More

    Simplifikasi Lawan Kejelasan?

    4/

    Logika matematika atau logika simbolis itu bisa diterapkan dalam konteks semantik pada ilmu linguistik. Jika ada yang beranggapan bahwa logika simbolis semata hanya urusan sintaksis dan sama sekali tak terkait dengan semantik, maka ia sungguh tak memahami kemajuan dari logika simbolis. Ketika Ludwig Wittgenstein mengkritik pemahaman dari Bertrand Russel tentang buku “Tractatus Logico-Philosophicus” yang ditulis oleh Wittgenstein, maka paham bahwa logika simbolis semata urusan sintaksis yang tak berhubungan dengan soal semantik sudah mati.

    Logika, pada hakekatnya, adalah soal kejelasan makna, soal semantik, di dalam berbahasa. Logika bukan sekadar soal aturan terkait pembuktian kebenaran, tetapi soal kebermaknaan satu proposisi dengan menggunakan pembuktian kebenaran. Ludwig Wittgenstein menjelaskan bahwa yang tak bermakna (dalam konteks teori gambar) hanyalah operator logika yang membentuk proposisi majemuk. Sedangkan setiap proposisi atomik di dalam proposisi majemuk tetap memiliki makna (dalam konteks teori gambar).

    - Advertisement -

    Fungsi operator logika di dalam proposisi majemuk adalah untuk menjelaskan relasi antara proposisi-proposisi atomik di dalam proposisi majemuk. Sementara Bertrand Russel berpendapat bahwa proposisi atomik hanya sekadar simbol yang tak terkait dengan semantik, sama seperti ketiadaan makna dalam operator logika. Itulah sebabnya Ludwig Wittgenstein menganggap Bertrand Russel–yang memberi pengantar pada buku “Tractatus Logico-Philosophicus” karya Wittgenstein–tidak benar-benar memahami bukunya tersebut. Saya sendiri sudah membuktikan berkali-kali di dalam beberapa status saya di FB bahwa logika simbolis dapat diterapkan dalam konteks semantik. Saya menemukan kaitan antara semantik, logika simbolis, diagram Venn, dan aljabar Boolen.

    Pemahaman baru tersebut bisa diterapkan untuk memecahkan berbagai persoalan tindak berbahasa dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaham baru itu juga sangat membantu saya dalam menuliskan puisi-puisi presensionis, termasuk bisa diterapkan pada prosa yang menggunakan teknik kalimat luas di dalam ekspresinya, terutama sangat membantu saya dalam mengeliminasi kerancuan makna pada kalimat luas dan menghindari bias makna akibat kesalahan sintaksis.

    Karena itulah saya berpendapat bahwa sastra itu logis, sebab kejelasan makna adalah tujuan dari logika. Bias makna di dalam puisi atau prosa sastra tidak diakibatkan oleh kesalahan sintaksis, tetapi oleh inovasi sintaksis dalam konteks stilistika (gaya bahasa).

    Logika juga bisa membongkar “trik-trik ” dari para provokator dan manipulator pikiran untuk memengaruhi massa, untuk membuat massa menjadi bingung dengan menciptakan dilema atau bias palsu atas satu pernyataan, demi memenuhi tujuan politik jangka pendek “para zombie politik”.

    Logika juga bisa membantu dalam menentukan batas kebermaknaan dari satu pernyataan filosofis atau spiritual, sehingga para pembuat pernyataan tidak terprovokasi oleh sesat kategori yang, sadar atau tidak sadar, membuat mereka merasa telah memahami kebenaran secara absolut. Logika bisa membuat kita rendah hati dengan menyadari bahwa pengetahuan kita adalah suatu proses, suatu hal yang belum selesai, yang terus berupaya mendekati kebenaran dan, pada faktanya, tak pernah identik dengan kebenaran. Pada titik ini, ruang bagi misteri, bagi kemajuan, akan tetap ada, akan tetap terbuka.

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here