More

    Pembangunan Kereta Cepat Mulai Menghantui Warga

    BANDUNG, KabarKampus – Pembangunan Kereta Cepat Jakarta – Bandung rupanya menyimpan cerita menyesakkan bagi warga yang terkena dampak pembangunan jalur kereta tersebut. Diantaranya dialami warga di tiga desa Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

    Warga tiga desa yakni Desa Gadobangkong, Desa Cilame dan Desa Mekarsari mengalami intimidasi ketika proses pembangunan lahan dan bangunan. Salah satunya dialami oleh Han Hanafilah (36), warga Desa Cilame pada bulan November 2016 lalu.

    Halaman rumahnya dikepung pihak PTKAI. Ia dipaksa menandatangani surat pembebasan bangunan yang dihargai 200 ribu per meter.

    - Advertisement -

    “Pada awalnya PT KAI hanya mendata aset ke rumah saya selama dua kali. Namun tiga hari setelah pendataan yang kedua, tiba-tiba rumah saya dikepung. Ada polisi berseragam dengan senjata laras panjang dan Ormas datang ke rumah saya,” kata Han Kepada KabarKampus di Bandung, Senin, (08/05/2017).

    Han menuturkan, ketika itu, orang PTKAI langsung menyodorkan buku rekening. Isinya uang ganti rugi bangunan sebesar Rp. 22.500.000 untuk mengganti bangunan dengan luas 90 meter persegi dan tanah 180 meter persegi.

    “Dalam kesempatan tersebut juga, mereka mengancam kalau dalam tujuh hari setelah saya menerima uang, rumah saya akan digusur. Padahal saya tidak tahu rekeninng itu kapan dibuat, kepala Desa, RT, RW juga tidak tahu,” ungkap Han.

    Han menjelaskan, tanah yang ia tempati tersebut merupakan tanah milik PTKAI yang disewa sejak 2002 dan ia bangun pada tahun 2004 dengan surat perjanjian sewa. Sebelumnya PTKAI tidak pernah memberitahukan bahwa tanah tersebut akan dibangun atau digunakan PTKAI.

    “Saya bukannya menolak, namun paling tidak PTKAI mengganti bangunan yang ia miliki dengan ganti yang layak. Minimal bisa bangun rumah lagi,” jelas Han.

    Apalagi kata Han surat penggusuran yang digunakan salah. Surat itu ditujukan kepada PLN, bukan ke kampung Andir.

    Berbeda dengan Desa Cilame, Desa tempat Han tinggal serta dua desa lainnya yang sebagian besar warganya telah dipaksa menandatangani surat kesepakatan. Dadang Ragil, Ketua RT 8 Desa Mekarsari bersama warganya masih bertahan dan belum menerima kesepakatan ganti rugi.

    Saat ini mereka masih menginginkan ada nilai lebih ganti rugi atau ganti rugi yang layak. Mereka juga melakukan penghadangan saat akan dibongkar.

    “Bukan kami tidak mau pindah. Tapi Tolong dong ganti ruginya yang layak. Layaknya berapa, kami tidak tahu. Bila ketentuanya satu juta, kami juga ingin dibayar satu juta. Apalagi bangunan di Kabupaten Bandung Barat saat ini pasarannya Rp. 2.800.000 per meter,” kata Dadang.

    Dadang berharap, ganti rugi yang diberikan PTKAI bisa membeli rumah kembali. Uang Rp. 250.000 permeter hanya cukup untuk mengontrak setahun.

    “Setelah uangnya digunakan untuk ngontrak setahun, kemana kami akan tinggal,” tambah Dadang.

    Sementara Dadan Ramdan, Direktur Walhi Jabar mengatakan, seharusnya PT KAI, mendengar terlebih dahulu masukan warga. Apalagi saat ini proses Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bandung yang dilalui proyek Kereta Cepat Bandung Jakarta belum selesai.

    “Sehingga proses pembongkaran rumah warga tidak bisa dilakukan secara sewenang-wenang,” ungkap Ramdan.

    Ramdan berharap, pihak pemerintah daerah Kabupaten Barat turun membantu warga yang menjadi korban pembangunan kereta cepat. Karena, proses pembangunan Kereta Cepat Bandung Jakarta bermasalah.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here