Sekjen Geostrategy Study Club (GSC) Indonesia, Furqan AMC merespon pernyataan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte (14/6) yang menyatakan Belanda sepenuhnya dan tanpa syarat mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
“Kita perlu apresiasi pengakuan tersebut sebagai langkah maju. Namun tidak akan ada artinya jika kejahatan perang Belanda yang melakukan agresi militer terhadap negara berdaulat Indonesia tidak diadili. Selain itu, Belanda juga harus mengembalikan 4,5 miliar Gulden kepada Indonesia, uang tebusan yang dipaksakan oleh Belanda kepada delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) sebagai syarat pengakuan kedaulatan Indonesia,” ungkap Furqan AMC, Sekjen GSC Indonesia pada KabarKampus (17/6/2023).
Lebih lanjut Furqan menjelaskan, “Sungguh irasional Indonesia korban agresi militer Belanda, dipaksa bayar biaya agresi yang dilakukan Belanda kepada Indonesia sebesar 4,5 miliar gulden. Angka itu bahkan lebih besar dari bantuan marshal plan yang diterima Belanda pasca perang dunia kedua sebesar 3,5 miliar Gulden.”
“Malangnya, pemerintah Indonesia mau pula membayarnya dan baru lunas tahun 2003 pada masa pemerintahan Megawati. Pada tahun 1956 Soekarno sempat mogok bayar (sisanya 650 juta Gulden) walau sudah mencicil 82% sebelumnya,” jelas Furqan.
Menurut Furqan, tidak hanya dipaksa bayar tebusan 4,5 miliar gulden, Belanda memaksa Indonesia melalui KMB untuk mempertahankan keberadaan perusahaan-perusahaan asing yang terdapat di Indonesia dan memaksa Indonesia mematuhi ketentuan IMF dalam mengelola perekonomian Indonesia.
“Revolusi Indonesia dirampok di meja perundingan.” tegas Furqan.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>