More

    Jurusan Bahasa Indonesia di La Trobe Akan Ditutup, KBRI Canberra Berusaha Membantu

    ABC AUSTRALIA

    Menyusul menurunnya minat untuk belajar Bahasa Indonesia di tingkat universitas dan adanya pandemi COVID-19, La Trobe University di kota Melbourne berencana menutup program Bahasa Indonesia di akhir tahun 2021.

    Hal tersebut diungkapkan Kepala Program Jurusan Bahasa Indonesia, Linda Sukamta yang masih berharap universitas akan membatalkan keputusannya, bila ada tekanan cukup dari masyarakat untuk mempertahankan jurusan tersebut.

    - Advertisement -

    “Kami dipanggil hari Rabu 11 November lalu dan mendapat pemberitahuan bahwa program Bahasa Indonesia, Hindi (India) dan Yunani akan dihapus di akhir tahun 2021, tetapi di tahun 2021 masih menerima mahasiswa baru,” kata Linda kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.

    Linda yang sudah mengajar di La Trobe sejak tahun 2011 mengatakan kaget dengan keputusan universitas yang menggunakan adanya pandemi COVID-19 sebagai alasan bagi penutupan.

    Menurut Linda, di tahun 2012, La Trobe juga sempat memutuskan untuk menutup program bahasa Indonesia namun setelah adanya tekanan dari berbagai pihak, keputusan tersebut kemudian dibatalkan.

    Linda mengatakan universitas melihat mahasiswa yang tertarik belajar bahasa Indonesia terlalu sedikit, sehingga program ini tidak ‘menguntungkan’ untuk dilanjutkan.

    Saat ini La Trobe memiliki satu staf pengajar bahasa Indonesia penuh waktu di kampusnya di Bundoora, sekitar 36 km dari pusat kota Melbourne yaitu Linda Sukamta dan seorang lagi mengajar paruh waktu di kampus di Bendigo, sekitar 153 km dari Melbourne.

    “Sekarang mahasiswa yang belajar bahasa Indonesia ada 47 orang. Kami memiliki program lengkap dimana ada program sarjana, ada yang bisa ambil sebagai mata kuliah pilihan atau sebagai Diploma Bahasa,” kata Linda lagi.

    Apakah rencana penutupan program bahasa Indonesia ini disebabkan karena La Trobe tidak mampu bersaing merebut siswa dengan universitas lain di Melbourne?

    Menurut Linda, masalah yang dihadapi adalah bagaimana menarik minat bagi siswa sekolah menengah atas untuk kemudian memilih melanjutkan pendidikan di universitas belajar bahasa di Australia.

    “Jumlah mahasiswa memang menurun selama lima tahun terakhir,” kata Linda yang menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Padjadjaran di Bandung tersebut.

    “Bukan jurusan Indonesia saja yang menurun, semua bahasa menurun, juga bukan di La Trobe saja di semua universitas juga menurun.”

    “Namun kami tidak bersaing. Lokasi La Trobe membuat siswa memilih universitas ini, banyak yang tidak bisa melakukan perjalanan terlalu jauh dari rumah mereka,” kata Linda.

    Pemerintah Indonesia bisa membantu

    Linda masih berharap universitas akan mengubah keputusan dan meminta berbagai pihak untuk melakukan lobi terhadap La Trobe.

    Ia juga mengatakan Pemerintah Indonesia bisa melakukan banyak hal agar pengajaran bahasa Indonesia terus berkembang di Australia.

    “Menurut saya Pemerintah Indonesia memegang peran penting juga untuk mendukung kami, misalnya dengan memberi banyak beasiswa, kompetisi-kompetisi yang berhadiah menarik untuk orang-orang muda yang belajar bahasa,” katanya.

    Namun dalam jangka dekat, Linda mengatakan hal yang bisa dilakukan adalah meminta banyak pihak agar mengirimkan surat kepada La Trobe University.

    “Untuk menghindari penutupan, kita lihat dua minggu ke depan, kami sedang berjuang bersama mahasiswa-mahasiswa kami sudah melobi banyak sekali orang,” kata Linda lagi.

    Ketika dihubungi oleh ABC Indonesia hari Senin (16/11/2020) pagi, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia di KBRI Canberra, Mohammad Imran Hanafi mengatakan sudah mengetahui kabar soal rencana penutupan tersebut.

    Menurut Imran, KBRI akan memberikan bantuan sehingga program di La Trobe ini tidak ditutup.

    “Langkah dukungan ini kami lakukan karena negara bagian Victoria merupakan salah satu negara bagian yang memiliki pengembangan Program Bahasa Indonesia yang kuat pada tingkat sekolah dasar sampai ke sekolah menengah/universitas,” kata Imran.

    “Jika tidak cukup banyak lulusan sekolah menengah yang akan melanjutkan pada Program Bahasa Indonesia di La Trobe, lalu menjadi alasan penutupan program tersebut, kami akan memberikan dukungan.”

    Kami akan bicarakan dengan pihak La Trobe.” tambah Imran.

    Setelah dikontak ABC, Imran kemudian menghubungi Linda untuk memberikan dukungan dari KBRI.

    “Hasil pembicaraan kami, saya segera kirim surat kepada Rektor dan Dekan mengenai bantuan kami untuk tetap mempertahankan program tersebut.” kata Imran.

    Petisi BISA beredar online

    Sebuah petisi online yang dibuat oleh BISA (Bahasa Indonesia Student Association) cabang La Trobe meminta siapa saja yang prihatin dengan keputusan La Trobe untuk mengisi dan memberikan dukungannya.

    Sampai hari Senin siang waktu Melbourne, sudah lebih dari 600 orang mengisi petisi dengan target minimal 1.000 orang.

    Menurut petisi tersebut, program pengajaran bahasa Indonesia seperti yang dilakukan La Trobe memberikan nilai tambah bagi warga Australia untuk memahami budaya, sistem pemerintahan dan masyarakat Indonesia, serta membangun kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia dalam pekerjaan mereka setelah lulus.

    La Trobe sudah memiliki program ini sejak tahun 1989 dan sekarang termasuk dalam 14 lembaga yang masih memiliki program Bahasa Indonesia.

    Di tahun 1989, dari 42 universitas di Australia, 22 di antaranya memiliki jurusan Bahasa Indonesia.

    Menurut BISA, keputusan La Trobe untuk menghentikan program bahasa Indonesia dirasakan tidak tepat, karena di tahun 2021 pemerintah Australia menurunkan uang kuliah bagi mereka yang belajar bahasa.

    “Bahkan pemerintah Australia, karena melihat pentingnya program pengajaran bahasa Indonesia, telah memutuskan menyelamatkan salah satu program pengajaran penting bahasa Indonesia yaitu ACICIS di bulan Agustus,” demikian petisi yang dibuat oleh BISA.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here