Mahasiswa S1 dan S2 dari berbagai kampus di seluruh Indonesia juga turut serta membacakan puisi. Ada M. Haidar, Zen Syahida, Azwar Mustikowati, Mousha Heykal dan Marwa Namphal. Satu di antaranya adalah Daniel Ananda Pradipta, mahasiswa pascasarjana Universitas Parahyangan yang beragama Katolik. Daniel membacakan puisi “Jika Aku Harus Mati” karya penyair Palestina Refaat Alareer.
Tak kalah dari para penyair, akademisi dan mahasiswa, ibu-ibu Pro Palestina juga tampil membacakan puisi, di antaranya Wiwik Said, Rania Radhiyah dan Farida Sudjana. Yang paling jauh Ibu Satyowati Pancasiwi dari Naerobi, Kenya, Afrika Utara yang membacakan puisi berjudul “Aku dari Haiva” karya Din.
Pada Majelis Puisi Maulid Nabi ini ikut juga membaca puisi Dr. Mohammad Reza Ebrahimi, Konselor Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta yang membacakan puisi dengan bahasa Parsi berjudul “Sahar Nazdik Ast” (Fajar Sudah Dekat).
Ketua Dewan Pakar FPN, Dina Y. Sulaeman, dalam epilog penutup mengatakan puisi adalah perlawanan.
“Kata-kata dalam puisi bisa menjadi sumber inspirasi yang mampu menggerakkan banyak orang untuk bangkit menyelesaikan berbagai persoalan yang ada di sekitar mereka. Malam ini melalui puisi-puisi yang telah dibacakan teman-teman, kita telah dibawa untuk mengaktualkan pesan Rasulullah SAW, yaitu untuk peduli pada umat yang tertindas. Bangsa Palestina telah tertindas selama 76 tahun. Setahun terakhir mereka mengalami genosida. Satu-satunya genosida di sepanjang sejarah yang disiarkan live melalui televisi.