Pada bulan Maret 1990, ada 33 konglomerat yang dikumpulkan Presiden Soeharto di Tapos. Peternakan sapi di Jawa Barat yang dibangun Pak Harto. Dalam pertemuan itu Pak Harto intinya ingin agar para konglomerat itu saatnya berbagi kekayaan dan pendapatan kepada masyarakat luas dengan cara menyerahkan sebagian sahamnya kepada masyarakat melalui koperasi. Bukan ke koperasi karyawan di perusahaan mereka tapi ke koperasi di wilayah kerja mereka.
Dasar pertimbangan Pak Harto waktu itu karena dia anggap para konglomerat itu telah lama menikmati berbagai fasilitas istimewa kebijakan dari pemerintah berupa kuota import, proyek dan lain sebagainya.
Instruksi Pak Harto tersebut direspon dengan cepat oleh beberapa konglomerat. Beberapa koperasi sudah menerima saham tersebut dan sampai hari ini banyak yang masih menerima keuntungan yang didapat dari bagian saham tersebut. Walaupun banyak di antaranya yang telah terdilusi sahamnya karena penyetoran modal tidak dilakukan ketika perusahaan menambah modal.
Harapan Pak Harto, sebagaimana disampaikan oleh Bustanul Arifin selaku Menteri Koperasi dan UKM waktu itu berharap agar penyerahan saham itu bisa mencapai angka minimal 40 persen.
Namun beberapa bulan kemudian atas prakarsa beberapa konglomerat yang dipimpin Sofyan Wanandi lakukan pertemuan di Jimbaran, Bali. Mereka menamai diri sebagai Kelompok Jimbaran. Isinya kebetulan seluruhnya adalah konglomerat keturunan Tionghoa.
Intinya Kelompok Jimbaran menolak instruksi Pak Harto. Mereka maunya memberikan bagian keuntungan perusahaan saja. Bukan membagi saham. Angkanya pun hanya 1 persen dari keuntungan.
Pak Harto lalu mulai terlihat murka, dan kemudian dia ingin kelompok pengusaha pribumi seperti Jusuf Kalla dan kawan kawanya yang memimpin Kamar Dagang Indonesia (KADIN). Lalu reaksi Sofyan Wanandi dan kawan kawannya merespon dengan dirikan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) sebagai rivalitas organisasi.
Tak hanya sampai disitu, Kelompok Jimbaran ini juga membentuk kantor lobi Bangsa China Lintas Benua (Chinesse Overseas) di Singapura dan membangun jaringan politik lebih luas.
Kemarin (14 /7) dalam rangka peringatan hari koperasi saya diundang untuk berdiskusi dengan anggota Forum Koperasi Besar Indonesia yang diinisiasi 5 tahun lalu oleh senior saya Irsad Muhktar, pendiri dan pemilik Majalah Peluang.
Ada sekitar 17 koperasi besar Indonesia dalam berbagai variasi usaha yang hadir. Dari usaha simpan pinjam, perdagangan, kontraktor dan lain lain. Duduk dalam forum tersebut para pengurus dan manajer koperasi yang selama ini sudah cukup saya kenal.
Saya katakan mereka sebagai Kelompok Sanur. Dalam pertemuan tersebut saya berharap koperasi besar yang anggotanya meliputi ratusan ribu orang dan jumlah kekayaan koperasi hingga trilyunan rupiah mampu menjadi pendorong motivasi perubahan di republik ini. Tidak hanya berkutat memikirkan diri sendiri tapi turut membuat perubahan bagi kondisi sosial, ekonomi dan politik di Indonesia seperti halnya Kelompok Jimbaran.
Saya katakan, kalau Kelompok Jimbaran yang hanya merupakan kumpulan segelintir orang kaya yang selama ini hanya berkepentingan untuk menumpuk kekayaan pribadi bisa pengaruhi jalannya negara ini secara luas, mustinya Kelompok Sanur yang berisi para penggerak koperasi dan selama ini telah mampu membangun sebuah kekuatan bisnis yang dimiliki jutaan orang dan memberdayakan serta memberikan manfaat bagi rakyat mustinya bisa berbuat lebih.
Mereka mustinya dapat menjadi garda aspirasi pembela kepentingan rakyat banyak dalam berbagai sektor kehidupan. Mereka mustinya mampu mempengaruhi politik kenegaraan dan atau setidaknya turut mempengaruhi seluruh isi regulasi dan kebijakan pemerintahan yang selama ini hanya berikan keuntungan kepada segelintir elit kaya dan elit politik.
Dalam forum tersebut saya katakan bahwa negara itu pelayan bagi kelas yang berkuasa atau mampu pengaruhi kekuasaan. Hari ini negara ini dikusai oleh konglomerat kaya mafia kartel. Jadi negara ini akhirnya membuat keputusan yang hanya menguntungan kepentingan mereka, kongkalikong elit politik dan elit kaya mustinya dihentikan melalui kekuatan rakyat yang salut bersatu.
Rakyat selama ini dimanipulasi dengan janji, dan juga program-program yang membodohi seperti bantuan sosial. Mustinya melalui Kelompok Sanur itu paradigma besar kebijakan politik negara ini juga dipengaruhi. Saya minta untuk berhenti mengemis apapun pada pemerintah namun berikan tekanan agar pemerintah bekerja untuk kepentingan rakyat baik secara politik, sosial maupun ekonomi. Bukan pada kepentingan segelintir konglomerat.
Contoh nyata misalnya, kalau negara mampu berikan keistimewaan bagi pengusaha privat pemilik bank berupa Lembaga Penjamin Simpanan, mustinya gerakan koperasi juga mampu menekan negara untuk berikan hal sama kepada rakyat agar koperasi tidak terus jadi bulan-bulanan dengan ekspos kasus koperasi gagal bayar oleh Kementerian Koperasi dan UKM seperti saat ini.
Demikian juga kalau negara mau berikan subsidi bunga dan subsidi penjaminan utang macet kepada bank, mustinya diperlakukan sama untuk koperasi.
Kalau bank dan korporat kapitalis mendapat Modal Penyertaan dan Dana Penempatan mustinya koperasi juga. Jika bank bangkrut ditalangi negara maka mustinya ke koperasi juga. Demikian seterusnya untuk hal-hal lain.
Jika hari ini regulasi dan kebijakan soal perekonomian dan kemasyarakatan yang diskriminasi, subordinasi dan bahkan eliminasi koperasi, maka mustinya gerakan koperasi menolak balik. Jangan hanya diam.
Gerakan koperasi di seluruh tanah air mustinya juga turut mendesak kepada pemerintah agar pelajaran tentang koperasi dan juga demokrasi ekonomi, sistem ekonomi konstitusi kita itu diajarkan di sekolah dan kampus. Sebab koperasi dan demokrasi ekonomi itu adalah produk peradaban yang bertujuan ciptakan keadilan sosial seperti yang dikehendaki UUD 1945 dan Pancasila.
Kelompok Sanur mungkin hanya forum kecil, tapi adalah forum rakyat secara mandiri yang selama ini hanya diam dan dikucilkan dari seluruh kepentingan regulasi dan kebijakan negara. Sudah saatnya rakyat bersama sama dengan kekuatannya sendiri merebut kedaualatan mereka yang selama ini diabaikan oleh penyelenggara negara.
Jakarta, 15 Juli 2022
SUROTO
Gerakan Indonesia Baru