BANDUNG, KabarKampus – Keberhasilan Tim The Women Of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (WISSEMU), tidak luput dari dukungan Universitas Katolik Parahyangan (Unpar). Tidak hanya materil, dukungan moril dan semangat juga diberikan oleh Unpar.
Bagi Mangadar Situmorang, Rektor Unpar, pendakian Tim WISSEMU di tujuh puncak tertinggi di tujuh lempeng benua sama pentingnya dengan prestasi akademik di Unpar. Hal itu karena, mereka sangat komit terhadap upaya pengembagan diri mahasiswa, baik akademik maupun non akademik.
“Ini merupakan bentuk kesadaran kolektif kita bahwa untuk maju bukan hanya dengan IPK, namun ada banyak jalan lain untuk maju dan berkembang dan melakukan yang terbaik,” kata Rektor Unpar dalam acara pelepasan Tim WISSEMU menuju Gunung Denali, Alaska, Amerika Utara di Kampus Unpar, Bandung, Jumat, (09/06/2017).
Oleh karena itu, menurut Rektor, yang perlu mereka lakukan adalah memfasilitasi atau memberi ruang bagi mahasiswa untuk tumbuh dan berkembang. Salah satunya memfasilitasi perjalanan tim WISSEMU menggapai tujuh puncak tertinggi di tujuh benua.
“Namun memang ekspedisi tersebut tidak mudah dan tidak murah. Tidak mudahnya adalah karena selalu ada resiko dan ancaman bahaya yang membuat kita khawatir,” ungkap Mangadar.
Kemudian tidak murahnya, tambah Rektor adalah, karena memerlukan biaya yang besar. Namun itulah bentuk komitmen Unpar, yakni memberikan ruang sebesar-besarnya kepada mahasiswa untuk merealisasikan dan mengaktualisasi potensi yang dimiliki.
“Dari sana juga Unpar akan diterima dan diakui lewat prestasi seperti pendakain seven summits ini,” jelas Rektor.
Pendakian di Gunung tertinggi di Amerika Utara ini merupakan perjalanan keenam dalam ekspedisi WISSEMU. Sebelumnya mereka telah mendaki lima gunung lainnya yaitu, Gunung Carstesz Pyramid (4.884 mdpl) pada 13 Agustus 2014, Gunung Elbrus (5.642 mdpl), Gunung Kilimanjaro (5.895), Gunung Aconcaqua (6.962 mdpl) pada 30 Januari 2015, dan Gunung Vinson Massif (4.892 mdpl) pada 5 Januari 2017.
Tim WISSEMU terdiri dari dua pendaki yaitu, Fransiska Dimitri Inkiriwang (23) dan Mathilda Dwi Lestari (23). Keduanya tercatat sebagai mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan.[]
