Baru-baru ini Kementerian Kesehatan mengajak masyarakat Indonesia mengantisipasi sebaran penyakit tidak menular (diabetes, hipertensi, jantung). Warning ini sebenarnya sudah diramalkan sejak satu dekade lalu.
Sepuluh tahun lalu, data Riset Kesehatan Dasar Jawa Barat 2007 menunjukkan penyakit jantung koroner masih menjadi pembunuh nomor satu.
Dari data tersebut, mayoritas penduduk Jawa Barat mengalami dislipidemia (kolesterol) dan hipertensi (darah tinggi). Masing-masing mencapai 30 persen dari jumlah penduduk.
Baik kolesterol maupun hipertensi, sama-sama pemicu atau faktor resiko penyakit jantung.
Sejumlah ahli kesehatan jauh-jauh hari sudah memberikan peringatan akan bahaya sebaran penyakit tidak menular itu, salah satunya spesialis penyakit jantung dari Instalasi Pelayanan Jantung Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS)/RSUP Unpad, Bandung, dr Toni Mustahsani Aprami Sp.Pd. Sp Jp (K)., FIHA., Fascc.
“Itu itu baru dua faktor resiko saja, belum lagi dengan faktor resiko jantung koroner lainnya seperti diabetes, obesitas, merokok dan gaya hidup yang buruk seperti kurangnya berolahraga dan pola makan yang tidak sehat,” papar dr Toni Mustahsani Aprami, saat berbincang dengan KabarKampus, baru-baru ini.
Menurutnya, dulu penyakit jantung menyerang usia 40 sampai 60 tahun. Namun trennya semakin meninggkat di usia produktif.
“Makin muda. Biasanya laki-laki di atas 40, sekarang sudah enggak sedikit di bawah 40 tahun juga sudah kena serangan jantung,” kata dokter yang juga pengajar di Fakultas Kedokteran Unpad.
Pola makan atau gaya hidup anak muda saat ini yang menjadi biang keroknya. Misalnya, malasnya bergerak atau olahraga. Orang lebih banyak memakai kendaraan dari pada jalan kaki.
Padahal, sambung Toni Mustahsani Aprami, kebiasaan jalan kaki akan membakar kalori atau lemak secara alami. Selain itu, anak muda sekarang di masa kecilnya terbiasa mengkonsumsi makanan dan minuman instan atau cepat saji plus minuman kemasan.
“Sehingga anak-anak saat ini lebih banyak yang gemuk,” katanya.
Sedangkan kegemukan akan memicu obesitas atau penyakit akibat timbunan lemak. Akhirnya, penyakit diabetes pun mengancam. Tak heran jika fenomena penyakit diabetes makin meningkat jumlahnya dewasa ini.
Kebiasaan buruk pada masa kecil juga berdampak pada resiko penyakit hipertensi di masa muda. Contoh, anak yang terbiasa makan makanan berkadar garam tinggi seperti snack atau jajanan sekolah, bisa jadi lebih cepat terkena hipertensi di masa mudanya.
“Dia tidak sadar di usia 30 tahunan sudah kena darah tinggi,” ujarnya.
Tingginya penyakit tidak menular harus segera diatasi dengan sosialisasi dan pencegahan oleh pemerintah. Penanganan penyakit tidak menular/infeksi juga memerlukan pendekatan berbeda dengan penyakit menular. Contohnya, penyakit infeksi TBC, diare, tipus, dan lainnya relatif mudah diatasi.
Jika penyakit infeksi tersebut disebabkan sanitasi buruk, maka sistem sanitasinya tinggal diperbaiki.
Berbeda dengan penyakit jantung koroner yang penyebabnya multifaktor. Dan yang perlu diubah adalah gaya hidupnya.
Dibutuhkan peran masyarakat dalam mengatasi penyakit tidak menular. Mereka harus mau menghindari faktor resiko seperti menyadari pentingnya pola hidup sehat dan seterusnya.
Di sisi lain sosialisasi dari pemerintah juga harus gencar. Berbeda dengan di luar negeri di mana promosi kesehatan begitu gencar. Tujuannya untuk mencegah orang yang belum kena resiko, maupun meningkatkan pola hidup sehat bagi yang beresiko.
“Di luar negeri perubahan healthy lifestye begitu intens, di kita belum,” ujarnya.
Nah, kaka mahasiswa, sudah saatnya gaya hidup sehat menjadi bagian penting dalam keseharian kita. []