More

    Peringati Hari Santri, UIN Bandung Upacara Pakai Sarung

    BANDUNG, KabarKampus – Ada yang berbeda dalam peringatan Hari Santri Nasional di Kampus UIN Bandung. Untuk pertama kalinya Sivitas UIN Bandung menggelar upacara memperingati Hari Santri dengan menggelar upacara bendera.

    Kegiatan ini digelar dengan melibatkan seluruh Sivitas Akademika UIN Bandung dengan memakai sarung dan atasan putih berpeci hitam untuk laki-laki. Sementara untuk perempuan menggunakan pakaian muslimah. Kegiatan bertajuk “Santri Indonesia Untuk Perdamaian Dunia” ini digelar di Halaman Gedung Anwar Musaddad, Kampus I, Kota Bandung, Selasa (22/10/2019).

    “Ini pertama kali digelar upacara santri yang memakai sarung di UIN SGD, yang sesuai dengan surat edaran dari Kemenag. Insya Allah untuk kedepanya akan diperingati setiap tahunnya pada tanggal 22 Oktober,” ujar Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag, Wakil Rektor I Bidang Akademik selaku inspektur upacara dalam sambutannya.

    - Advertisement -

    Menurutnya, peringatan ini menjadi momentum yang tepat bagi civitas akademika untuk mengukuhkan sembilan dasar pesantren sebagai laboratorium perdamaian. Santri dan pesantren mempunyai peran dalam kemerdekaan Republik Indonesia.

    “Untuk mengisi pembangun bangsa, khususnya di lingkungan UIN SGD, santri itu sebagai kecintaan terhadap ilmu, simbol keteguhan dalam kebenaran, simbol untuk berbagi ilmu. Tentunya jika prinsip itu ditetapkan, maka pada dasarnya civitas akademika itu termasuk dalam kategori santri,” tegasnya.

    Sejarah Hari Santri

    Prof. Rosihon, dalam kesempatan itu mewakili Kementerian Agama RI membacakan Sambutan Menag Lukman Hakim Saifuddin. Dalam sambutannya, Menag menjelaskan, Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri. 

    Penetapan tanggal 22 Oktober merujuk pada tercetusnya “Resolusi Jihad” yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Resolusi jihad ini kemudian melahirkan peristiwa heroik tanggal 10 Nopember 1945 yang kita diperingati sebagai Hari Pahlawan.

    Laboratorium Perdamaian

    Prof. Rosihon mengatakan, isu perdamaian diangkat berdasar fakta bahwa sejatinya pesantren adalah laboratorium perdamaian. Sebagai laboratorium perdamaian, pesantren merupakan tempat menyemai ajaran Islam rahmatanlilalamin, Islam ramah dan moderat dalam beragama. Sikap moderat dalam beragama sangat penting bagi masyarakat yang plural dan multikultural. 

    “Dengan cara seperti inilah keragaman dapat disikapi dengan bijak serta toleransi dan keadilan dapat terwujud. Semangat ajaran inilah yang dapat menginspirasi santri untuk berkontribusi merawat perdamaian dunia,” tegasnya.

    Setidaknya ada sembilan alasan dan dasar mengapa pesantren layak disebut sebagai laboratorium perdamaian. Pertama; Kesadaran harmoni beragama dan berbangsa, Kedua; Metode mengaji dan mengkaji, Ketiga; Para santri biasa diajarkan untuk khidmah (pengabdian).

    Keempat; Pendidikan kemandirian, kerja sama dan saling membantu di kalangan santri. ara pejuang ilmu. Kelima; Gerakan komunitas seperti kesenian dan sastra tumbuh subur di pesantren. Keenam adalah lahirnya beragam kelompok diskusi dalam skala kecil maupun besar untuk membahas hal-hal remeh sampai yang serius. Ketujuh; Merawat khazanah kearifan lokal.

    Kedelapan; Prinsip maslahat (kepentingan umum) merupakan pegangan yang sudah tidak bisa ditawar lagi oleh kalangan pesantren. Kesembilan; Penanaman spiritual.

    “Menjadi momentum bagi seluruh elemen bangsa, terutama kalangan santri Indonesia agar turut berperan aktif dan terdepan mengemban misi dan menyampaikan pesanpesan perdamaian di dunia internasional,” tandasnya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here