New York Times – Thomas L. Friedman
Seandainya Stephen Paddock seorang muslim.. Seandainya dia meneriakkan “Allahu Akbar” sebelum melepaskan tembakan di konser Las Vegas. Seandainya dia menjadi anggota ISIS.. Seandainya kita memiliki fotonya berpose dengan sebuah Quran di salah satu tangan dan senapan semi otomatis di tangan lainnya.
Seandainya hal ini yang terjadi, tentu tidak akan ada seorangpun yang akan menghina para korban dan mepolitisi pembunuhan massal yang dilakukan Paddock dengan membicarakan usaha pencegahannya.
Tentu saja tidak. Kita akan kemudian menjadwalkan pendapat langsung dari para politisi menyoal peristiwa terorisme terburuk yang pernah terjadi di dunia sejak 9/11.
Donald Trumph akan mengirimkan twit setiapnya, “Sudah saya bilangkan..,” seperti yang dia lakukan beberapa menit setelah teror yang terjadi di Eropa.
Kemudian akan diikuti dengan seruan untuk menilik kembali undang-undang untuk memastikan hal semacam ini tidak akan terulang lagi. Lalu kita akan ada di pilihan “menimbang-nimbang semua pilihan” untuk memerangi negara asal teroris ini.
Lalu apa jadinya jika negara asal pelaku adalah negara kita?
Apa yang terjadi ketika pembunuhan massal ini dilakukan oleh orang amerika yang terganggu jiwanya. Orang yang membeli senjata militer secara legal dengan mudah karena kita, karena undang-undang senjata yang AS terapkan?
Kita semua tau apa yang terjadi : Presiden dan partai republik akan berusaha keras untuk meyakinkan bahwa tak ada masalah di sini. Mereka akan bersikeras untuk berkontemplasi, tidak mempolitisir hal ini dan mencoba memikirkan kembali penentangan terhadap undang-udang senjata umum itu. Sikap yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan tanggapan terhadap ISIS.
Pejuang Islam di Suriah menggunakan B-52, rudal jarak jauh, F-15, F-22, F-35 dan U-2s. Pria dan perempuan muda terbaik akan diminta untuk melakukan pengorbanan tertinggi dan membunuh dan menangkap setiap teroris. Berapa banyak orang Amerika yang membunuh tentara ISIS di timur tengah? Saya lupa jumlahnya. 15 atau 20?
Presiden tak pernah berhenti meyakinkan, jika menyoal ISIS, kekalahan bukanlah pilihan.
Belas kasihan tidak ada di dalam menu, dan Trumph sangat tangguh menanggapi hal ini, bahkan memiliki sekretaris pertahanan yang dijuluki “Mad Dog.”
Namun saat melawan NRA – Asosisasi Senjata Nasional yang adalah kelompok yang berusaha keras membatasi undang-undang penggunaan senjata secara umum – kemenangan juga bukan pilihan, moderasi pun tak ada di dalam menu presiden. Mereka tidak punya anjing gila, hanya ada kucing penakut.
Mereka tidak akan meminta diri mereka melakukan pengorbanan terkecil sekalipun. Tidak akan ada pembelaan terhadap undang-undang, yang dapat mempertaruhkan kursi mereka di kongres. Undang-undang yang dapat menyebabkan orang Amerika seperti Paddock dapat menimbun senjata apinya. Dari total 42 senjata, 23 senjata ada di kamar hotelnya dan 19 senjata ada di rumahnya bersama dengan ribuan amunisi.”
Ya, hanya seperti pemburu rusa lainnya, saya kira.
Ketika menghancurkan ISIS, presiden dan partainya terlibat. Namun terhadap moderasi kecil dari NRA, mereka membisu dan tak tertarik.
Tidak peduli seberapa banyak orang tak berdosa yang telah ditembak mati – tidak menjadi masalah bahkan ketika salah satu pemimpin kongres mereka terluka ketika bermain baseball – tidak pernah ada waktu untuk membahas langkah serius menindak lanjut kekerasan dengan senjata ini.
Setelaj badai terbesar yang pernah terjadi di Atlantik bulan lalu, yang menyebabkan kerugian hingga 200 miliar USD di Houston dan Puerto Rico, belum termasuk kota-kota kecil di sekitarnya. Scott Pruitt, Kepala Badan Perlindungan Lingkungan malah berkata, ini bukan waktu yang tepat untuk membahas “sebab dan akibat” dari superstorm dan bagaimana cara mengurangi kerusakan yang mungkin diciptakan.
Fokus saat ini adalah bagaimana cara untuk membantu korban, katanya. Tapi bagi Pruitt, kita semua tahu, tidak pernah punya waktu untuk menanggapi perubahan iklim dengan serius.
Melakukan perlawanan serius terhadap ISIS di luar negeri, namun tak melakukan hal apapun untuk mengurangi ancaman nyata yang terjadi di pekarangan sendiri, tempat konser dan kota-kota pesisir kita. Ini sungguh suatu kegilaan yang luar biasa.
Korupsi tentu menjadi alasan lainnya, dorongan uang dan keserakahan dari para pembuat dan penjual senjata, para perusahaan minyak, batu barau dan semua legislator dan regulator yang membeli mereka untuk tetap bungkam. Mereka tau betul bahwa kebanyakan orang Amerika tidak pernah ingin punya hak untuk berburu dan membela diri.
Hal yang kita kami ambil adalah hak orang untuk menumpuk senjata militer di rumah dan di kamar hotel. Hak untuk menggunakannya pada orang Amerika yang tidak berdosa hanya karena merasa emosi. Sayangnya NRA yang hanya memiliki para legislatif pengecut ini hanya bisa semakin terdesak.
Apa yang harus dilakukan?
Lupakan langkah untuk membujuk para legislator. Mereka tidak bingung atau kekurangan informasi. Mereka hanya telah terbeli atau sedang diintimidasi. Karena tidak ada satupun anggota parlemen Amerika yang jujur dan mampu melihat Las Vegas dan Puerto Rico saat ini dan berkata “menurut saya hal paling cerdas dan paling bijaksana yang perlu dilakukan untuk anak-anak kita saat ini adalah tidak melakukan apa-apa.”
Hanya ada satu obat : kekuasaan. Jika anda sama bosannya dengan saya, maka daftarkan seseorang untuk memilih atau mencalonkan diri atau berikan sumbangan uang kepada seseorang yang sedang mencalonkan diri untuk menggantikan para anggota dewan pengecut yang bersuara mayoritas terhadap undang-undang penggunaan senjata.
Ini seutuhnya hanya menyoal kekuasaan bukan persuasi. Kesempatan pertama kita untuk merubah ketimpangan kekuasaan ini adalah pada pemilihan tahun 2018 mendatang. Lupakan percobaan untuk menyelesaikan apapun sebelum waktu itu. Jangan buang nafasmu.
Berusahalah mendapatkan kekuasaan. Mulai dari sekarang. []
Thomas L Friedman adalah peraih penghargaan bergengsi dalam dunia jurnalisme, Pulitzer. Penulis kolom untuk The New York Times.