Oleh: Muhammad Farhan Suhu*
Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman budaya. Kebudayaan yang lahir dan berkembang di tengah masyarakat ternyata memiliki andil yang sangat besar dalam pembentukan karakter. Tak jarang karakter yang ada menjadi identitas suatu daerah lantaran keunikan dan ciri khasnya masing-masing. Dan tak dapat dipungkiri juga, ada beberapa karakter yang bukan lagi menjadi identitas suatu daerah saja, namun sudah menjadi identitas setiap warga negara Indonesia.
Masyarakat Indonesia juga dikenal mampu untuk mengadaptasi berbagai kebudayaan dari negara lain, salah satu faktor pendukungnya adalah globalisasi yang lajunya tidak bisa dihambat atau pun diperlambat sehingga perlahan berbagai kebudayaan yang masuk melalui jalur globalisasi menggerus nilai karakter pada masa lalu dan akhirnya mampu mengubah identitas masyarakat. Kesalahan yang akhirnya menjadi kebiasaan di tengah masyarakat adalah laju kebudayaan yang masuk tidak mampu disaring, tidak dapat dibedakan yang baik dengan yang buruk, hingga menjadikan masyarakat seolah tidak mengetahui lagi identitas asli mereka seperti apa seharusnya.
Jika memang masyarakat ingin mengadaptasi kebudayaan dari negara lain, tidak ada salahnya untuk mengadaptasi kebiasaan dan kebudayaan yang bernilai positif, salah satunya adalah bagaimana kebiasaan masyarakat Jepang yang disebut dengan prinsip “Kaizen”. Apa itu prinsip Kaizen? Prinsip Kaizen merupakan sebuah praktek untuk memperbaiki diri dengan tindakan kecil secara bertahap dan dengan tindakan kecil yang dilakukan secara perlahan tersebut mampu menjadi sebuah kebiasaan dan mengarahkan kepada kesuksesan dan keberhasilan.
Mendalami maksud dari prinsip Kaizen ini, maka harus digambarkan dengan sebuah situasi, sebagai contoh adalah bagaimana seseorang yang melawan rasa malasnya dalam berolahraga. Pada hari pertama mungkin hanya mengumpulkan niat dan merancang bagaimana tahapan- tahapan yang dilaksanakan pada hari berikutnya. Kemudian melaksanakannya dengan langsung pada kegiatan berat, seperti push up dengan jumlah 12 repetisi dalam 3 set pengulangan, sit up dengan pengulangan yang sama, pull up dan lain sebagainya. Karena sudah menimbulkan rasa bosan dan tidak mengalami peningkatan yang signifikan dan lebih membebankan pada keinginan yang instant, timbullah hasrat dan keinginan untuk berhenti dikarenakan sifat konsisten yang akhirnya pudar, dan memang hal seperti ini banyak kita alami, terkhusus juga penulis sendiri.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>