More

    Gangguan Jiwa Korban Bencana

    Seorang pria tengah memandangi puing-puing rumah yang hancur akibat tsunami. Pembangunan ekonomi yang berjalan lambat di Aceh justru berpangkal dari program pemulihan pasca bencana itu sendiri. FOTO : AFP, arsip

    BANDUNG, KabarKampus – Seseorang yang tertimpa bencana dapat mengalami perubahan drastis dalam hidupnya, termasuk pikiran, emosi dan perilaku. Namun setiap individu dalam menghadapi bencana mengalami dampak berbeda-beda atau tidak dapat digeneralisisr.

    Secara umum semakin kecil dan ringan bencana  dirasakan atau semakin matang kepribadian  seseorang. Begitu juga dengan mereka yang mendapat dukungan keluarga, maka akan semakin sedikit gejala-gejala gangguan jiwa dan psikososial yang akan timbul.

    Teddy Hidayat dr Sp KJ (K), Dokter Jiwa Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung mengatakan, faktor-faktor seperti kematangan kepribadian dan dukungan keluarga memiliki kontribusi dalam merespon peristiwa bencana. Menurutnya ada gangguan jiwa yang sering ditemukan saat terjadi bencana.

    - Advertisement -

    Diantara gangguan jiwa tersebut yakni gangguan jiwa akibat langsung dari bencana. Contoh  Gangguan Stres Akut dan Gangguan Stres Pasca Trauma. Kemudian Gangguan Jiwa dicetuskan bencana contoh Depresi,  Ansietas  dan Psikotik dan gangguan jiwa yang tidak langsung disebabkan bencana, tetapi peristiwa tersebut dapat menghentikan pengobatan sehingga terjadi kekambuhan contoh pada skizofrenia.

    “Kurang lebih  70-80 % korban bencana akan memunculkan gejala distres,  yang umum  dikeluhkan  antara lain  ketakutan, gangguan tidur, mimpi buruk, panik, siaga berlebihan atau  berduka,” terang dr. Teddy.

    Hal ini, kata dr. Teddy, merupakan suatu respon yang normal pada situasi abnormal seperti bencana. Umumnya keadaan tersebut bersifat sementara dan sebagian besar akan pulih kembali secara alamiah dengan berlalunya waktu, meski tanpa intervensi yang spesifik.

     Gangguan Stres Akut  

    Menurut dr. Teddy, satu bulan pertama korban bencana akan mengeluh takut yang intens, tidak berdaya dan horor yang menakutkan. Gangguan Stres Akut dapat ditegakkan  bila ditemukan  disosialsi (mati rasa secara psikis), re-experience (pengalaman penakutkan yang berulang), dan avoidance (menghindar diri dari hal yang ada hubungannya dengan bencana).

    “Keadaan ini  merupakan respon alami terhadap rasa nyeri atau hal yang menakutkan,” ungkapnya.

     Post Traumatic Stres Disorder ( PTSD)

    PTSD, kata dr. Teddy adalah suatu kondisi kejiwaan yang khas akibat trauma  psikologis diluar batas-batas kemampuan daya tahan dan pengalaman yang lazim.  Secara psikologik, bencana yang menimbulkan  trauma hebat dan  berlangsung lama serta respon pengobatan yang kurang baik akan menimbulkan perubahan atau kelelahan ego yang sulit dimodifikasi kembali.

    Perubahan antara  batas ego – super ego tersebut, tambahnya  menimbulkan rasa bersalah dan malu pada korban. Ternyata ketidakberdayaan merupakan hal yang menentukan, mereka yang tidak berdaya akan lebih mudah untuk mengalami PTSD.

    “Bila seseorang dalam keadaan bahaya dan tidak ada sesuatu yang dapat diperbuat , itulah saat otak mulai berubah,” terang dr. teddy.

    Menurutnya, gejala  yang  umumnya  dijumpai antara lain  rasa bersalah dan depresi, penolakkan dan penghinaan. Seperti dalam keadaan disosiatif dan panik, kadang  ilusi atau halusinasi, gangguan daya ingat dan  perhatian, agresif  dan tindak kekerasan, pengendalian impuls yang buruk  dsb.

    PTSD ini dapat berlangsung  mulai dari beberapa minggu atau sampai 30 tahunan. Gejala berfluktuasi dengan perjalanannya  30 % dapat sembuh sempurna,  40 % hidup dengan gejala ringan, 20 % hidup dengan gejala sedang dan 10 % tetap tak berubah , bahkan semakin berat

    dr. Teddy menjelaskan, prognosa baik bila pasien mempunyai onset yang cepat , durasi gejala singkat atau kurang dari enam bulan, fungsi sebelum sakit atau pramorbid baik, dukungan sosial baik, tidak ada gangguan psikiatrik, medis atau narkoba serta usia sangat muda dan tua.  Onzet dikatakan akut bila berlangsung kurang dari 3 bulan, kronik bila lebih dari  3 bulan dan lambat bila onset gejala sekurangnya enam bulan setelah stresor.[]

     

    a

    - Advertisement -

    1 COMMENT

    1. Klo udah tau harusnya juga ketat aturan untuk investasi kesehatan misal olahraga wajib, klo gak datang denda 500rb, ikut yoga wajib atau zikir bagi yg muslim biar hidup pasrah dan terarah, relaksasi

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here