More

    “Mobile Payment” Tunggal di Asia Tenggara

    Oleh: Fiona Fauzia*

    Ilustration. (medium.com)

    Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi digital khususnya di bidang ekonomi dan lebih spesifik pada sistem pembayaran berkembang pesat. Penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari juga terus meningkat. Hal ini tentu berdampak baik bagi pelaku ekonomi di berbagai negara, mengingat efisiensi dan kemudahan penggunaannya dalam transaksi. Seperti pembayaran tagihan, akses jual beli, transfer dana, bahkan pengajuan pinjaman. Terlebih lagi semenjak terjadinya pandemi Covid-19, berbagai pihak di bidang sektor jasa keuangan di dunia terus berinovasi dalam mengembangkan inovasi finance technology mereka dengan tantangan pembatasan kontak sosial. 

    Hingga saat ini metode pembayaran cashless semakin populer di kalangan masyarakat dunia, seperti layanan mobile banking, e-money dan cryptocurrency.[1] Namun kenyataannya, inovasi pengembangan layanan jasa keuangan digital ini masih didominasi pihak swasta.[2]  Hal ini mendorong pemerintah dan Bank Sentral di berbagai kawasan termasuk Asia Tenggara, terus meningkatkan strategi global guna menjaga stabilitas dan pemulihan ekonomi mereka, salah satunya dengan merancang Central Bank Digital Currency (CBDC) untuk pengembangan interoperabilitas dan pembayaran lintas batas.

    - Advertisement -

    Central Bank Digital Currency (CBDC)

    Central Bank Digital Currency (CBDC) merupakan jenis mata uang digital (digital currency) yang dikeluarkan oleh bank sentral, penyebarannya tetap dalam tinjauan dan pengawasan bank sentral. Uang digital ini dapat dikatakan sebagai alternatif uang kertas yang beredar di masyarakat. Mata uang ini berkaitan dengan akun bank yang digunakan dan dialihkan ke dalam bentuk dompet digital (e-wallet), berfungsi sebagai penyimpanan mewakili mata uang kertas yang beredar dan dapat dipergunakan secara legal sebagai alat pembayaran yang sah. Dengan demikian masyarakat tidak perlu lagi membawa uang kertas sebagai alat pembayaran karena uang ini dapat disimpan dalam dompet elektronik yang tersedia. Ini lebih efisien dan memudahkan transaksi masyarakat yang sebelumnya bergantung pada uang kertas saat bepergian.[3]

    Pembahasan Rancangan CBDC dan Cross Border Payment di G20 2022

    Pertemuan G20 tahun2022 merupakan Presidensi Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggara dengan tema “Recover Together, Recover Stronger”. Pertemuan ini diadakan dengan berbagai fokus pembahasan. Salah satunya pada Juli 2022 di Nusa Dua Bali, dilaksanakan Pertemuan Tingkat Menteri dan Deputi (Ministerial and Deputies Meetings), dengan rangkaian acara pertemuan G20 Finance Track: Finance ministers and central Bank Governors Meetings (FMCBG) yang dihadiri oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, serta pertemuan para deputi atau Finance and Central Bank Deputies Meetings (FCBD).[4]

    Presidensi G20 Indonesia ini mendorong pemulihan ekonomi yang lebih kuat dengan perbincangan mengenai lima isu strategis global saat ini. Dalam merespon berbagai isu tersebut dibahas melalui langkah perwujudan: 1) Pembentukan sistem kolaborasi dan kerjasama global untuk mengatasi tantangan kerawanan pangan (Food Insecurity), 2) Menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi melalui bauran kebijakan, 3) Penguatan kebijakan moneter serta makro prudensial yang didukung koordinasi melalui reformasi struktural, 4) Rancangan Central Bank Digital Currency (CBDC) untuk interoperabilitas dan pembayaran lintas batas, serta 5) Mengembangkan kerangka untuk pembiayaan transisi menuju net zero emission.[5]

    Fokus pembahasan pada isu rancangan Central Bank Digital Currency (CBDC) mengupayakan untuk fasilitasi konektivitas pembayaran lintas batas yang lebih efisien dan sesuai dengan tujuan tema G20 2022 yaitu Recover Together, Recover Stronger dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) yang diadakan pada 11 s.d 17 Juli 2022.

    Pada pertemuan tanggal 14 Juli 2022 tema yang digelar adalah Advancing Digital Economy and Finance: Synergistic and Inclusive Ecosystem for Accelerated Recovery – Cross Border Payment. Pertemuan ini tidak hanya dihadiri oleh para deputi dan gubernur bank sentral negara anggota saja, namun juga dihadiri oleh gubernur bank dari empat negara lainnya di kawasan Asia Tenggara antara lain Gubernur Bank Indonesia, Gubernur Bank Negara Malaysia, Gubernur Bank Thailand, Direktur Otoritas Moneter Singapura dan Gubernur Bank Sentral Philipina. Mereka ikut serta membahas mengenai Cross Border Payment  yang rencananya akan disahkan pada bulan November 2022 ini oleh lima negara tersebut.

    Apabila rancangan tersebut berhasil disahkan, maka memungkinkan setiap masyarakat yang berkunjung ke negara lain, tidak perlu repot menukar mata uang asal mereka dengan mata uang negara tujuan. Kemudahan transaksi dapat dirasakan dengan hanya menggunakan dompet digital yang dibuat pemerintah mereka, karena juga dapat digunakan di berbagai negara tersebut. Masyarakat juga tidak perlu khawatir dengan penggunaan mata uang ini karena tidak terpengaruh oleh nilai mata uang asing lain selain mata uang negara bersangkutan dalam transaksi yang dilakukan.

    Rancangan CBDC di Lima Negara Kawasan Asia Tenggara

    Rancangan CBDC tersebut sebelumnya sudah dikaji dan dibahas pada pertemuan G20 tahun 2020, dan mendapat respon baik dari berbagai kalangan yang tentunya dapat mendorong interoperabilitas serta mempermudah pembayaran lintas batas (Cross Border payment).  Namun dalam penerapannya perlu memperhatikan rancangan yang sesuai dengan kondisi ekonomi, kemampuan teknologi, sosial masyarakat, serta regulasi hukum dan kebijakan yang berlaku di setiap negara.  Hal-hal tersebut harus diperhatikan agar penerapannya efektif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan negara.[6] Untuk itu perlu ditinjau lebih lanjut apakah Indonesia dan empat negara lainnya yang akan menanadatangani perjanjian terkait cross border payment tersebut, sudah siap secara nasional domestiknya sendiri hingga bisa menerapkannya melalui perjanjian multilateral yang akan mereka sepakati kemudian hari. Karena memungkinkan dapat menciptakan integritasi yang lebih kuat atau bahkan justru mengarah ke disintegrasi.

    Indonesia sudah mengkaji pengembangan CBDC yang dibahas dan dirumuskan oleh Bank Indonesia (BI) dengan mempertimbangkan secara seksama manfaat dan resiko yang mungkin terjadi.[7] Masyarakat Indonesia tergolong masif dalam mengikuti perkembangan teknologi, termasuk dalam pelaksanaan sistem pembayaran. Perkembangan sistem pembayaran dan transaksi online terus mengalami peningkatan, mulai dari penggunaan kartu debit atau kredit hingga penggunaan dompet digital seperti Dana, OVO, Gopay, ShopeePay yang tergolong lebih efisien dibanding uang kertas. Banyak masyarakat mulai dari perusahaan berskala besar hingga unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia sudah mampu memanfaatkan finance technology dalam melakukan sistem pembayarannya.

    Dilihat dari kebijakan dan aturan hukum yang ada, di Indonesia sendiri belum terdapat kerangka hukum yang kuat mengenai aturan CBDC. Namun Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik untuk mengatur penerbitan uang digital yang hanya bisa diterbitkan oleh bank umum dan badan usaha yang berbadan hukum. Untuk itu secara hukum, Bank Indonesia tidak bisa menerbitkan mata uang digital ditambah tidak adanya kewenangan yang diberikan secara hukum, hal ini bisa saja berdampak kepada ketidakstabilan pada sektor jasa keuangan karena kurangnya perlindungan hukum dan pengawasan.[8] Dengan demikian perlu dilakukan perbaikan, dan rancangan baru dalam sistem hukum dan kebijakan seiring dengan rancangan dan penerbitan CBDC di Indonesia kemudian hari.

    Pemerintah Filipina telah membahas mengenai rencana penerbitan mata uang digital bank sentral (CBDC) di negaranya, saat ini sedang direncanakan dan masih dalam tahap perancangan kebijakan. Jika dilihat dari penggunaan teknologi masyarakat di negara ini, mereka termasuk aktif dalam penggunaan internet serta kepemilikan ponsel pintar. Termasuk penggunaan dompet digital dan transaksi pembayaran online yang menggunakan teknologi digital. Hal ini disebut dalam artikel yang ditulis perusahaan McKinsey & Company melalui pengalamannya selama mengembangkan dunia digital di bidang praktik jasa keuangan mereka di kawasan Asia Tenggara.[9] Namun mengenai rancangan tersebut Filipina masih belum memiliki regulasi undang-undang yang mengatur. Untuk itu perlu kembali ditinjau mengenai penetapan kebijakan dan regulasi yang akan dibuat tentang CBDC di Filipina, agar memiliki landasan hukum yang jelas.[10]

    Bank Sentral Malaysia (BNM) telah mengeluarkan laporan tahunannya mengenai perencanaan CBDC di negaranya. Negara ini juga telah membuat rancangan dan perencanaan dalam pengembangan CBDC dan siap dalam berpartisipasi mengenai proyek pengembangan Cross Border Payment melihat potensi yang ada.[11] Penggunaan teknologi di Malaysia khususnya dalam bidang digital ekonomi juga terus berkembang, masyarakat di negara ini juga melek terhadap kemajuan dan penggunaan teknologi. Negara ini juga telah banyak menerapkan transaksi melalui media elektronik digital seperti QR, Mobile Banking dan lainnya.

    Singapura merupakan salah satu negara dengan kemajuan teknologi yang cukup pesat, termasuk pada digitalisasi ekonominya. Masyarakat di negara ini sudah terbiasa dengan penggunaan teknologi modern yang cenderung gampang beradaptasi dengan teknologi terbaru. Bagi Pemerintah Singapura, sektor digitalisasi ekonomi menjadi bagian yang penting bagi pertumbuhan negaranya. Singapura tergolong negara yang memperhatikan setiap aspek yuridisdi negaranya, termasuk terkait perancangan CBDC ini.[12] Singapura telah memiliki rancangan CBDC dan sudah dikaji cukup lama. Negara ini telah memiliki regulasi mengenai CBDC dan menjalankan proyek pengembangan CBDC, dan memulai kajian dampak potensialnya bagi stabilitas keuangan dan kebijakan moneter.[13]

    Thailand juga telah mengembangkan dan mengupayakan digitalisasi di negaranya, termasuk masyarakatnya yang terbilang mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan kemajuan tekonologi. Hal ini termasuk pada segi digitalisasi ekonomitelah banyak masyarakat dan unit ekonomi di negara ini yang memanfaatkan digitalisasi sebagai transaksi perekonomiannya. Saat ini Pemerintah Thailand telah mempertimbangkan rancangan mengenai CBDC di negaranya, hingga kemudian ikut berencana dalam meregulasikan penandatanganan yang direncanakan dengan negara lain termasuk isu penandatanganan dengan lima negara Asia Tenggara. 

    Dilihat dari potensi yang dimiliki oleh CBDC dalam merencanakan perluasan pembayaran lintas batas ini, banyak manfaat menguntungkan, seperti dari segi ekonomi karena menciptakan efisiensi dalam melakukan transaksi. Hal ini juga untuk membendung pengaruh dari mata uang lain seperti Dollar karena dalam sistem pemakainnya tidak memerlukan konversi mata uang lain selain mata uang yang bersangkutan.

    Dikaji dalam aspek lingkungan juga tentu lebih efisien karena bank tidak perlu lagi memperbaharui bentuk uang kertas yang ada. Hal ini juga memungkinkan integrasi dan kerjasama antar negara dapat berjalan dengan baik apabila rencana rancangan ini terwujud dan sesuai dengan kajian yang menimbang aspek-aspek kebaikan bagi perekonomian negara. 

    Namun hal ini juga tidak terlepas dari kesiapan negara dalam pemberlakuan keputusan ini. Jika dilihat dari aspek kesiapan teknologi, sistem dan kebijakan dalam negara masing-masing, dapat disimpulkan bahwa setiap negara harus lebih memperhatikan aspek nasionalnya terlebih dahulu sebelum bermain di skala regional maupun internasional. Hal ini bertujuan agar pengaturan dan bauran kebijakan di setiap negara sesuai dan berjalan dengan baik, terutama sebagai mitigasi jika hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

    Untuk itu perlu bagi setiap negara untuk kembali merumuskan regulasi mereka, terlebih aspek yuridis mengenai kebijakan yang akan mereka terapkan tersebut. Dimulai dari kebijakan dan undang-undang dalam negerinya yang kemudian disesuaikan dengan pembauran kebijakan antar negara agar dapat menciptakan integritas, serta kebijakan ideal yang memperkuat integrasi kawasan Asia Tenggara dalam transaksi ekonomi non-tunai tunggal.

    *Penulis adalah Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas (UNAND)di bawah bimbingan dosen Virtuous Setyaka, S.IP., M.Si.


    [1]Krisna Wijaya, “Mata Uang Digital Bank Sentral,” Serial Berbagi Teknologi Dan KeuanganA.II, no. April (2019): 1–5.

    [2]Ibid.

    [3]Orla Ward and Sabrina Rochemont, “An Addendum to ‘ A Cashless Society- Benefits , Risks and Issues ( Interim Paper )’ Understanding Central Bank Digital Currencies ( CBDC ),” Institute and Faculty of Actuaries13, no. 2 (2019): 263–268, https://eprint.iacr.org/2018/612%0Ahttps://s3.us-east-1.amazonaws.com/files.cnas.org/documents/CNAS-Report-Chinas-Digital-Currency-Jan-2021-final.pdf%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.future.2019.05.019%0Ahttps://www.actuaries.org.uk/system/files/field/document.

    [4]G20, “Advancing Digital Economy and Finance: Cross Border Payment” (Nusa Dua Bali, Indonesia, 2022), https://youtu.be/XSGoRCf_bVA.diakses 18 Juli 2022.

    [5]Ibid.

    [6]Raphael Auer, Giulio Cornelli, and Jon Frost, Rise of the Central Bank Digital Currencies: Drivers, Approaches and TechnologiesBIS Working Paper, 2021.

    [7]Komisi XI DPR RI, “Heri Gunawan: Rupiah Digital Bendung Uang Kripto,” last modified 2021, https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/36443/t/Heri+Gunawan%3A+Rupiah+Digital+Bendung+Gempuran+Uang+Kripto.Diakses 20 Juli 2022

    [8]Claudia Saymindo Emanuella, “Central Bank Digital Currency (CBDC) Sebagai Alat Pembayaran Di Indonesia,” Jurist-Diction4, no. 6 (2021): 2243.

    [9]Renny McKinsey, Mobile Wallets: Southeast Asia’s New Digital Life Hack, 2022.

    [10]Komfie Manalo, “Siapkan Peso Ditigal, Filipina Umumkan Proyek Percobaan CBDC,” last modified 2022, https://id.beincrypto.com/siapkan-peso-digital-filipina-umumkan-proyek-percobaan-cbdcph/.

    [11]Normi Sham et al., “The Central Bank Digital Currency In Malaysia: A Literature Review” (2021).

    [12]Economic Policy Group Monetary Authority of Singapore, “A Retail Central Bank Digital Currency: Economic Considerations in the Singapore Context” (2021): 1–54.

    [13]Berry A. Harahap et al., “Perkembangan Financial Technology Terkait Central Bank Digital Currency (CBDC) Terhadap Transmisi Kebijakan Moneter Dan Makroekonomi,” Bank Indonesia2 (2017): 1–80.

    Referensi:

    Auer, Raphael, Giulio Cornelli, and Jon Frost. Rise of the Central Bank Digital Currencies: Drivers, Approaches and Technologies.BIS Working Paper, 2021.

    Economic Policy Group Monetary Authority of Singapore. “A Retail Central Bank Digital Currency: Economic Considerations in the Singapore Context” (2021): 1–54.

    Emanuella, Claudia Saymindo. “Central Bank Digital Currency (CBDC) Sebagai Alat Pembayaran Di Indonesia.” Jurist-Diction4, no. 6 (2021): 2243.

    G20. “Advancing Digital Economy and Finance: Cross Border Payment.” Nusa Dua Bali, Indonesia, 2022. https://youtu.be/XSGoRCf_bVA.

    Harahap, Berry A., Pakasa Bary Idham, Anggita Cinditya M. Kusuma, and Robbi Nur Rakhman. “Perkembangan Financial Technology Terkait Central Bank Digital Currency (CBDC) Terhadap Transmisi Kebijakan Moneter Dan Makroekonomi.” Bank Indonesia2 (2017): 1–80.

    Komfie Manalo. “Siapkan Peso Ditigal, Filipina Umumkan Proyek Percobaan CBDC.” Last modified 2022. https://id.beincrypto.com/siapkan-peso-digital-filipina-umumkan-proyek-percobaan-cbdcph/.

    Komisi XI DPR RI. “Heri Gunawan: Rupiah Digital Bendung Uang Kripto.” Last modified 2021. https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/36443/t/Heri+Gunawan%3A+Rupiah+Digital+Bendung+Gempuran+Uang+Kripto.

    Krisna Wijaya. “Mata Uang Digital Bank Sentral.” Serial Berbagi Teknologi Dan KeuanganA.II, no. April (2019): 1–5.

    McKinsey, Renny. Mobile Wallets: Southeast Asia’s New Digital Life Hack, 2022.

    Sham, Normi, Awang Abu Bakar, Norzariyah Yahya, Irni Eliana Khairuddin, Ahmad Firdaus, Zainal Abidin, Jasni Mohamad Zain, Norbik Bashah Idris, Engku Rabiah, and Adawiah Engku Ali. “The Central Bank Digital Currency In Malaysia: A Literature Review” (2021).

    Ward, Orla, and Sabrina Rochemont. “An Addendum to ‘ A Cashless Society- Benefits , Risks and Issues (Interim Paper)’ Understanding Central Bank Digital Currencies (CBDC).” Institute and Faculty of Actuaries13, no. 2 (2019): 263–268. https://eprint.iacr.org/2018/612%0Ahttps://s3.us-east-1.amazonaws.com/files.cnas.org/documents/CNAS-Report-Chinas-Digital-Currency-Jan-2021-final.pdf%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.future.2019.05.019%0Ahttps://www.actuaries.org.uk/system/files/field/document.

    - Advertisement -

    1 COMMENT

    1. Artikel yang menarik, karena isu yang sedang hangat. Meskipun masih dibutuhkan analisis yang lebih dalam dan perbandingan pada praktik single mobile payment di kawasan lainnya.

      Selamat Fiona, semangat dan terus produktif ya.

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here