More

    Membaca : Merawat Kesadaran Manusia

    Aktivitas membaca juga belum dibiasakan dalam ranah keluarga,  orang tua yang hanya mengajari anaknya membaca pada level biasa padahal budaya membaca harus dimulai pada usia dini. Orang tua terlalu membiasakan memberikan hadiah berupa mainan yang tidak jelas esensi kebermanfaatanya, seperti memberikan gatget dengan harapan anak bisa belajar membaca dan mendengar. Akan tetapi orang tua tidak melihat apa dampak buruknya saat anak menggunakan gatget, padahal dampak buruknya dapat membuat anak kecanduan game online atau media sosial lainnya, sehingga anak enggan membaca buku sampai menyentuh pun rasanya tidak mau.

    Illustration by Gürbüz Doğan Ekşioğlu.

    Dari situlah anak mulai timbul sikap tidak mampu mengembangkan gagasan. Dalam ranah pendidikan gagasan adalah hal yang paling penting bagi kaum terpelajar, akan tetapi dengan minimnya gagasan yang mereka miliki akibat budaya membacanya kurang akan menimbulkan rasa tidak percaya diri karena mereka tidak [1]mempunyai referensi  yang semestinya mereka sampaikan saat memeberikan  pendapat atau menyampaikan argumentasi dihadapan orang lain. Ditambah lagi di dalam bangku sekolah guru terlalu dominan menggunakan metode ceramah dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat membuat siswa tidak mampu mandiri dalam mencari imformasi tentang ilmu pengetahuan. Dominannya metode ceramah di sekolah dapat mengakibatkan dampak negatif  contohnya siswa menjadi malas-malasan membaca buku untuk memudahkan siswa berdialektika maupun berdiskusi di dalam kelas maupun di lingkungan masyarakat sekitar. Sehingga referensi yang seharusnya mereka diskusikan soal mata pelajaran malah digunakan melingkar untuk obrolan-obrolan tidak jelas atau bermain game serta bermedia sosial lainnya.

    Melihat berbagai aspek persoalan tentang kurangnya minat baca masyarakat dikarenakan tidak adanya kesadaran atas eksistensi secara pribadi tentang apa manfaatnya membaca. Pada dasarnya manusia memiliki unsur kesadaran sejak dia dilahirkan, meskipun manusia dilahirkan diawali dari seorang bayi akan tetapi akalnyalah yang membuat dia berbeda dengan  makhluk lainnya. Manusia bisa hidup dihutan dengan menjadi Tarzan berbaur dengan kehidupan binatang lainnya. Akan tetapi manusia yang dibekali dengan akal yang sempurna disitulah kita dapat membedakan manusia dengan hewan lainnya. Meski perilaku dan tradisi binatang telah membentuknya, akan tetapi kesadaranlah yang membuat tradisi itu berbeda. Manusia berbeda karena mempunyai unsur kesadaran yang mutlak untuk dirinya, tetapi tidak lantas kasadaran itu harus di kerangkeng dengan logika ketuhanan yang menempatkan dirinya dalam kondisi desterminstik. Kepasrahan tanpa nalar, kepatuhan tanpa daya tidak dimiliki oleh manusia demikian. Meski dia telah terkonstruksi secara kultrul tradisi namun akalnya selalu mencari kebenaran.[]

    - Advertisement -

    *Penulis adalah Mahasiswa jurusan manajemen, FEB, Universitas Bina Bangsa Banten.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here