
“Kerja sosial dalam bidang apa saja, yang penting dia bisa membantu orang lain selama menjalani masa hukumannya,” katanya.
Sebagaimana ramai diberitakan, Iwa K ditangkap polisi di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Sabtu (29/04/2017). Ia ditangkap petugas lantaran kedapatan membawa tiga linting ganja.
Kasus tersebut menambah datar pesohor yang terjerat narkoba. Sebelumnya, pedangdut Ridho Rhoma juga ditangkap atas kepemilikan sabu, 25 Maret 2017.
Sebagaimana pesohor yang terjerat narkoba lainnya, kepolisian kemudian menggunakan kewenangannya untuk meminta assessment agar Rido direhabilitasi, walau proses hukumnya tetap berjalan.
Dalam konteks penangkapan Ridho Rhoma, PKN Bandung menyampaikan pertanyataan sikapnya. PKN Bandung menyambut baik upaya penempatan tersangka pengguna narkotika ke dalam tempat rehabilitasi.
Namun, PKN Bandung masih melihat adanya langkah tebang pilih. Sebab tidak semua tersangka pengguna narkotika mendapatkan hak rehabilitasi.
“Warga negara biasa yang sudah sesuai aturan perundang-undangan harus tetap mendapatkan hak yang sama (rehabilitasi),” tandas Wan Traga Duvan Baros.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pada 1 Maret 2017 terdapat 86.346 orang yang ditahan di rutan dan lembaga pemasyarakatan karena kasus narkotika.
Sebanyak 31.675 orang diputus sebagai pengguna narkotika, sisanya terjebak dalam sangkaan, dakwaan atau putusan sebagai pengedar narkotika karena menguasai, memiliki atau menyimpan narkotika yang akan mereka gunakan.
Sejak tahun 1981, KUHAP telah menegaskan bahwa tersangka pengguna narkotika harus ditahan di tempat yang sekaligus tempat perawatan.
Namun faktanya, kata dia, proses penempatan tersangka pengguna narkotika ke dalam tempat rehabilitasi baru terjadi 4-5 tahun belakangan ini.
Ia menyebut tidak semua tersangka pengguna narkotika menadapatkan akses peniliaian dari ahli ataupun TAT (Tim assessment Terpadu) untuk menentukan apakah mereka perlu ditempatkan direhabilitasi atau tidak.
Berdasarkan pendampingan dan pemantauan yang dilakukan oleh paralegal Narkotika PKN Bandung dari 20 kasus narkotika yang didampingi hanya 5 orang yang mendapatkan akses penilaiaan asesmen dari TAT.
“Itu pun langsung melalui rujukan ke panti rehabilitasi bukan vonis rehabilitasi yang diberikan. Kita boleh saksikan bersama berapa vonis rehabilitasi yang diberikan Pengadilan Negeri Bandung ataupun Pengadilan Bale Bandung terkait kasus narkotika, hampir rata-rata terjebak oleh pasal 112 Terkait memiliki, menyimpan dan menguasai.”
Padahal, kata dia, penempatan tersangka pengguna narkotika ke dalam tempat rehabilitasi, bukan hanya membantu para pengguna untuk mengatasi permasalahan putus zat saja tetapi juga untuk memperbaiki kondisi biologis, psikologis dan sosial korban narkotika dan hal tersebut juga untuk menjauhkan pelanggaran HAM yang dilakukan oknum tertentu.
“Sebagai organisasi yang melakukan advokasi terhadap HAM pengguna narkotika, kami PKN Bandung menyayangkan sikap tebang pilih hak mendapatkan asesmen tersebut,” katanya. []