BANDUNG, KabarKampus – Sekitar 200 mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia yang tergabung dalam Suara Mahasiswa UPI menggeruduk kantor Rektorat UPI, di Gedung Isola UPI, Kamis, (05/08/2019). Dalam aksi ini mereka meminta Rektor untuk membereskan tiga titik hitam di kampus UPI yakni masalah uang kuliah tunggal (UKT), uang pangkal seleksi mandiri (SM), dan aksesibilitas dan pemerataan fasilitas.
Fatiha Khoirotunnisa Elfahmi, Menteri Dalam Negeri BEM REMA UPI menjelaskan, aksi kali ini merupakan lanjutan dari aksi-aksi sebelumnya. Mereka menuntut Rektor untuk mentransparansikan pengelolaan UKT dan menghadirkan sistem verifikasi ulang kembali besaran UKT, meminta Rektor untuk menghapuskan uang pangkal jalur seleksi mandiri UPI dan memberikan kemudahan akses penggunaan fasilitas oleh mahasiswa serta menghadirkan fasilitas yang layak dan merata di UPI kampus daerah.
“Kami sudah bosan dengan masalah ini, karena Rektor tidak pernah memberikan solusi konkrit kepada mahasiswa. Kami ingin tiga titik hitam yang selama ini menjadi noda membandel di UPI dihapus. Kami berharap Rektor memihak mahasiswa,” kata perempuan yang akrab disapa Elfa ini kepada KabarKampus.
Pertama, kata Elfa adalah masalah seleksi mandiri dengan uang pangkalnya dari 17 Juta hingga 38 Juta. Uang pangkal tersebut tidak bisa dikurangi sepeser pun. Padahal banyak mahasiswa yang keberatan dengan uang pangkal itu.
“Seharusnya Kampus UPI bisa memaksimalkan sumber pendapatan selain dari biaya yang membebani mahasiswa, mengingat pendanaan UPI bukan hanya bersumber dari biaya pendidikan. Atau bahkan seperti di Universitas Padjajaran, Universitas Negeri Jakarta , atau kampus lainnya yang merdeka dari yang namanya uang pangkal,” terangnya.
Kemudian lanjut, Elfa adalah masalah fasilitas berbayar dan pemerataan fasilitas di kampus UPI. Seperti penggunaan fasilitas di kampus, masih dikenakan biaya tertentu dengan berbagai tarif. Kampus berdalih menngalokasikan dana tersebut sebagai uang kebersihan atau uang pemeliharaan.
“Namun jika kita tinjau Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) UPI pemeliharaan dan rehabilitasi setiap gedung sudah dianggarkan serta cleaning service, bahkan peralatan penunjang pun sudah teranggarkan dalam RKAT UPI. Rasanya tidak masuk akal ketika penggunaan fasilitas oleh mahasiswa harus berbayar,” ungkapnya.
Terakhir adalah masalah verfikasi Uang Kuliah Tunggal (UKT). Menurut Elfa, selama ini uang UKT dari tahun ke tahun sama. Padahal setiap mahasiswa setiap tahun memiliki kondisi ekonomi yang berbeda.
“Bila orang tua mahasiswa ada yang meninggal, maka kondisi keuangannya akan berbeda dari tahun sebelumnya. Sehingga perlu adanya verifikasi UKT setiap tahun,” terang Elfa.
Bentrok
Dalam aksi yang dimulai pukul 10.00 WIB ini mahasiswa mendesak untuk bertemu dengan Rektor UPI. Sambil menunggu diberikan kesempatan untuk audiensi, mereka pun menggelar orasi secara bergantian di depan rektorat.
Namun hingga sekitar pukul 15.00 WIB, Rektor tak kunjung menemui mahasiswa. Mahasiswa pun kemudian membakar ban di depan rektorat.
“Sebelumnya kami sudah dua kali meminta Rektor untuk audiensi. Namun tidak diindahkan,” kata Elfa.
Kali ini, lanjut Elfa, mereka datang kembali untuk menemui Rektor. Namun Rektor tak mau menemui mahasiswa kembali. Hingga akhirnya, mereka membakar ban dan terjadilah baku hantam dengan keamanan kampus.
“Teman kami mahasiswa tegeletak dua orang,” ungkap Elfa.