Oleh : ABC AUSTRALIA
Perguruan tinggi terkaya di Australia, University of Melbourne, diam-diam telah membayarkan kembali kekurangan gaji kepada sekitar 1.500 tenaga akademik di empat fakultas. Kasus ini dikenal sebagai “pencurian gaji”.
Sebelumnya, terjadi perselisihan terkait langkah universitas yang menjadikan kegiatan tutorial sebagai “kelas praktek”, agar bisa membayar para tutor hanya sepertiga dari yang semestinya.
Universitas juga hanya mengalokasikan waktu tiga menit bagi tenaga akademik untuk memeriksa ujian mahasiswa, dengan sistem pembayaran “upah per satuan [berkas ujian]”.
Serikat Buruh Perguruan Tinggi (NTEU) menuding tindakan tersebut sebagai kejahatan sistemik, dan ditengarai terjadi juga di dua universitas papan atas lainnya di Australia.
“Apa yang terjadi di Melbourne University hanyalah puncak gunung es,” ujar Ketua NTEU Dr Alison Barnes kepada ABC.
“Jika hal itu bisa terjadi di Melbourne University, salah satu lembaga yang paling sejahtera, maka tentunya ini bisa terjadi di universitas mana pun,” tambahnya.
Praktek tersebut konon sudah terjadi sejak lebih dari satu dekade, namun para tenaga akademik baru bicara terbuka mengenai hal itu sekarang, karena takut kehilangan pekerjaan mereka.
Ganti rugi akan dilakukan
Pengurus serikat buruh NTEU, Sarah Roberts turut membantu proses negosiasi permasalahan ini.
Disebutkan, pembayaran ganti rugi menurut aturan Undang-Undang akan dilakukan, meski serikat buruh dan universitas masih memiliki perbedaan pendapat.
Laporan tahunan terbaru University of Melbourne menyebutkan, kekayaannya mencapai A$4,43miliar (sekitar Rp46 triliun) sementara posisi kerja 72,9 persen pegawainya tidak memiliki kepastian.
Pihak universitas diketahui telah menyurati 615 orang tutor di Faculty of Arts, meminta mereka mengajukan klaim minggu ini.
Ini merupakan pembayaran tahap pertama yang ditujukan bagi tutor yang masih dipekerjakan oleh universitas.
Salah satunya tutor sejarah bernama Shan Windscript.
Ia turut memperjuangkan nasib para tutor ini sejak dua tahun lalu.
“Kami harus bekerja di beberapa tempat untuk bertahan hidup. Sementara gaji Rektor kami itu dua kali lipat daripada gaji Perdana Menteri,” katanya.
“Kebanyakan pekerja casual ini merupakan orang tua tunggal, atau pekerja migran yang berada dalam posisi rentan,” jelasnya.
Shan mengaku pembayaran gajinya masih kurang 11.000 dolar atas pekerjaan memeriksa ujian mahasiswa dengan ketentuan tarif 4.000 kata per jam.
Serikat buruh memperkirakan sistem pembayaran seperti ini menyebabkan para pegawai hanya mendapatkan bayaran setengah dari seluruh waktu yang dihabiskan.
Pihak universitas sendiri telah mengakhiri sistem seperti itu bulan lalu.
Informasi yang diperoleh ABC menyebutkan ada seorang tutor yang mengajukan klaim kekurangan gaji sebesar 91.000 dolar.
Serikat buruh memperkirakan keseluruhan klaim bisa mencapai 6 juta dolar atau rata-rata 10.000 dolar per tutor.
“Seperti pekerja tak tetap lainnya, saya telah mengalami masalah kesehatan mental kronis selama bertahun-tahun sejak saya masuk universitas sebagai mahasiswa PhD,” ujar Shan.
Sementara itu, universitas telah membayarkan 99.000 dolar kepada 425 tutor di Fakultas Teknik.
Staf di Fakultas Seni Rupa dan Musik kabarnya juga akan menerima kekurangan pembayaran mereka.
Fakultas lainnya yang ditengarai melakukan praktek penggajian di bawah standar yaitu Fakultas Sains, yang membayar pegawainya hanya sepertiga dari tarif normal untuk kegiatan tutorial sejak tahun 2009.
Melbourne University melalui seorang juru bicara mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan Serikat Buruh NTEU.
“Universitas setuju dengan posisi NTEU dalam permasalahan ini dan telah menyelesaikannya pada akhir 2019,” katanya.
“Diakui bahwa pekerja musiman yang terkena dampak ini punya kesempatan untuk mengajukan kekurangan dan jika ada, akan dibayarkan,” katanya.
Bulan lalu, universitas mengakhiri semua praktek yang dipersoalkan ini. Universitas juga membentuk kelompok kerja bersama serikat buruh untuk menyelesaikan perselisihan.
Apa itu ‘pencurian gaji’?
‘Pencurian gaji’ merupakan kekurangan pembayaran yang dialami pegawai atau tidak adanya kontribusi ke dana pensiun pegawai serta pelanggaran lainnya.
Praktek seperti ini umumnya dialami para pekerja dengan status ‘casual’ yang posisi tawarnya lebih lemah.
Gerai makan cepat saji McDonald’s, 7-Eleven, Coles, Woolworths dan ABC sendiri diharuskan membayar kekurangan gaji pegawai ‘casual’ mereka.
Perguruan tinggi lainnya seperti University of Western Australia menyatakan telah meminta pihak luar untuk mengaudit sistem mereka, setelah adanya tuduhan dari serikat buruh NTEU.
Sedangkan Macquarie University mengaku telah membayar 50.000 dolar kepada pegawai kasual di Fakultas Matematika dan Statistik.
ABC mendapatkan informasi bahwa University of New South Wales (UNSW) kini melakukan audit setelah adanya tuduhan serupa di Fakultas Bisnis.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara UNSW mengkonfirmasi adanya beberapa pembayaran kekurangan gaji ini.
Ketua Serikat Buruh NTEU Dr Barnes mengatakan permasalahan itu sistemik di berbagai sektor karena banyaknya jumlah pegawai tak tetap atau ‘casual’.
Victoria adalah satu-satunya negara bagian yang memiliki Undang-Undang mengenai pencurian gaji.