3. TENTANG SILOGISME KATEGORIS DAN HIPOTETIS
Dalam logika klasik (Logika Aristoteles), dikenal istilah silogisme atau proses bernalar. Ada dua jenis silogisme, yaitu: silogisme kategoris (premisnya tanpa bersyarat) dan silogisme hipotetis (premisnya bersyarat). Baik silogisme kategoris maupun hipotetis masing-masing terdiri dari empat jenis silogisme.
A. Silogisme Kategoris
Silogisme Kategoris adalah struktur suatu deduksi berupa suatu proses logis yang terdiri dari tiga bagian, dan masing-masing bagiannya berupa pernyataan kategoris (pernyataan tanpa syarat).
Sebagai suatu bentuk logis yang sudah baku, silogisme kategoris bermakna sekali dalam percakapan sehari-hari, diskusi, dan tulisan. Jalan pikiran kita jarang dirumuskan dalam bentuk silogisme. Namun, begitu masalah dipersoalkan, maka orang akan mencari alasan-alasannya. Di sinilah bentuk silogisme kategoris dapat membantu menunjukkan jalan atau tahap-tahap penalarannya. Misalnya, apabila seseorang ditanya: “Mengapa korupsi itu haram?” Maka, kemungkinan besar orang yang ditanya itu akan mencari alasannya, dan kemudian berkata: “Karena korupsi adalah mencuri.” Jika kemudian diberi bentuk logis, maka dapat diperoleh silogisme kategoris sebagai berikut:
Mencuri itu haram.
Korupsi adalah mencuri.
Maka korupsi adalah haram.
Dengan memperhatikan kedudukan “term pembanding (M)” dalam premis pertama maupun dalam premis kedua, maka silogisme kategoris dapat dibedakan antara empat bentuk atau empat pola sebagai berikut:
1. Silogisme Sub-Pre: suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya (M) dalam premis (pernyataan) pertama sebagai subjek (S) dan dalam premis kedua sebagai predikat (P).
Polanya:
M P (Premis Universal Positif)
S M (Premis Partikular Positif)
S P (Konklusi Partikular Positif)
Contoh:
Premis Universal Positif: Semua manusia (M) akan mati (P).
Premis Partikular Positif: Socrates (S) adalah manusia (M).
Konklusi Partikular Positif : Jadi, Socrates akan mati. (S P)
2. Silogisme Bis-Pre: suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya (M) menjadi predikat (P) dalam kedua premis.
Polanya:
P M (Premis Universal Positif)
S M (Premis Partikular Positif)
S P (Konklusi Partikular Positif)
Contoh:
Premis Universal Positif: Semua orang yang berjasa terhadap negara (P) adalah pahlawan (M).
Premis Partikular Positif: Sukarno (S) adalah pahlawan (M).
Konklusi Partikular Positif : Jadi, Sukarno (S) adalah orang yang berjasa terhadap negara (P).
3. Silogisme Bis-Sub: suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya (M) menjadi subjek (S) dalam kedua premis.
Polanya:
M P (Premis Universal Positif)
M S (Premis Partikular Positif)
S P (Konklusi Partikular Positif)
Contoh:
Premis Universal Positif: Semua manusia (M) adalah mahluk berbudaya (P).
Premis Partikular Positif: Sebagian manusia (M) itu mahluk yang berakal budi (S).
Konklusi Partikular Positif : Jadi, sebagian mahluk yang berakal budi (S) adalah mahluk berbudaya (P).
4. Silogisme Pre-Sub: suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya (M) dalam premis pertama sebagai predikat (P) dan dalam premis kedua sebagai subjek (S).
Polanya:
P M (Premis Universal Positif)
M S (Premis Partikular Positif)
S P (KonklusiPartikular Positif)
Contoh:
Premis Universal Positif: Semua influenza (P) adalah penyakit (M).
Premis Partikular Positif: Sebagian penyakit (M) adalah mengganggu kesehatan (S).
Konklusi Partikular Positif : Jadi, sebagian hal yang mengganggu kesehatan (S) adalah influenza (P).
Dalam menyusun suatu silogisme kategoris haruslah diingat aturan-aturan perihal isi dan luas subjek serta predikat agar jalan pikiran itu sah.
1. Term S, P, dan M dalam satu pemikiran harus tetap sama artinya. Dalam silogisme S dan P dipersatukan atas dasar pembanding masing-masing dengan M, jika M sebagai term mayor (Universal) dan minor (partikular) tidak sama artinya maka tidak dapat ditarik kesimpulan. Berikut contoh kesimpulan yang keliru:
Yang bersinar di langit (S) itu bulan (P)
Nah, bulan itu (S) tiga puluh hari (P).
Jadi, tiga puluh hari bersinar di langit.
2. Kalau S dan P dalam premis partikular (sebagian), maka dalam kesimpulan tidak boleh universal (keseluruhan). Sebab kita tidak boleh menarik kesimpulan mengenai keseluruhan, jika premis hanya memberi katerangan tentang sebagian hal. Berikut contoh kesimpulan yang keliru:
Semua lingkaran (S) itu bulat (P)
Nah, sebagian lingkaran (S) itu gambar (P).
Jadi semua gambar itu bulat.
3. Term M sekurang-kurangnya harus satu kali universal (keseluruhan). Berikut contoh kesimpulan yang keliru:
Anjing itu binatang.
Kucing itu binatang.
Jadi kucing itu anjing.
4. Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah. Jika kalimat universal dibandingkan dengan kalimat partikular, maka yang partikular disebut yang lemah. Begitu pula kalimat negatif itu lebih lemah dibandingkan dengan kalimat positif (afirmatif.) Berikut contoh kesimpulan yang benar:
Semua cerita penuh kekerasan (M) tak baik buat mendidik anak (-P). (Term Universal dan Negatif)
Film animasi Tom & Jerry (S) penuh adegan kekerasan (M). (Term Partikular dan Positif)
Jadi, film animasi Tom & Jerry tak baik buat mendidik anak. (Term Partikular dan Positif)
Bersambung ke halaman selanjutnya –>