
YOGYAKARTA, KabarKampus – Indonesia masih kekurangan tenaga ahli kearsipan atau arsiparis. Hal itu karena minimnya minat masyarakat untuk menekuni pekerjaan kearsipan dan pandangan miring mengenai profesi kearsipan.
Hal ini disampaikan Dr Mustari Irawan, M.PA., Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), dalam Seminar Kearsipan Nasional 2017 di Sekolah Pascasarjana Lintas Disiplin UGM, Rabu, (10/05/2017). Seminar ini diselenggarakan oleh prodi D3 Kearsipan Sekolah Vokasi UGM.
Mustara menyebutkan, kebutuhan arsiparis nasional mencapai 143.630 tenaga arsiparis. Sementara saat ini tenaga arsiparis baru ada 3.241 arsiparis (2,25%).
“Dengan demikian, Indonesia masih membutuhkan 140.389 arsiparis (97,75%). Kebutuhan akan arsiparis tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan lembaga kearsipan pemerintah, belum termasuk untuk lembaga swasta,” kata Mustara.
Minimnya tenaga arsiparis tersebut, kata Mustara salah satunya dikarenakan minimnya minat masyarakat untuk menekuni pekerjaan kearsipan. Selain itu, masih ada pandangan miring mengenai profesi arsiparis sebagai orang-orang terbuang dan “diarsipkan”.
Selain itu, ia menambahkan belum adanya pengakuan terhadap sumber daya manusia kearsipan dalam bentuk pemberian tunjangan profesi khusus bagi pengelola arsip. Profesi ini dianggap kurang menjanjikan masa depan.
“SDM kearsipan Indonesia belum bulat diakui sebagai suatu profesi sehingga sulit berkembang seperti profesi yang lain,”terangnya.
Sementara itu, Muhammad Masrofi, S.SoS., M.Si., Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah menjelaskan, Arsip merupakan menjadi bukti pertanggungjawaban nasional, akuntabilitas, memori organisasi, serta bukti kolektif bangsa. Dia mencontohkan kasus hilangnya Pulau Sipadan dan Ligitan dikarenakan kurangnya dokumen dan arsip. Sementara Malaysia mempunyai dokumen yang berisikan survei satwa liar di pulau tersebut berbahasa Inggris. Oleh sebab itu, penting untuk menerapkan manajemen kearsipan yang tepat.[]