Jasa laundry saat ini tengah menjamur di tengah masyarakat. Namun di tengah maraknya jasa tersebut, ada suatu masalah yang dimunculkan, yaitu limbah. Seringkali pelaku usaha mengalirkan limbahnya secara langsung ke badan sungai atau saluran air.
Untuk mengatasi masalah tersebut tiga orang mahasiswa Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyulap limbah laundry menjadi limbah yang aman dan layak buang. Ketiga mahasiswa itu adalah Alvin Romadhoni Putra Hidayat, Ahnaf, dan Vina Rizky Andina di bawah bimbingan Nurul Widiastuti SSi MSi PhD.
Ketua tim, Alvin Romadhoni Putra Hidayat mengatakan, limbah laundry memiliki kandungan zat kimia yaitu surfaktan dan senyawa fosfat yang tinggi. Kedua zat ini berfungsi sebagai pengikat kotoran yang menempel pada pakaian.
Menurutnya, ketika dibuang ke lingkungan air akan mengakibatkan pengurangan kadar oksigen dalam air. “Hal itu dapat mengancam keberlangsungan hidup biota air,” ujarnya. Atas dasar itulah, Alvin dan rekan-rekannya menciptakan ide Green Laundry. Mereka pun berhasil merampungkan material pengolahan limbah cucian tersebut berupa membran atau selaput tipis selama dua bulan.
Adapun, membran ini tersusun dari senyawa kimia titanium oksida yang di-doping dengan nitrogen yang berasal dari urea. Menurut Alvin, alasan dipilihnya urea karena tidak menimbulkan masalah limbah baru dalam proses pengolahan. “Proses doping digunakan untuk mempengaruhi karakter material, sehingga lebih efektif dalam melakukan penyaringan,” jawabnya dalam rilis ITS.
Alvin menambahkan, aktivitas membran tersebut masih belum optimal ketika dilakukan pengujian, sehingga ditambahkan senyawa kimia polimer yaitu polietilena glikol dan poliester sulfon. “Berdasarkan studi literatur, kedua polimer ini membantu meningkatkan aktivitas penyaringan pada membrane,” urainya.
Ahnaf melakukan uji pengurangan limbah laundry dengan metode ultrafiltrasi
Dipaparkan Alvin, cara kerja membran ini cukup sederhana, di mana surfaktan dan senyawa fosfat yang terkandung dalam limbah ditahan oleh membran tersebut karena ukuran pori yang sangat kecil. “Di sinilah terjadi proses penyaringan, sehingga air limbah menjadi jernih, aman, dan layak dibuang,” jelasnya.
Pernyataan tersebut dikatakan Alvin bukanlah tanpa alasan. Hasil penyaringan air limbah laundry tersebut dianalisis menggunakan alat refluks dan winkler dan terjadi penuruan kadar Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) dan Kebutuhan Oksigen Hayati (BOD) sebesar 85 persen dan 83 persen.
Secara sederhana, semakin tinggi kadar COD dan BOD, maka semakin tinggi reaksi kimia dan bakteri menghabiskan oksigen di dalam air untuk menguraikan air limbah. “Banyaknya oksigen yang dihabiskan mengakibatkan kadar oksigen dalam air semakin sedikit,” singkat mahasiswa kelahiran 1998 ini.
Proses pembuatan membran dengan pelarut DMAc (dimetil asetamida) yang dicampur dengan polieter sulfon, TiO2-N
Inovasi yang dikembangkan tim dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini, diharapkan bisa lolos untuk ditunjukkan sebagai bentuk karya penelitian pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-32 pada bulan Agustus mendatang. “Kami sangat bangga ketika kami berhasil menjadi perwakilan ITS serta mendapatkan medali emas kelak,” tutur mahasiswa asal Surabaya ini[]