Alkisah, suatu hari seorang sufi sedang menyeberangi sungai besar berarus deras dengan menumpang sebuah perahu. Ditengah perjalanan, sang sufi yang juga seorang ahli tata bahasa bertanya pada orang yang mengendalikan perahu itu. “Hai Tukang Perahu! Apakah kau mengerti tata Bahasa?”
Mendapat pertanyaan demikian, si tukang perahu menggelengkan kepala. “Tidak, sama sekali,” jawabnya. Sang sufi yang telah menduga jawaban itu diam-diam tersenyum, merasa kasihan pada ketidaktahuan si tukang perahu.
Perahu terus melaju. Mendekati tengah sungai, saat arus menjadi bertambah besar, kini tiba-tiba tukang perahu ganti bertanya pada sang Sufi. “Hai, Kawan. Apa yang kau tahu tentang perahu?”
Sang Sufi menggeleng dan menjawab tidak tahu. Si Tukang perahu kini ganti tersenyum, lalu berkata. “Aku tahu banyak tentang perahu. Dan dengar, aku punya kabar buruk. Perahu ini tidak cukup kuat untuk arus sekuat ini. Kita mungkin akan tenggelam.”
Nukilan kisah tentang makna rendah hati dalam ilmu pengetahuan di atas merupakan salah satu kisah cukup terkenal dari dunia sufi dan disampaikan kembali oleh penyair Ahda Imran untuk memaknai acara Halal Bi Sastra pada Jumat, 14 Juni 2019, di Gedung Indonesia Menggugat, kota Bandung.
Mengangkat tema “Menatap Cinta,” acara pengajian sastra dan halal bihalal ini digagas oleh Komunitas Madrasah Rumi bekerja sama dengan Majelis Sastra Bandung. Bunyamin Fasya, sastrawan dan penggagas acara dari komunitas Madrasah Rumi, menyampaikan, bahwa penyatuan dua kegiatan ke dalam satu ajang ini diharapkan dapat jadi momentum yang saling melengkapi.
“Saya ingin sastra menjadi cara kita hidup bersosial dan beragama, dan melalui ajang ini saya harap keinginan tersebut dapat terjembatani, ” kata Bunyamin Fasya.
Hal senada juga disampaikan oleh penyair Matdon, atau kerap disapa Kyai Matdon, Ketua Majelis Sastra Bandung. Matdon berharap acara Halal Bi Sastra dapat semakin menyatukan dan mempererat silahturahmi para seniman kota Bandung umumnya, sastrawan khususnya.
Imbas kisruh sosial politik akibat pilpres lalu juga sampai pada pergaulan dunia sastra dan Matdon berharap ajang ini dapat mengingatkan semua pihak pada kepentingan bersama para sastrawan atau penggiatnya, yakni sastra itu sendiri.
“Menurut saya, sastra, olahraga dan musik adalah tiga hal yang dapat membangkitkan kebudayaan Indonesia, sesuatu yang saat ini sedang kisruh. Harapan saya, semua yang hadir hari ini kembali menyadari itu, kembali bersatu dalam semangat memajukan dan memperkuat sastra Indonesia, terlepas dari afiliasi politiknya,” kata Matdon.
Acara yang dimulai sejak pukul 15.00 wib ini dimeriahkan oleh diskusi, pembacaan puisi, panggung musik akustik, maupun kolaborasi keduanya dalam bentuk musikalisasi puisi. Beberapa dari para pengisi acara yang tampil adalah Ali Menyanyi, D’Sadiah, Samuel Leonardi, Ratna M. Rochiman, Gusjur Mahesa, Ferry Curtis, Iman Soleh, Dian Cahaya.
Dengan jeda antar pengisi acara yang sesekali diisi komentar-komentar bernas Bambang Q Anes, moderator acara sekaligus ketua Komunitas Madrasah Rumi, keseluruhan acara berlangsung interaktif, ramai dan gembira. Para penampil silih berganti menerima aplus meriah dari para hadirin yang terus berdatangan dan berinteraksi dalam semangat Idul Fitri, sampai menjelang maghrib.[]