More

    Kondisi Pengungsi Suriah di Turki Masa Krisis COVID-19

    Oleh : Nafila Maulina Priyanto

    Ilustrasi / Foto : www.actionagainsthunger.org

    Sejak merebaknya virus covid-19 di hampir seluruh negara di awal tahun 2020, pandemic ini mempengaruhi hampir semua lini kehidupan. Ekonomi dibuat limbung, pemerintah dibuat panik harus berbuat apa, dan kegiatan sosial juga dibuat lumpuh total karena manusia diminta untuk rehat barang sejenak di rumah masing-masing untuk mengurangi dan/atau memutus rantai penyebaran virus ini. Wacana Work From Home pun berhasil diterapkan. Bagi yang beruntung, tentu mereka tidak perlu memikirkan hal-hal seperti pendapatan mereka. Tapi bagi yang tidak, pandemi ini benar-benar membunuh manusia, tidak hanya melalui penularan, tapi juga kelaparan karena ketidak-mampuan mereka untuk menstabilkan pendapatan harian lantaran dagangan tidak laku. Ketidak-beruntungan ini juga dirasakan oleh para pengungsi yang sedang berapa di kamp-kamp pengungsian, bahkan, lebih parah daripada apa yang bisa kita bayangkan. Namun, kabar mereka masih jarang sekali terdengar.

    United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), atau yang dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi mencatat bahwa setidaknya ada 70,8 juta jumlah pengungsi yang tersebar di seluruh dunia karena perang, kejahatan kemanusiaan, konflik, dan kekerasan. Sebagian besar dari para pengungsi ini berasal dari Suriah (Syiran Arab Republic) dengan total sebanyak 6,7 jiwa, diikuti oleh Afghanistan dengan 2,7 jiwa, dan Sudan Selatan dengan total 2,3 juta jiwa. Ini membuat Suriah sebagai negara dengan jumlah pengungsi terbanyak di dunia yang mengisi bahkan sepertiga dari jumlah pengungsi di seluruh dunia. Negara yang menjadi tujuan utama pengungsi Suriah adalah negara-negara yang berbatasan dengannya seperti Turki, Lebanon, dan Yordania. Hingga saat ini, Turki masih menjadi negara tujuan pengungsi Suriah pertama, dengan total 3,6 juta jiwa pengungsi Suriah, dan menjadikan Turki sebagai negara penerima pengungsi ketiga di dunia dengan perbandingan jumlah penduduk asli dan pengungsi sebanyak 1:22 orang (UNHCR, 2018).

    - Advertisement -

    Sebanyak 64.000 pengungsi Suriah tinggal di kamp pengungsian yang terletak di bagian selatan Turki, tepatnya di provinsi Şanlıurfa, Gaziantep, dan Hatay yang berbatasan langsung dengan Suriah (Tekin-Koru, 2020). Dalam kondisi pandemi yang mudah menular ini, pengungsi Suriah yang hidup di kamp-kamp pengungsian jadi berlipat-lipat kali lebih rentan dari pada kita yang beruntung bisa tinggal di rumah. Meskipun hanya 0,2 persen pengungsi Suriah yang tinggal di kamp pengungsian, fakta tersebut tidak mengurangi kerentanan para pengungsi dalam masa-masa pandemi ini. Lalu, apa yang menyebabkan mereka rentan?

    Pertama, permasalahan mengenai tempat tinggal. Para pengungsi Suriah setidaknya tinggal di tiga tempat yang berbeda, kamp pengungsian, rumah sewa, dan di jalanan (Erturk, 2020). Bagi para pengungsi yang tinggal di kamp-kamp pengungsian, tentu sangat sulit bagi mereka untuk menjaga jarak dengan satu dan yang lain ketika mereka harus tinggal bersama dengan belasan orang lainnya dalam satu tenda. Belum lagi kenyataan bahwa kamp pengungsian ini bukanlah tempat yang layak untuk dihuni. Misalnya, sanitasi yang tidak layak, akses air yang kurang, dan padatnya tenda mereka. Bagi mereka yang tinggal di rumah sewa, mereka tetap rentan unutk tertular karena biasanya, mereka menyewa rumah untuk ditinggali 2-3 keluarga, belum lagi kenyataan bahwa pandemi ini membuat kondisi ekonomi melemah dan banyak perusahaan mengurangi jumlah pegawainya. Ini membuat mereka kemudian kesulitan untuk membayar biaya sewa. Mereka bersusah payah untuk menjaga agar anak-anak mereka tidak diusir dan hidup di jalanan (Murdock, 2020). Dan bagi mereka yang tinggal di jalanan, mereka juga rentang terpapar karena mereka juga tidak bisa menjamin kebersihan lingkungan mereka dan bahkan juga diri mereka sendiri.

    Kedua, pekerjaan. Sebagian besar dari pengungsi Suriah bekerja di sektor-sektor informal dan sebagian lagi membuka bisnis sendiri yang bergerak di sektor restoran dan toko parfum. Mereka yang bekerja di sektor informal sebagian besar terdampak oleh kebijakan perusahaan yang mengurangi jumlah pergawai. Sebelum virus ini melanda kehidupan manusia, 14% dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan dan 25% dari anak-anak terkena malnutrisi (Erturk, 2020). Angka ini pastinya melonjak apabila dibandingkan dengan kondisi sekarang. Belum lagi pengungsi Suriah yang memiliki bisnis di sektor yang terdampak covid-19. Pendapatan mereka yang tidak menentu menyebabkan adanya ketidakpastian atas makanan yang mereka makan esok harinya.

    Ketiga, akses kesehatan yang sangat kurang. Ada banyak hal yang mempersulit pengungsi Suriah untuk mendapatkan akses kesehatan yang layak. Misalnya, perbedaan bahasa, status mereka sebagai pengungsi, sedikitnya informasi tentang akses kesehatan, dan sedikitnya akses transportasi untuk mencapai rumah sakit atau klinik terdekat.  

    Kondisi pengungsi Suriah ini jarang sekali terdengar di media, karena seluruh warga dunia juga mengalami kemelaratan. Maka dari itu, tulisan ini bertujuan untuk memberikan kabar pada kita semua bahwa di luar sana, ada yang hidupnya lebih melarat karena pandemi yang menusuk manusia sampai ke tulang rusuknya. Mereka membutuhkan uluran tangan dan kepedulian kita semua sebagai bentuk solidaritas dari penduduk bumi.

    Beruntungnya, melalui program New Comers Against Corona, pengungsi Suriah mampu bergandengan tangan untuk bersolidaritas dengan satu dan yang lain. Salah satu pengungsi yang memiliki bisnis restoran memilih untuk bersolidaritas melalui dapurnya dengan membagi-bagikan makanan. Selain itu, beberapa dari mereka juga menjahit masker untuk dibagi-bagikan kepada sesame mereka yang juga datang dari Suriah (Landsberg, 2020).

    Memang, kondisi pandemi ini sedikit-banyak telah meningkatkan jumlah aksi solidaritas dan gotong royong yang dilakukan oleh manusia atas nama kemanusiaan. Maka, di akhir tulisan ini, penulis berharap agar hal-hal tersebut tak pernah lekang oleh waktu.

    Bibliography

    Tekin-Koru, A., 2020. Precarious lives: Syrian refugees in Turkey in corona times. [Online] Available at: https://voxeu.org/article/precarious-lives-syrian-refugees-turkey-corona-times [Accessed 10 June 2020].

    UNHCR, 2018. Global Trends of Forced Displacement. [Online] Available at: https://www.unhcr.org/5d08d7ee7.pdf [Accessed 10 June 2020].

    Erturk, S. A., 2020. The effects of COVID-19 on Syrian refugees in Turkey. [Online] Available at: https://southernresponses.org/2020/04/24/the-effects-of-covid-19-on-syrian-refugees-in-turkey/ [Accessed 10 June 2020].

    Murdock, H., 2020. Fear, Hunger Grip Syrian Refugees in Turkey. [Online] Available at: https://www.voanews.com/covid-19-pandemic/fear-hunger-grip-syrian-refugees-turkey [Accessed 10 June 2020].

    Landsberg, T., 2020. Refugees help during the COVID-19 crisis. [Online] Available at: https://www.dw.com/en/refugees-help-during-the-covid-19-crisis/a-53341825 [Accessed 10 June 2020].

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here