More

    Menolak Degradasi Perguruan Tinggi Akibat Izin Tambang

    Ilustrasi Usaha Pertambangan. (Foto: Website Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral)

    “Bukannya memperkuat peran perguruan tinggi, kebijakan semacam ini justru dapat mengalihkan fokus utama institusi pendidikan dari tridharma perguruan tinggi dan menempatkan mereka pada posisi yang rentan terhadap risiko bisnis yang tidak semestinya.”  

    BEM FH UI

    JAKARTA, KabarKampus – Selain soal kelangkaan Gas LPG 3 Kg bersubsidi, dalam beberapa waktu terakhir sempat tersiar kabar pemberian izin konsesi tambang bagi perguruan tinggi. Izin ini masuk ke dalam wacana draf RUU Minerba. 

    Draf tersebut menyisipkan ketentuan yang memungkinkan perguruan tinggi mendapatkan hak atas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Pada pasal 51 A ayat (1) RUU Minerba menyatakan bahwa WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.

    Maksud dari prioritas itu dengan mempertimbangkan tiga aspek, yakni luas WIUP mineral logam, akreditasi perguruan tinggi berstatus terendah, dan peningkatan akses layanan pendidikan masyarakat. 

    - Advertisement -

    Namun persoalan WIUP ini dianggap sebuah ironi bagi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (BEM FH UI) karena bisa mendegradasi peran perguruan tinggi dan berlawanan dengan tridharma perguruan tinggi sesuai dengan Pasal 1 angka 9 UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

    Maka dari itu mereka menolak degradasi peran perguruan tinggi melalui wacana pemberian hak atas wilayah izin usaha pertambangan.

    “Tridharma perguruan tinggi terdiri atas penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sementara itu, mengizinkan perguruan tinggi untuk mengelola tambang justru berlawanan dengan tujuan didirikannya perguruan tinggi,” tulis pernyataan sikap BEM FH UI (8/2/2025).

    Bagi BEM FH UI, seyogyanya perguruan tinggi tidak pernah diposisikan sebagai ladang bisnis yang bertujuan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Bahkan pemberian izin usaha tambang justru dinilai sebagai sebuah upaya untuk meredam kritik dari civitas akademika sekaligus meng-justifikasi industri ekstraktif. 

    Hal ini dikhawatirkan menimbulkan konflik karena industri ekstraktif sedang mengalami krisis. Tidak lepas dari pengalaman saat pemerintah melalui Pasal 83A melalui PP 25/2024 membuat ormas keagamaan bisa mendapatkan penawaran secara prioritas WIUPK. 

    Penawaran itu seakan menjadi alat distraksi sehingga menimbulkan konflik bersifat struktural vertikal yang dipelintir menjadi horizontal. Sebetulnya  wacana sumber daya alam (SDA) yang didapatkan perguruan tinggi bukanlah yang pertama. 

    Pada masa lalu, IPB (Institut Pertanian Bogor) dan UGM (Universitas Gadjah Mada) pernah diberikan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Namun implementasi kebijakan tersebut tidak berjalan sesuai harapan karena justru harus menghadapi berbagai kendala operasional dan manajerial. 

    Akibatnya, hal pengelolaan justru dialihkan kepada perusahaan swasta melalui skema bagi hasil. Hal ini menunjukan bahwa pengelolaan SDA perlu keahlian dan bidang khusus. 

    “Bukannya memperkuat peran perguruan tinggi, kebijakan semacam ini justru dapat mengalihkan fokus utama institusi pendidikan dari tridharma perguruan tinggi dan menempatkan mereka pada posisi yang rentan terhadap risiko bisnis yang tidak semestinya,” tulis pernyataan BEM FH UI. 

    Terancam Oligarki

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here