More

    Warna Dalam Mineral

    7. Abad Pertengahan hingga Masa Renaisans

    Salah satu pigmen luar biasa di masa ini adalah pigmen yang dibuat dari batuan semi berharga, yaitu lapiz lazuli ((Na,Ca)8(AlSiO4)6(S,SO4,Cl)1-2). Lapis lazuli adalah sejenis batuan malihan yang digunakan sebagai batu semi berharga dari zaman kuno karena kecemerlangan warna birunya.

    Lapis lazuli sangat dihargai sejak Peradaban Lembah Indus (3300-1900 SM). Manik-manik dari batuan ini ditemukan di pemakaman Mehrgarh, Kaukasus, hingga pelosok Mauritania. Lapis lazuli juga digunakan pada topeng makam Tutankhamun (1341–1323 SM).

    Afganistan adalah sumber penting dari lapis lazuli sejak zaman Mesir Kuno, dan peradaban Mesopotamia, juga Yunani dan Roma. Peradaban Mesir Kuno memperoleh batuan ini melalui perdagangan dengan Suku Arya. Pada puncak Peradaban Lembah Indus, sekitar 2.000 tahun sebelum Masehi, koloni Harappan yang sekarang dikenal sebagai Shortugai, didirikan dekat lokasi penambangan lapis lazuli.

    - Advertisement -

    Sumber lapis lazuli ditemukan di pertambangan Shortugai, dan pertambangan Sar-i Sang, lembah Sungai Kokcha, Provinsi Badakhshan, timur laut Afganistan. Cadangan tambang ini sudah diproduksi selama 6.000 tahun. Selain cadangan di Afganistan, lapis lazuli juga ditambang di Andes (dekat Ovalle, Chile); di barat Danau Baikal, Siberia, Rusia. Batuan tersebut juga ditambang dalam jumlah kecil di Angola, Argentina, Burma, Pakistan, Kanada, Italia, India, dan Kalifornia, serta Kolorado, Amerika Serikat.

    Lapis lazuli dibuat menjadi pigmen untuk menghasilkan warna ultramarine yang dikenal di Eropa pada masa abad pertengahan. Batuan ini banyak dibeli dari Afganistan untuk menghasilkan pigmen warna biru yang sangat cemerlang dan menjadi zat pewarna dengan harga paling mahal, lebih mahal daripada harga emas.

    Komposisi mineral utama dari batuan lapis lazuli adalah lazurit dengan persentase kandungan dari 25% sampai dengan 40%. Lazurit adalah mineral silikat feldspatoid dengan formula (Na,Ca)8(AlSiO4)6(S,SO4,Cl)1-2. Selain itu, lapis lazuli juga mengandung mineral kalsit yang berwarna putih, mineral sodalite yang berwarna biru, dan pirit yang berwarna kuning metalik. Mineral-mineral seperti augit, diopsid, enstatit, mika, hauynit, hornblende, nosean, dan lollingit geyerit yang kaya belerang juga ditemukan di batuan lapis lazuli. Lapis lazuli sering ditemukan pada lapisan kristalin batu marmer sebagai hasil proses metamorfosa kontak dari batuan.

    Warna lapis lazuli adalah biru sebagai hasil dari kehadiran anion radikal trisulfur (S3−) di dalam sistem kristalnya. Eksitasi satu elektron dari lingkar orbit molekular rangkap (No. 24) ke lingkar orbit molekular tunggal (No. 25) menghasilkan penyerapan atau absorbsi sangat tinggi dari cahaya dengan panjang gelombang λ maksimum 617 nm.

    Pigmen lapiz lazuli sudah mulai dipakai sejak abad ke-6 sampai dengan abad ke-7 masehi pada lukisan Buddha di sebuah kuil dekat Badakhstan. Pigmen ini juga dipakai di Tiongkok, lalu di Jepang pada lukisan cetak kayu ukiyo-e, dan lukisan miniatur Mughal sejak abad ke-10 sampai dengan abad ke-12.

    Lukisan miniatur Persia dan Mughal mencapai puncaknya di abad ke-15 dan abad ke-16. Pelukis Kamaludin Behzad (1450–1535) memakai pigmen lapis lazuli untuk hasil karya lukisan-lukisannya karena keindahan dan daya tahan pigmen ini tak lekang oleh waktu.

    Secara etimologi, lapis adalah kata dari bahasa Latin untuk batu. Sedangkan, lazulī adalah kata genetik dari bahasa Latin “lazulum”, yang diambil dari bahasa Arab لازورد (lāzaward), yang diserap dari bahasa Persia لاجورد (lājevard), yang juga berarti batu sekaligus nama tempat lapis lazuli ditambang. Lazulum secara etimologi berhubungan dengan warna biru dan dipakai sebagai akar kata yang memiliki arti biru dalam berbagai bahasa, salah satu di antaranya adalah kata azul dalam bahasa Spanyol dan bahasa Portugis.

    Pemakaian lapis lazuli sebagai pigmen menjadi sangat populer di Eropa pada abad ke-13 sampai dengan abad ke-17. Lapis lazuli mulai diekspor ke Eropa dengan cara digerus menjadi bubuk dan dijadikan pigmen biru yang dinamai “ultramarine” dengan nilai harga paling mahal di antara semua pigmen lainnya. Warna biru cemerlang lapis lazuli cocok berdampingan dengan pigmen merah vermilion – berbahan dasar mineral sinabar (HgS) – , dan lapisan emas untuk dipakai di banyak lukisan-lukisan panel Italia.

    Sejarah lukisan Italia dimulai oleh Giotto di Bondone (1267-1337). Lukisan fresko dan lukisan panel Giotto dikerjakan dengan sentuhan realistis menggunakan pigmen lapis lazuli. Kemudian terdapat seniman-seniman Italia lain seperti Ducio, Massacio, Angelico, Uccelo, Lippi, Botticelli, Piero Della Francesca, Mantegna, dan Giovanni Bellini yang juga menggunakan pigmen lapis lazuli agar karya seni mereka tidak sekedar indah tetapi memenuhi nilai estetika dan nilai religius.

    Masa Renaisans atau Abad Pembaharuan berlangsung dalam rentang waktu dari abad ke-14 sampai abad ke-17 di Eropa. Selama kurun waktu ini, oker merah dan oker kuning telah banyak dipakai di lukisan panel dan lukisan dinding. Pigmen yang ada bervariasi dari wilayah ke wilayah sesuai kandungan lokal lempungnya, bisa lebih banyak mengandung mineral limonit yang kekuningan atau bisa juga mengandung mineral hematit yang kemerahan. Tanah merah dari Pozzuoli dekat Kota Naples memilki warna pink salem. Pigmen dari kota Tuscany berwarna coklat kemerahan lebih gelap karena mengandung mangan, sehingga disebut terra d siena atau tanah sienna.

    Pada abad ke-16, fajar masa renaisans Eropa ditandai dengan kehadiran seniman-seniman besar seperti Leonardo Da Vinci (1452–1519), Michelangelo, Raphael (1483–1520) dan Titian (1490–1576). Mereka adalah seniman-seniman yang dikenal dengan keahlian gaya seni tingkat tinggi yang elegan sehingga menikmati penghargaan yang prestisius dari lingkungannya selama masa kehidupan mereka. Oleh sebab itu, untuk menandai status sosial yang tinggi, serta membuat hasil karya mereka lebih diakui daripada pelukis-pelukis lain, dan menghasilkan dukungan keuangan dari para sponsor, maka mereka banyak menggunakan pigmen lapis lazuli. Melukis dengan bahan cat pigmen lapiz lazuli dianggap sangat mewah dan hanya dipakai oleh seniman ternama saja.

    Memasuki masa Barok, terdapat pelukis Giovanni Battista Salvi da Sassoferrato (1609–1685) dari Italia. Dia terkenal dengan hasil karya “The Virgin in Prayer” (1640–50), sebuah lukisan cat minyak di kanvas yang menggambarkan Bunda Maria. Dia menggunakan pigmen lapiz lazulli untuk mewarnai jubah Bunda Maria agar terlihat gambaran keanggunan sekaligus wibawanya.

    Pelukis Giovanni Battista Salvi lahir di kota kecil Sassoferrato di wilayah Marche, sebuah daerah yang terletak di antara Roma dan Florence. Dia mengawali karir seniman dengan bekerja magang di bawah bimbingan ayahnya, yang seorang pelukis bernama Tarquinio Salvi. Selain menghasilkan lukisan asli hasil kreasinya, Sassoferrato juga menghasilkan banyak lukisan salinan dari berbagai gaya gambar devosi untuk memenuhi pesanan para sponsornya. Pesanan yang timbul sebagai gerakan Kontra-Reformasi Gereja Katolik. Lukisan-lukisan hasil karyanya sangat mengesankan dan terlihat elegan, beberapa di antaranya terletak di biara Benediktin San Pietro di Perugia (1630) dan lukisan altar di Santa Sabina, Roma, dengan judul “La Madonna del Rosario” (1643). Karya Sassoferrato sangat dihormati dan dipengaruhi oleh gaya melukis Raphael.

    Pada abad ke-17 terdapat pelukis-pelukis handal seperti Paul Rubens(1577–1640), Poussin (1594–1665), Van Dyck (1599–1641), dan diantara pelukis Belanda terdapat Rembrandt (1606–1669) dan Johannes Vermeer(1632–1675). Hasil karya para pelukis tersebut ditandai dengan vitalitas dan orisinilitasnya, dan juga keahlian penuh ketelatenan menggunakan pigmen lapis lazuli. Para pelukis di masa itu banyak menggunakan pigmen lapis lazuli untuk melukis bagian warna langit atau mempertegas detail dari pakaian yang dipakai oleh karakter-karakter di lukisan.

    Vermeer banyak bereksperimen mencampur pigmen dan sangat terkenal karena penggunaan pigmen lapis lazuli sebanyak-banyaknya. Dia menggunakan pigmen mahal ini sebagai dasar lukisannya untuk menghasilkan tampilan cemerlang seperti mutiara di cahaya siang hari. Di tahun 1665, Vermeer melukis “Seorang Gadis dengan Anting Mutiara.” Subyek lukisan terlihat memukau sekaligus enigmatik dengan turban berwarna biru yang dipakai melingkari dahi.

    Di tahun 1670–1672 Vermeer melukis “A Young Woman Seated at a Virginal”. Sebuah lukisan dengan menggunakan pigmen lapis lazuli yang membuat cemerlang kain gorden, mempertegas bayangan di bagian tangan, dan mencampur warna hijau tanah pada warna pakaian agar terlihat penuh dengan biru pirus yang cerah.

    Vermeer mengikuti jejak seniman seperti Fra Angelico yang menghasilkan karya religius ikonik di abad ke-15 (saat itu pigmen lapis lazuli bahkan dijuluki “biru Fra Angelico”), dan Michaelangelo yang membeli pigmen lapis lazuli–dengan memakai pundi-pundi Vatikan dalam jumlah besar–untuk menyelesaikan lukisan fresko “Penghakiman Terakhir” di Kapel Sistine. Pada masa yang sama di tahun 1520–1530, pelukis Titian juga melukis “Bacchus dan Ariadne” dengan menggunakan pigmen lapis lazuli biru langit serta kain yang tertiup angin pada figur mitos tersebut.

    Berbagai media Guardian di tahun 2016 telah melaporkan penambangan ilegal mineral lapis lazuli ini untuk membiayai aktivitas Taliban di Provinsi Badakhstan. Hal ini menggambarkan bahwa bahkan setelah fungsi artisitik lapis lazuli memudar di dunia seni, mineral biru ini masih mewakili kekuatan penuh kuasa.

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here