SURABAYA, KabarKampus – Dari banyak mahasiswa baru Insitut Teknologi Sepuluh November (ITS), ada sekelompok mahasiswa yang memiliki logat berbeda, tengah berkumpul di pelataran Rektorat ITS, Surabaya. Rupanya mereka merupakan mahasiswa baru ITS dari Sumatera Utara.
Mahasiswa baru yang berjumlah 11 orang ini berasal dari SMA yang sama yaitu SMA Budi Mulia Pemantang Siantar. Mereka nampaknya kompak diterima sebagai mahasiswa di kampus ITS, Surabaya.
Ketika ditemui para mahasiswa ini berkumpul, usai mengikuti kegiatan “Ospek” mahasiswa baru ITS. Salah satunya adalah Kristin Panjaitan, mahasiswa baru Teknik Lingkungan ITS.
Kristin mengaku, ia memilih masuk ITS karena mendapat informasi dari seniornya yang lebih dahulu masuk ITS di jurusan yang sama. Namun menurutnya, memang sudah tradisi di sekolahnya, bila kuliah maunya di Pulau Jawa.
“Kampus di Sumut sebenarnya juga bagus. Hanya saja saya minatnya di ITS. Tapi selain itu memang sudah moto orang Batak, untuk merantaulah sejauh-jauhya biar tahu rasanya sakit di negeri orang dan bisa dewasa,” kata Kristin.
Kristin juga mengaku, ia senang bisa bertemua dengan teman satu SMA di kampus yang sama. Karena bila bergabung, sudah seperti kembali ke rumah.
“Namun nantinya saya juga akan bergabung dengan mahasiswa lain,” ungkap Kristin.
Selain Kristin, terdapat Guwido Pasaibu, mahasiswa baru Teknik Perkalan ITS. Guwido mengaku ingin masuk ITS, karena mendapat informasi dari kakak kelas yang lebih dahulu masuk ke ITS.
“Kami ini tak janjian masuk ITS. Namun katanya kakak kelas untuk jurusan Teknik Perkapalan yang paling terbaik di Indonesia adalah di IT,” ungkapnya.
Guwido mengaku senang, bertemu dengan teman-teman sekolahnya tersebut. Karena baru masuk kampus langsung ada teman.
“Tapi sebenarnya lulusan dari SMA Budi Mulia minimal 80 persennya diterima di Perguruan Tinggi Negeri. Kebanyakan mereka diterima di Pulau Jawa. Jadi kami juga sudah ada keluarga alumni di Surabaya,” ungkap Guwido dengan logat batak.
Selain mereka, ada sebanyak 23 mahasiswa baru asala Sekolah Budi Mulia Pematang Siantar yang merantau ke Surabaya. mereka tersebar di kampus Unair, dan UPN Surabaya.[]
menjaring rejeki dari mitos gunung kemukus yang disalahgunakan oleh penduduk setempat, sungguh miris