Apakah kamu pernah menikmati kefir? Atau pernah mencoba membuatnya?
Bagi kamu yang belum tahu, kefir merupakan minuman fermentasi susu dengan granula kefir (kefir grains). Namun tak hanya digunakan untuk minuman sehat tapi juga dapat digunakan sebagai masker untuk wajah.
Kefir memiliki hubungan simbiotik dengan bakteri, yeast, dan kasein. Bila kefir dipisahkan lagi menjadi curd yang berbentuk kental dan whey yang berbentuk cair dan encer, curd dapat digunakan sebagai masker kecantikan dan kosmetik. Sedangkan whey dapat dikonsumsi karena mengandung berbagai khasiat untuk kesehatan manusia.
Namun, dalam pemisahan curd dan whey tersebut, berbagai Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang memproduksi kefir masih menggunakan metode yang konvensional dengan kain penyaring biasa. Sehingga membutuhkan waktu yang lama hingga mencai 24 jam. Selain itu produknya pun mudah terkontaminasi dengan kemurnian yang masih rendah.
Kondisi ini tentunya membuat UKM rugi. Bahkan ada yang terpaksa menghentikan sementara proses produksi dari kefir tersebut.
Persoalan yang dihadapi para UKM dalam membuat kefir, mendorong mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) untuk membuat sebuah teknologi inovasi untuk memisahkan komponen curd dan whey pada produk kefir olahan susu. Inovasi tersebut merupakan suatu alat separasi dengan memanfaatkan teknologi membran elektrodialisis.
Para mahasiswa ini terdiri dari mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Brawijaya yaitu Riski Agung (Teknik Kimia ’16), Reyhan Ammar (Teknik Kimia ’16), Losendra Primamas (Teknik Kimia ’16), Bramantya (Teknik Kimia ’16), dan Muhammad Rifaldi (Teknik Kimia ’17). Melalui teknologi membran elektrodialisis mereka dapat mempercepat proses pemisahan curd dan whey dalam waktu yang singkat dan pemisahannya akan menjadi lebih selektif karena menggunakan membran selektif ion dengan ukuran mikropori.
“Melalui inovasi ini kami menawarkan solusi bagi industri pengolahan kefir agar proses pemisahan komponen curd dan whey nya dapat berlangsung lebih cepat dan efisien,” ungkap Riski Agung, ketua tim dalam berita yang dirilis humas UB, Jumat, (12/07/2019).
Dengan mekanisme elektrodialisis, kata Riski, molekul whey dapat terdorong untuk berdifusi melalui membran karena adanya aliran listrik yang diberikan pada elektroda di alat tersebut. Dengan demikian jika dibandingkan metode konvensional, hasil yang didapat akan lebih baik ditinjau dari segi waktu, kualitas, dan kuantitas produk yang dihasilkan.
Penerapan teknologi yang dikembangkan Riski dan tim didanai Kemenristekdikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Pengembangan inovasi ini masih memerlukan adanya mitra sehingga inovasi ini dapat secara langsung diterapkan untuk mengatasi masalah pada mitra yang bersangkutan.
“Tentu harapan terbesar kami adalah dapat mengatasi masalah yang sekarang dialami mitra kami, sehingga produktivitas dan kualitas produk kefir mereka dapat meningkat dan dapat meningkatkan profit mereka. Namun ke depannya, tidak menutup kemungkinan alat yang kami buat dapat digunakan untuk berbagai UKM lainnya dan penggunaannya dapat diperluas, tidak hanya sebatas pemisahan curd dan whey kefir saja,” tambahnya.[]