Bangga jadi “Pembudi Daya”
Sistematika atau alur hidup distribusi ekosistem pertanian dan perikanan itu dimulai dari “Input-Budi Daya-Pasca panen-Gudang-Nilai Tambah-Pasar”. Alur ekosistem pertanian ini diawali dari “Input”. Pertanyaannya “Siapa ada di sini? Konteks Indonesia”. “Input” itu terdiri dari semisal pupuk, pakan, bibit, pembasmi hama dan lainnya. Jika kita lihat sampai saat ini tidak ada yang fokus milik negara sebagaimana mandat pasal 33 ayat 2 UUD 1945. Semua milik perusahaan besar (Big corporate). Kita punya PT. Pupuk Indonesia (persero) untuk pengadaan pupuk, tapi ruang kendalinya hanya di sektor pupuk. Tidak ada yang menyeluruh dari hulu hingga hilir dalam satu tata niaga pertanian dan perikanan. Kondisi ini menyebabkan fluktuasi harga tidak bisa dikendalikan negara secara baik. Contoh pasca ramadhan harga telor dan ayam naik luar biasa. Kenaikan ini tidak bisa dilepaskan dari minimnya peran negara dalam penguasaan “Input”. Sehingga apabila satu item saja ditahan oleh corporate besar, akan berdampak sampai ke hilir. Harga dengan mudah dipermainkan.
Lalu di mana negara dalam ekosistem ini? Negara baru cukup puas menjadi bagian dari proses “Budi daya”. Posisi petani dan negara sama, hanya sebagai pembudi daya bukan penjaga rantai alur pertanian dan perikanan. Negara cukup membusungkan dada bila ada corporate besar misalnya membagikan pupuk, pakan atau bibit secara gratis. Keberhasilan negara mmemperoleh bantuan “Input” ini dianggap sebuah prestasi besar oleh birokrasi. Tidak sadar itu hanya “Jebakan batman”.
Negara terjebak dalam tata kendali permainan corporate besar. Negara lupa pintu masuk mengendalikan dan memotong ruang ekosistem pertanian secara menyeluruh cukup mudah dilakukan dengan menguasai step “Input”. Jika “Input” sudah dikuasai maka step lain akan lebih mudah dilakukan. Mengapa? Karena kita tahu step “Budi daya” hanya sebuah proses bercocok tanam/memelihara/pembesaran saja. Sebab step utama dan penting ada di step “Input”. Sehingga untuk proses di step “Pasca panen” (penentuan grade/classification hasil panen) akan sangat ditentukan siapa pemegang step “Pasar” (market). Step di mana pasar meminta grade dari produk hasil panen petani yang sesuai dengan kehendak mereka. penentuan grade ini untuk menentukan kualitas dan menekan harga.Kita tidak tahu sebenarnya grade yang mana di mata pabrikan/konsumen yang benar-benar dibutuhkan. Yang pasti dengan grade ini kualitas hasil panen petani akan mudah diberi nilai/harga yang diatur corporate.
Tidak hanya sampai di step ini corporate besar memainkan kendali. Step “Gudang” (penyimpanan) juga memberikan kepastian bahwa grade demi grade hasil panen itu mereka simpan untuk dipasarkan. Kita tidak tahu grade terbaik yang mana, apakah A misalnya, atau B, atau C yang benar-benar menguntungkan bagi corporate besar ini. Grade A biaya beli pasti lebih tinggi, tapi kuantitas pasti terbatas. Grade B sama juga. Lalu grade C (upkiran/sisa), bisa jadi ini yang sangat menguntungkan, di mana petani dihadapkan pada pilihan “Dijual murah, tidak dijual sayang”.
Kontradiksi ini tentu mengakibatkan petani tidak memiliki pilihan lain. Akhirnya djual murah atau diberikan begitu saja. Padahal bisa jadi ini yang keuntungannya sangat besar bagi corporate. Setelah diolah, dikemas untuk menambah nilai jual. Misalnya kentang atau kacang goreng jajanan anak.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>