More

    Hukum Sebab Akibat yang Tak Abadi

    4/

    Di dalam dunia sehari-hari, di dalam peristiwa, tak ada subjek atau objek, yang ada hanyalah predikat, proses itu sendiri. Tetapi, oleh sebab episteme kita sudah terbentuk dalam kerangka tautologi-biner, dalam prinsip urut-urutan kausalitas, maka terciptalah subjek dan objek sebagai dua pilar proposisi, di mana fungsi predikat hanyalah untuk menjelaskan subjek atau objek, hanya menjadi subordinat dari fungsi subjek atau objek.

    Ketika tautologi-biner itu dicabut sebagai satu-satunya pondasi dalam epistemologi, maka yang hadir kemudian adalah keserentakan predikat–tanpa subjek, tanpa objek. Ini adalah dasar dari epistemologi seni, epistemologi puisi, dan tak ada satu pun filsuf modern atau pakar logika di dunia yang pernah berpendapat tentang hal ini sebelumnya.

    - Advertisement -

    Kenapa hal yang fundamental begini justru terabaikan? Itu karena sejarah epistemologi dan logika adalah sejarah tautologi biner dan kriteria kebenaran monistik–bukan keesaan, bukan keserentakan. Sekarang, ketika para pakar “artificial intellegence” terbentur untuk memahami sistem berpikir manusia, akibat terkurung dalam epistemelogi monistik, maka mereka suka atau tidak suka harus memahami “logika puisi”. Kunci berpikir manusia itu ada pada puisi, bukan logika monistik.

    5/

    Puisi kuno berjudul “Adi Shakti” (teks aslinya ditulis dalam bahasa Sansekerta) merupakan cermin dari episteme atau kesadaran akan keesaan segala sesuatu. Epistemologi keesaan menyadari keserentakan segala sesuatu sebagai kebenaran, kehadiran segala sesuatu sebagai pancaran “keajaiban” dari yang sungguh nyata di dalam kehidupan sehari-hari, keajaiban yang memelihara dan tidak ingin menguasai: alam adalah kita, kita adalah alam.

    Presensi begini selalu ada di dalam dan di luar diri kita tanpa jarak–epistemologi monistiklah yang menciptakan jarak itu, membuat kesadaran menjadi sistem tautologi-biner yang tertutup. Epistemologi keesaan seperti ini jelas berbeda dengan epistemologi monistik yang menguasai dunia saat ini, yang memandang kebenaran sebagai “milik” tunggal sang manusia yang mengetahui, penguasa episteme, sementara alam hanyalah musuh atau minimal budak yang mesti melayani kepentingan manusia.

    Epistemologi monistik telah memilih menghancurkan latar yang memungkinkan keberadaan manusia, alam itu, yang berarti telah memilih untuk menghancurkan manusia itu sendiri. Kita telah terilusi oleh epistemologi monistik yang tertutup, tautologi-biner yang memencilkan diri kita dari lingkungan sekitar kita, dari alam sebagai “latar” yang memungkinkan dan memelihara keberadaan kita sebagai manusia.

    ADI SHAKTI

    Sanskrit:
    “Adi Shakti, Adi Shakti, Adi Shakti, namo, namo.
    Sarab Shakti, Sarab Shakti, Sarab Shakti, namo, namo.
    Prithum Bhagvati, Prithum Bhagvati, Prithum Bhagvati, namo namo.
    Kundalini Mata Shakti, Mata Shakti, namo, namo.”

    English:
    “First force of all creation, to You I bow.
    Divine force, everywhere, to You I bow.
    Creative force, primal force, to You I bow.
    Rising up, Divine Mother, to You I bow.”

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here