Imanha
Masyarakat perkotaan dinilai lebih rentan diserang stres. Misalnya mahasiswa yang pergi ke kampus harus mengarungi jalanan yang macet dan bising. Saat tiba di kampus, dia menghadapi tugas kuliah, dosen yang galak, dan hubungan dengan teman kuliah yang kadang tak selalu menyenangkan. Untuk itu diperlukan manajemen stres yang baik. Salah satu manajemen stres ialah dengan relaksasi.
Tujuan relaksasi ialah untuk mengurangi ketegangan-ketegangan yang muncul di pikiran kita. Sebab pemicu stres banyak yang datang dari pikiran kita sendiri, kata psikolog Gema Gumelar.
“Apalagi masyarakat perkotaan yang sehari-hari menghadapi situasi (stimuli) yang banyak bisa memicu stres, mulai kebisingan, kemacetan, dan gadget. Itu semua menjadi stimuli yang masuk ke alam bawah sadar lalu keluar lewat mimpi,” terang Gema Gumelar, dalam “Pelatihan Pertolongan Pertama untuk Mempertahankan Kesehatan Mental dan Pencegahan Bunuh Diri” di RS Melinda, Bandung, Sabtu (7/11/2019).
Disebutkan, manusia merupakan makhluk yang mengalami over stimuli dalam pikirannya. Over stimuli ini berasal dari luar diri, dari teman, lingkungan sosial, atau kini lewat gadget. Gema menggarisbawahi massifnya ketergantungan manusia modern pada gadget. Dewasa ini aktivitas manusia tak lepas dari gadget, mulai beraktivitas lewat media sosial atau melihat media sosial orang lain. Belanja pun memakai gadget. Sehingga muncul istilah BPJS, budget pas-pasan jiwa sosialita.
“Over stimuli misalnya muncul dengan feed-nya orang lain, bahkan feed Instagram mantan, dan lain-lain,” katanya.
Menurutnya, stimuli-stimuli itu tak bisa dihindari. Stimuli akan terekam dalam pikiran dan akhirnya menjadi bahan pikiran, membentuk nilai-nilai dan perspektif terhadap segala persoalan. Gema lalu menunjukkan dua ilustrasi, yang satu gambar tentang anak-anak bermain air di genangan air hujan atau banjir. Gambar kedua tentang rumah yang terendam banjir.
Menurutnya, di masa kecil, kita memandang banjir sebagai bukan masalah. Malah sebagai sesuatu yang menyenangkan. Buktinya kita sering bermain hujan-hujanan sambil tertawa ria. Energi yang keluar pun positif. Namun ketika kita tumbuh besar dan dewasa, kita menganggap hujan dan banjir sebagai persoalan serius dan bikin stres. Energy yang keluar dari pikiran ini negatif.
Ilustrasi sederhana itu menunjukkan, masa kanak-kanak merupakan masa di mana belum banyak pikiran. Sehingga apa pun bisa menjadi arena permainan. Misalnya permainan hujan atau banjir. Seiring bertambah usia, pikiran manusia semakin kompleks, hujan pun tak lagi menarik dan lebih dipandang sebagai sesuatu yang negatif, bikin banjir, menghambat pekerjaan dan seterusnya. Akhirnya hujan memicu stres.
Jadi, untuk menenangkan pikiran yang melebihi kelebihan kapasitas itu perlu dilakukan relaksasi. Relaksasi tidak harus dipandu psikolog atau orang lain. Relaksai bisa dilakukan sendiri. Salah satu relaksasi yang mudah ialah meditasi.
Gema menjelaskan, langkah awal meditasi adalah dengan mencari tempat yang tenang atau sepi, lalu mengambil posisi yang nyaman, misalnya tiduran atau duduk bersila. Jika meditasi bersila, disarankan agar punggung bisa bersandar. Intinya, posisi duduk atau tidur harus senyaman mungkin.
Setelah posisi nyaman, mulailah melakukan pernapasan dalam. Pernapasan dalam dilakukan dengan menarik napas dari hidung dan disimpan di perut. Ingat, di perut, bukan di dada. Manusia biasanya melakukan pernapasan dengan dada. Bahkan jika sedang marah, dia akan bernapas cepat dan pendek-pendek dengan dada naik turun.
Selama melakukan pernapasan dalam, mata harus terpejam. Proses ini sebaiknya diiringi dengan lagu yang pas buat relaksasi, yakni lagu instrumental atau musik klasik. Tetapi tidak ada musik pun tak apa-apa yang penting pikiran terpusat ke pengaturan pernapasan.
Cara bernapas dari perut ialah dengan menarik napas panjang selama kurang lebih hitungan 5 detik sampai perut mengembung. Setelah itu, tahan napas di perut kurang lebih selama 3 detik, lalu hembuskan lewat mulut selama 5 detik.
Lakukan model pernapasan tersebut secara berulang-ulang. Durasinya bebas, bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Selama mengatur pernapasan ini, biarkan pikiran kita mengalir tanpa perlu dikendalikan. Jika ada pikiran melintas, posisikan kita sebagai pengamat sambil tetap fokus mengatur pernapasan.
Nah setelah dirasa cukup, misalnya 5-10 menit melakukan olah pernapasan, kamu boleh membuka mata dan rasakan hasilnya. Selamat mencoba. []
Tips yang bermanfaat