More

    Anxiety Disorder di Tengah Pandemi

    Andi Juliandrie Abham

    Mahasiswa Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

    Foto : @humanitymakaasar

    Media adalah suatu alat perantara atau pengantar yang berfungsi untuk menyalurkan pesan atau informasi dari suatu sumber kepada penerima pesan. Peran media yang paling utama adalah menjadi sarana informasi bagi masyarakat, terlebih di tengah pandemi saat ini, masyarakat sangat membutuhkan informasi terkait apa yang terjadi.

    - Advertisement -

    Di lain sisi, media yang sedang menjalankan apa yang menjadi orientasinya juga sedang menebar virus kepada masyarakat. Yah, virus itu adalah Anxiety Disorder, yang dimana dalam Bahasa Indonesia ialah gangguan kecemasan, biasanya Anxiety Disorder ditandai dengan perasaan khawatir, cemas, atau takut yang cukup kuat terhadap sesuatu hal sehingga dapat mengganggu aktivitas seseorang. Dalam pengertian umumnya, Anxiety Disorder adalah kondisi ketika seseorang mengalami kecemasan yang berlebihan dan berlangsung terus-menerus terhadap banyak hal, dengan seperti itu, kemungkinan kecil dapat membuat manusia kehilangan nyawa.

    Di tengah pandemi wabah virus corona ini, anxiety disorder sepertinya menjadi penyakit yang memiliki peluang besar berhasil menyerang manusia. Stigma media dalam memberitakan virus corona menjadi dasar kuat yang melandasi keberhasilan penyakit satu ini dalam menyerang seseorang. Hampir seluruh media menggaungkan korban jiwa akibat virus corona setiap harinya. Berita yang disebarkan fokus pada korban jiwa, sehingga jumlah pasien yang sembuh sepertinya agak terlupakan oleh masyarakat.

    Media seringkali menyajikan sebuah berita dengan mendahulukan berita korban jiwa, seperti “Hari ini, jumlah korban jiwa akibat corona bertambah 999+” atau “ 1 lagi warga daerah konoha positif corona”. Dalam psikologi manusia, itu akan membuat seseorang akan langsung terfokus serta secara otodidak mengalami gangguan mental terkait virus corona. Stigma demikian secara tidak langsung akan menimbulkan kepanikan yang membuat mental seseorang mengalami sebuah tekanan.

    Seharusnya media lebih cerdas serta lebih teliti dalam menentukan topik berita. Jika stigma yang digaungkan mayoritas terkait korban jiwa akibat virus corona, maka sama saja media menebar virus anxiety disorder.

    Jika stigma negatif seperti ini digaungkan hampir setiap hari, lalu dikolaborasikan dengan status lockdown yang menganjurkan manusia tetap di rumah saja selama pandemi berlangsung maka akan menciptakan komplikasi pemicu kematian.

    Dengan dalil menyajikan informasi, media di tengah pandemi ini sepertinya tidak adil dalam memberitakan segala hal terkait virus corona. Sebagai contoh adalah mayoritas media menggaungkan jika Brazil adalah negara yang meremehkan virus corona dengan tidak menerapkan lockdown sehingga menyebabkan 17.000 korban jiwa. Sedangkan media sangat minoritas menggaungkan kebenaran bahwasanya beberapa negara seperti Spanyol, Italia, Perancis dan Inggris yang menerapkan lockdown memiliki jumlah korban jiwa lebih besar ketimbang Brazil (worldometers.info 20/5/20).

    Negara yang menerapkan anjuran kiblat informasi dan kesehatan dunia memiliki jumlah korban yang lebih tinggi dibandingkan negara yang memilih tidak menerapkan anjuran tersebut. Mengapa bisa demikian?

    Perihal tersebut seharusnya digaungkan media dengan keras, dengan kata pertama mengapa? Tapi sepertinya media bertindak sesuai dengan kiblat informasi dunia, analoginya seperti segerombolan domba yang digiring oleh pengembala. Mayoritas media terkait penyajian berita hampir persis sama semua, mulai dari topik hingga isi berita, kurang lebih persis.

    Kini, media selain menjadi referensi bagi kita, berita yang disajikan juga menjelma menjadi sebuah hal yang menakutkan terhadap psikologi seseorang dan mungkin saja dapat menimbulkan kecemasan yang berlebihan. Untuk itu, perlunya membatasi membaca ataupun menonton berita terkait virus corona, sekali dalam sehari itu sudah lebih dari cukup.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here