Setiap tahun baru (Masehi) tiba, salah satu tradisi yang ada di dunia adalah sebagaian besar orang akan membuat dan memiliki resolusi untuk kehidupan setahun ke depan. Mungkin juga untuk seterusnya di masa depan untuk hidup yang lebih baik, ketimbang kehidupan di tahun yang baru saja berlalu dan tahun-tahun sebelumnya. Menurut id.wikipedia.org, Resolusi Tahun Baru adalah tradisi sekuler yang umumnya berlaku di Dunia Barat, tetapi juga bisa ditemukan di seluruh penjuru dunia. Menurut tradisi ini, seseorang akan berjanji untuk melakukan tindakan perbaikan diri yang akan dimulai pada Hari Tahun Baru .
Apa janji terbaik yang seharusnya dilakukan sebagai tindakan perbaikan dunia sebagai wujud perdamaian dunia tahun 2023 ini? Salah satunya tentu saja “Dunia harus memerdekakan Palestina dari kolonialisme”, sebagaimana dalam konstitusi atau lebih tepatnya Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang dapat diakses pada dpr.go.id/jdih/uu1945. “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Menurut pengamat isu Timur Tengah dari Universitas Padjadjaran Bandung, Dina Yulianti Sulaeman (dalam gatra.com, 2021), apa yang dilakukan Israel terhadap Palestina adalah “settler colonialism” atau kolonialisme yang dilakukan oleh sekelompok penduduk. Akar masalahnya bisa diidentifikasi dari Deklarasi Balfour pada tahun 1917. Pada tahun 1923 Liga Bangsa-Bangsa menyerahkan Mandat atas Palestina kepada Inggris. Tahun 1947 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan Resolusi No. 181 berisi pembagian dua wilayah yang kini sedang diduduki oleh Israel. Yerusalem berada di bawah kontrol internasional, pengelolaannya dilakukan oleh dewan perwalian yang berafiliasi dengan PBB. PBB mengeluarkan Resolusi No. 194 pada tahun 1949 untuk merespon Peristiwa Al-Nakba atau pengusiran besar-besaran tahun 1948. Perjanjian Oslo pada tahun 1992-1993 Palestina hanya mengontrol sebanyak 18% area pendudukan Israel. Sampai sekarang yang terjadi adalah pendudukan, pembangunan permukiman ilegal, sehingga istilah yang tepat untuk kondisi saat ini adalah settler colonialism.
Maka resolusi tahun baru 2023 untuk perdamaian dunia adalah kemerdekaan Palestina dari kolonialisme; penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Momentum ini harus dimanfaatkan ketika pada Sabtu 31 Desember 2022, sebanyak 193 Anggota Majelis Umum PBB meminta Mahkamah Internasional (ICJ) yang berbasis di Den Haag untuk memberikan opini tentang konsekuensi hukum dari pendudukan Israel atas wilayah Palestina. Resolusi PBB itu didukung 87 negara, melawan 26 negara dengan 53 abstain. MU PBB meminta Sekretaris Jenderal PBB untuk menyampaikan laporan tentang implementasi resolusi tersebut dalam sesi yang akan datang pada bulan September 2023 (sindonews.com, 01/01/2013).
ICJ dikenal sebagai Pengadilan Internasioanal adalah pengadilan tertinggi PBB yang menangani perselisihan antar bangsa dengan keputusan mengikat meskipun tidak memiliki wewenang untuk menegakkannya. MU PBB meminta pendapat penasihat ICJ terkait konsekuensi hukum dari pendudukan Israel, permukiman dan aneksasi termasuk upaya-upaya yang bertujuan untuk mengubah komposisi demografi, karakter dan status Kota Suci Yerusalem, dan dari pengadopsian undang-undang dan tindakan diskriminatif terkait. Juga tentang kebijakan dan praktik tersebut mempengaruhi status hukum pendudukan dan konsekuensi hukum yang timbul bagi semua negara dan PBB akibat status ini. ICJ terakhir kali memberi pertimbangan terkait konflik antara Israel dan Palestina pada tahun 2004 dengan memutuskan bahwa tembok pemisah Israel adalah illegal. Israel menolak keputusan tersebut dan menuduh pengadilan bermotifasi politik (suarapalestina.com, 01/01/2023).
Momentum untuk resolusi tahun baru 2023 ini seharusnya juga dimanfaatkan segera oleh semua pembela kemerdekaan atau pembebasan Palestina untuk bersuara. Mulai dari kelompok-kelompok sosial sebagai gerakan untuk keadilan global dan perdamaian dunia, sampai negara-negara yang mendukung bahwa semua bentuk penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Tidak hanya mereka yang ada di Dunia Muslim atau Dunia Islam, akan tetapi siapapun dan di manapun di penjuru dunia ini yang tidak bisa lagi menerima keserakahan dan kemunafikan di atas bumi. Ketika selama ini struktur tatanan dunia yang ada dan secara hegemonik mendukung settler colonialism oleh Israel terhadap Palestina, maka kini tiba saatnya membangun blok historis internasional alternatif sebagai kontra-hegemoni melalui perang gerakan maupun perang posisi untuk pembebasan dan kemerdekaan Palestina.
Penulis: Virtuous Setyaka, Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Saat ini juga menjadi Mahasiswa Doktoral (S3) Hubungan Internasional, PPS FISIP, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Indonesia.