More

    Wabah Covid-19 : Babak Baru Pengelolaan Sampah

    Oleh: Mochamad Andi Nurfauzi

    ilustrasi / medexwaste

    Kasus Covid-19 terus meningkat dari hari ke hari. Data tanggal 26/03/2020, menunjukan bahwa total kasus sudah mencapai 893 kasus yang tersebar di 24 Provinsi. Jumlah pasien yang meninggal pun sebanyak 78 orang dan 35 orang pasien yang sembuh.

    Angka insiden yang terus meningkat, turut membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya proteksi diri, seperti penggunaan masker, frekuensi cuci tangan yang lebih sering, hingga tagar kampanye #dirumahsaja sebagai bentuk respon dukungan akan kebijakan physical distancing.

    - Advertisement -

    Sudah pasti, muncul kebutuhan-kebutuhan yang mendukung upaya individu dalam melindungi dirinya, yang berdampak pada meningkatnya permintaan akan masker, cairan cuci tangan, desinfektan dan sarung tangan karet. Bahkan tak heran, usaha jasa titip (jastip) perlengkapan tersebut, menjadi ramai menghiasi linimasa media sosial.

    Upaya proteksi diri tersebut, juga menjadi hal yang paling krusial bagi para tenaga kesehatan yang menjadi barisan terdepan dalam melayani pasien-pasien yang positif covid-19. Namun, beberapa fasilitas kesehatan sempat melaporkan kebutuhan akan alat perlindungan diri, artinya ada kekurangan suplai Alat Pelindung Diri (APD) yang ditujukan pada para tenaga kesehatan.

    Salah satunya adalah masker yang menjadi barang yang sangat berharga. Berharga saat dipakai, karena melindungi diri dari potensi kontaminasi oleh virus. Namun, setelahnya masker tersebut dibuang, karena sifatnya yang hanya satu kali pakai. Sehingga pengelolaan sampahnya pun tidak kalah pentingnya dengan upaya perlindungan diri yang kita lakukan. Jangan sampai masker ini menjadi alat yang mampu melindungi diri sendiri, namun malah berpotensi menjadi media penularan bagi individu lainnya.

    Salah satu jenis masker yang cukup sering ditemukan pada masyarakat adalah masker bedah. Masker, memang bermanfaat untuk mengantisipasi droplet dari orang lain yang telah terinfeksi Covid-19, karena fungsi tersebut, artinya virus dapat hidup beberapa waktu dalam masker tersebut.

    Berdasarkan penelitian dari National Institute of Health, Princeton dan University of California, Los Angeles, menjelaskan bahwa virus teridentifikasi pada permukaan tembaga selama 4 jam, hingga 24 jam pada kardus, kemudian 2-3 hari pada plastik dan besi tahan karat.

    Lantas, bagaimana dengan masker bedah, yang cukup sering ditemukan pada masyarakat, apakah bahannya berpotensi untuk menjadi media bertahan virus selama beberapa waktu?

    Satu jurnal dari University of Georgia, mendeskripsikan bahwa salah satu bahan yang melapisi masker tersebut adalah propylene. Artinya lapisan itu mengandung plastik, sehingga sesuai jurnal di atas, berpotensi untuk menjadi media bertahan hidup virus selama 2-3 hari.

    Sedangkan saat ini penggunaan masker yang cukup masif, mendorong peningkatan produksi masker. Juga berpengaruh terhadap kenaikan harga masker. Namun, yang juga tak kalah penting adalah, peningkatan sampah masker itu sendiri.

    Sampah masker yang sifat penggunaannya hanya satu kali pakai dan tidak dapat didaur ulang, berpotensi terhadap peningkatan timbunan sampah residu atau bahkan sampah B3 ketika digunakan oleh individu yang positif covid-19, karena bahannya yang sudah terkontaminasi oleh virus corona secara langsung. Kondisi tersebut akhirnya menjadi sebuah siklus yang berisiko untuk menularkan virus corona.

    Petugas Sampah sebagai Pihak yang Rentan terhadap Penularan Virus Corona

    Jika kita dapat secara aman bekerja dari rumah, maka jangan lupakan para petugas sampah yang bertugas setiap hari untuk melakukan pengumpulan sampah pada setiap wilayah. Mereka tak mengenal istilah work frome home, yang mereka harus lakukan adalah mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah, dan mengangkutnya hingga titik kumpul selanjutnya ataupun langsung ke Tempat Penampungan Sementara (TPS).

    Sampah masker yang dihasilkan pada level rumah tangga, apalagi saat kondisi sampahnya tercampur, maka bisa menjadi sebuah hal yang berbahaya bagi petugas sampah. Belum lagi saat sampah tersebut sampai di TPS dengan petugas yang berbeda, hingga sampai ke TPA dengan petugas yang berbeda pula. Maka tidak dipungkiri, dari satu masker yang terkontaminasi saja, dapat berpotensi dalam penyebaran virus yang lebih masif.

    Kemudian yang perlu juga menjadi perhatian adalah perlengkapan perlindungan diri bagi petugas sampah yang bertugas di lingkungan tempat ODP/PDP/Positif Covid-19 tinggal, tidak ada yg menjamin bahwa sampah-sampah yang dihasilkan tidak terkontaminasi virus corona, akhirnya berisiko untuk terjadi penularan juga.

    Penanganan sampah B3, dalam UU No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, melarang siapapun untuk mencampurkan sampah B3, jadi dari segi pewadahan di rumah, harus terpilah. Namun berbicara pemilahan, adalah berbicara tentang tantangan lain yang dihadapi dalam pengelolaan sampah.

    Petugas sampah yang bertugas di tingkat RT/RW merupakan petugas yang direkrut oleh RW, sehingga belum dapat dipastikan jaminan proteksi atas keselamatan dan kesehatan kerjanya. Padahal, mereka sama-sama berada di garda terdepan dalam operasionalisasi pengumpulan sampah di tingkat rumah tangga. Bisa lain cerita jika petugas sampah turut serta meranaikan work from home, sampah-sampah menumpuk di lingkungan tempat tinggal kita dan membuahkan permasalahan kesehatan lainnya.

    Barangkali, kita pun perlu melihat kondisi wabah ini secara holistik, dimana ada banyak peran yang juga turut membantu agar penularan tidak terus terjadi, salah satunya melihat bagaimana produksi sampah kita sendiri, karena tidak dipungkiri, ketika sampah kita tercampur dengan sampah dari orang lain, dan terus bercampur, maka lagi-lagi disana terjadi sebuah risiko penularan kepada para petugas sampah, melalui sampah yang dikelolanya.

    Bagaimana dengan sampah masker ataupun limbah medis yang terdapat dalam fasilitas kesehatan yang merawat pasien positif Covid-19?

    Tentu hal ini tidak kalah penting dalam mewarnai dinamika penanganan sampah saat terjadinya wabah. Namun, penanganan sampah B3 di Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Menkes no 7 tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, menjelaskan bahwa penanganan sampah B3 di Rumah Sakit melibatkan pihak ketiga.

    Artinya ada peran petugas pengumpul sampah yang bekerja di perusahaan pengelola sampah B3 yang sama-sama memiliki risiko untuk terkontaminasi oleh virus corona. Selain itu, penanganan sampah medis yang cenderung infeksius, mengharuskan para petugas tersebut terlindungi oleh sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku di perusahaan tersebut.

    Babak baru Pengelolaan Sampah

    Belum tuntas dengan konsep juga beragam metode pengelolaan sampah pada konteks perkotaan. Isu sampah dihadapkan dengan tantangan pengelolaan sampah dalam kondisi terjadinya wabah.

    Tentu babak baru dalam kondisi penanganan wabah ini, mengingatkan kita kembali akan pentingnya kolektifitas dalam menyelesaikan isu sampah. Sektor kesehatan, lingkungan, pekerjaan umum, sosial, juga perekonomian, dapat menyusun beragam standar prosedur operasional yang dapat bermanfaat bagi pelaksanaan pengelolaan sampah dalam kondisi wabah, tanpa menimbulkan permasalahan kesehatan yang baru, baik bagi petugas maupun kepada lingkungan.

    Kemudian, penjangkauan dan pemantauan risiko bagi para petugas sampah yang bertugas di lingkungan yang terdapat ODP/PDP/Positif covid-19, perlu diarusutamakan dalam Infrastruktur kebijakan Pengelolaan sampah saat wabah. Sehingga petugas sampah juga hadir sebagai tokoh kunci pengelolaan sampah, yang juga harus dilindungi.

    *Penulis adalah anggota Geostrategy Study Club

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here