ABC AUSTRALIA
Setiap tahunnya ratusan warga Indonesia mengajukan permohonan untuk mendapatkan visa perlindungan sebagai pengungsi di Australia.
Dalam masa anggaran tahun 2018/2019, menurut angka yang didapat ABC Indonesia dari Tribunal Administrasi Sipil (AAT) Australia, terdapat 149 WNI yang mengajukan untuk mendapatkan visa perlindungan.
Angka ini menurun dari tahun 2017/2018 WNI yang mengajukan visa perlindungan adalah sebanyak 294 orang, dan di tahun sebelumnya adalah 138 orang.
Jumlah WNI yang mengajukan diri sebagai pengungsi di Australia hanya sekitar 2-3 persen dari keseluruhan kasus yang ditangani pemerintah negara ini.
Jumlah yang terbanyak yang telah menarik perhatian adalah melonjaknya permohonnan serupa adalah warga dari Malaysia.
Jumlah warga Malaysia yang mengajukan diri mencapai angka ribuan dalam beberapa tahun terakhir.
Ini menjadi sekitar 50 persen dari kasus pengajuan visa perlindungan di Australia.
Secara keseluruhan warga Indonesia yang meminta visa perlindungan walau hanya dalam jumlah ratusan, sudah masuk dalam 10 besar terbanyak.
Untuk tahun 2018/2019, permohonan visa perlindungan terbesar adalah dari Malaysia sebanyak 5.367 orang, disusul China 1.124 orang, dan Vietnam 457 kasus.
AAT tidak merinci alasan mengenai mengapa ada ratusan warga Indonesia yang mengajukan diri untuk menjadi pengungsi di Australia.
Dalam sistem hukum di Australia, warga asing yang tiba di sini bisa mengajukan diri untuk mendapat visa perlindungan dengan berbagai alasan untuk mendapatkan status pengungsi.
Ketika permohonan visa mereka sedang diproses, mereka bisa bekerja secara penuh, dan proses pengecekan apakah alasan yang mereka sampaikan benar memerlukan waktu kadang sampai tiga tahun.
Ketika keputusan pertama keluar dan permintaan visa perlindungan ditolak mereka masih bisa mengajukan banding.
Pemerintah Malaysia membantah
Di Malaysia, Wakil Menteri Luar Negeri Marzuki Yahya di dalam sidang parlemen di Kuala Lumpur hari Selasa mengatakan bahwa meningkatnya permintaan visa perlindungan yang dilakukan oleh warga Malaysia karena mereka ingin tinggal lebih lama di sini.
Menurut Marzuki, alasan yang diajukan ketika meminta status pengungsi tersebut biasanya adalah berkenaan dengan diskriminasi karena agama, jenis kelamin, politik dan, ras dan keluarga.
Namun Marzuki membantah bahwa Malaysia melakukan hal-hal seperti itu terhadap warganya, dan kebanyakan menurut Marzuki mengajukan hal tersebut agar mereka bisa bekerja ketika kasus mereka sedang diproses.
“Pemerintah Australia juga bersikap lebih lunak dengan mereka. Bahkan ketika permohonan mereka ditolak, pengaju visa ini dikembalikan ke negeri asal dengan biaya sepenuhnya dari pemerintah Australia.” kata Marzuki Yahya.
Menurut dia, sebagian warga Malaysia yang ke Australia sebenarnya tertarik untuk bekerja karena gaji yang lebih tinggi, serta biaya mengajukan visa perlindungan yang berlaku lima tahun hanya sekitar Rp 340 ribu.
“Sistem pendidikan kelas dunia yang dimiliki Australia juga membuat warga kita ingin pindah ke sana dan tinggal lebih lama,” ujarnya.
Fenomena meningkatnya permohonan visa perlindungan terutama dari warga Malaysia, negeri yang tidak dikenal sebagai negara yang sedang mengalami konflik, baru terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Mereka sekarang disebut sebagai pengungsi kapal terbang, karena tiba secara sah lewat udara, berbeda dengan pengungsi sebelumnya yang datang lewat laut beberapa tahun lalu.