Oleh: Biiznillah*
Konon, ada sebuah wilayah nun jauh di sana di mana Api pengetahuan pernah menyala terang. Tempat itu bernama Ur-Kasdim. Arti dari Ur Kasdim adalah “api yang tak pernah padam” . persis seperti namanya, tempat ini menjadi pusat peradaban ilmu pengetahuan kuno yang menyimpan berderet-deret inskripsi berisi pengetahuan astronomi, geometri, matematika, seni dan arsitektur. Kelak di kemudian hari ahli arkeologi menyebut tempat ini babilonia kuno yang kemudian hancur berkeping-keping. Kelak di kemudian hari tempat ini menjadi pusat ilmu pengetahuan untuk kedua kalinya yang kemudian hancur lagi. Terjebak seretan takdir dalam perang yang menghancurkan.
Babilonia kuno memiliki bentuk praktis dari perhitungan bilangan matematika. Mereka menyadari watak bilangan itu bersifat infiniti, karena itu mereka membuat perhitungan berbasis 60. Alasan digunakannya basis 60 ini adalah karena ia memiliki pecahan pembagi paling banyak dan paling dapat diaplikasikan pada bangun datar yang paling sempurna yakni lingkaran. 60 jika diulang 6 kali akan menghasilkan angka 360. angka 60 adalah basis bilangan seksagemal yang menjadi prinsip matematika moderen untuk hitungan menit, detik, jam dan total keseluruhan derajat lingkaran. 360° setara dengan 6.283 radian. Radian sendiri ada sudut yang terbentuk dari dua buah jari-jari. Dari sudut yang bentuk ini kita dapat mengkalkulasikan besar derajat dari bagian-bagian lingkaran.
Lingkaran sejak dulu dikenal sebagai bidang sempurna. Dikatakan bahwa para Saintis bahkan ahli klenik menganggapnya sebagai prinsip dasar alam semesta. Segala sesuatu yang muncul di alam ini eksis dalam prinsip lingkaran. Begitu kata mereka. Ekluides mendefinisikan lingkaran sebagai titik-titik yang berjarak sama pada titik tertentu. Artinya, lingkaran terbentuk karena adanya jarak yang konstan dari dan di hadapan setiap titik. Jika satu titik saja menjauh dari yang lain, maka kesempurnaan lingkaran akan runtuh. Kebanyakan prinsip matematika bergantung pada prinsip lingkaran ini seperti misalnya kordinat kartesius yang mengambil manfaat dari titik pusat dan garis tengah lingkaran.
Jika sebagian orang menaggap lingkaran adalah prinsip sempurna dari matematika, maka kesetaraan jarak atau yang konstant pada tiap titik adalah penopang dari kesempurnaan lingkaran ini. Jika lingkaran adalah pola dasar yang menjadi prinsip kesempurnaan alam semesta, maka hendaknya kesetaraan pulalah yang menjadi pola interaksi antar manusia. Manusia hendaknya mampu melihat sesamanya sebagaimana ia melihat dirinya sendiri pada posisi atau titik yang sama sehingga setiap orang dapat saling menyaksikan dirinya pada orang lain. Dengan begitu manusia dapat hidup dalam sebuah lingkaran yang sempurna. Di dalam lingkaran itu kita dapat menemukan titik pusat, diameter, jari-jari bahkan irisan yang sesungguhnya bukan untuk memisahkan setiap titik melainkan membuatnya saling terhubung. Kita kadang melihat segala sesuatu seoalah memisahkan kita, padahal sebenarnya hal-hal tersebut membuat kita terhubung.
*Penulis adalah Dosen UIN FAS Bengkulu dan aktif sebagai peneliti PUSKAPP.